Ali memandang Ela disana, wanita itu menerima ajakannya, tidur di ranjang yang sama. Kali ini wanita itu dalam keadaan sadar, bukan seperti kemarin ia dalam keadaan tertidur pulas. Ali melangkah mendekati ranjang, dan lalu merebahkan tubuhnya di samping Ela. Ali tersenyum penuh arti, wanita itu menutupi tubuhnya dengan bed cover.
Ali membaringkan tubuhnya disamping Ela. Ia lalu mendekat dan memeluk tubuh ramping Ela. Ali merasakan kulit lembut Ela. Ali merapatkan tubuhnya dan ia mengelus wajah cantik Ela. Ela tersenyum menatapnya.
"Janji kamu tidak berbuat tindak kan kriminal yang merugikan saya?".
"Ya. Kecuali kamu yang memintanya sendiri".
"Oke" Ela mencurukkan wajahnya di d**a bidang Ali. Ia mendengar detak jantung Ali.
"Bisakah kamu menceritakan kehidupan kamu di Indonesia?"
"Hanya karyawan biasa, tidak lebih".
"Setelah itu?"
Ela mendongakkan wajahnya, dan ia menatap Ali, iris mata itu berwarna hazel. "Saya tidak ingin menceritakannya".
"Kenapa?".
"Karena setelah pertemuan ini, saya pastikan kita tidak bertemu lagi".
"Kenapa kamu mengatakan seperti itu?".
"Karena kita adalah dua orang yang berbeda"
"Berbeda?" Ali semakin bingung.
Ela, mengelus d**a bidang Ali, "Ya, karena ini hanya pertemuan sesaat".
"Hemmm" guman Ali. Ia memperhatikan wanita itu berucap, di elusnya punggung itu.
"Kita hanya beberapa hari disini, dan setelah ini kita mempunyai kehidupan yang berbeda, dan tidak akan bertemu lagi".
"Kamu berpikir seperti itu ternyata". Ali mengecup puncak kepala itu.
"Apa yang kamu pikirkan terhadap saya?" Tanya Ela.
"Tidak ada, kamu teman yang asyik menurut saya. Terima kasih telah menemani saya disini".
"Ya, kamu juga teman yang asyik dan juga tampan".
Ela merubah posisi tidurnya menyamping, sementara Ali memelukknya dari posisi seperti ini. Ali menyukai posisi tidur seperti ini, ia dapat mencium bahu Ela. Dikecupnya bahu itu hingga keleher jenjang Ela. Ali menyukai harum vanila dari tubuh Ela, di kecupnya perlahan-lahan dan menyingkirkan rambut panjang Ela.
Sementara Ela memejamkan matanya dan ia membiarkan Ali mengecupnya. Ia suka Ali melakukan itu kepadanya.
"Apakah kamu suka" gumam Ali disela-sela kecupannya.
"Iya"
"Tidurlah".
"Hemmm".
**********
Ela membuka matanya secara perlahan, ia tidak mendapati Ali di sampingnya. Ela merubah posisi tidurnya dan ia menatap paper bag jam Rolex miliknya di atas nakas. Ia menyandarakan punggungnya di sisi tempat tidur.
Suara pintu terdengar, Ali mengalihkan tatapnya ke arah sumber suara. Ia menatap Ali disana, laki-laki membawa trey, berisi teh hangat dan roti manis. Ali melangkah mendekatinya.
"Sudah bangun" Ali menaruh trey itu di nakas dan lalu duduk di sisi tempat tidur.
"Iya, sudah" ucap Ela.
"Sebaiknya hari ini kita di dalam hotel saja"
Ela mengerutkan dahi, "kenapa?".
Ali kembali berpikir, ia mengelus punggung tangan Ela, "karena saya ingin bersama kamu".
Ela mengerutkan dahi, "saya pikir itu bukan alasan yang tepat".
Ali kembali berpikir, dan ia memicingkan matanya, "jadi kamu mau kemana?".
"Entahlah, sekedar berjalan-jalan mungkin. Menghirup udara segar".
"Tapi saya ingin kamu disini bersama saya, misalnya bermain game".
"Bermain game?".
"Iya, saya sedang tidak ingin keluar. Saya janji nanti sore kita jalan-jalan lagi".
Ela menatap Ali, wajah itu memelas memohon kepadanya, "ya, jika itu mau kamu".
"Bagaimana jika saya bosan"
"Kamu tidak akan bosan, karena kamu bersama saya".
"Oke"
Ali tersenyum, "saya membawakan sarapan untuk kamu".
"Terima kasih".
***********
Ela kini berada di pelukkan Ali, ia dan Ali memainkan game zombie di Ipad milik Ali. Ali dan Ela masih fokus dengan layar Ipad itu. Ali mengeluarkan beberapa senjata, dan Ela memperhatikan permainan itu dengan serius. Mereka sudah beberapa kali memenangkan level itu. Permainan ini memang membuat ia lupa waktu.
"Saya ingin senjata yang ini, karena zombie pembawa kotak box itu sangat menyebalkan, lihat saja senjata kita tiba-tiba menghilang karena dia" ucap Ela, menunjuk senjata semangka itu.
"Sebaiknya di tambah dengan pohon api juga" Ali masih serius dengan apa yang di hadapannya.
Sungguh ia sudah lama sekali tidak bermain game ini. Entahlah ia sudah lupa kapan terakhir ia memainkan permainan ini.
"Ya, itu senjata wajib yang harus ada"
Beberapa jam berlangsung, Ela dan Ali masih fokus dengan game itu. Ela mengerjapkan matanya dan matanya mulai pedas karena menatap layar persegi itu.
"Kamu kenapa hemm" ucap Ali, tangannya masih bermain di layar itu.
"Mata saya berkunang-kunang, terlalu lama menatap layar itu".
Ali menghentikan permainannya, dan ia menatap Ela. Ali meletakkan teb itu di nakas. Ali melirik jam yang menggantung di dinding kamar menunjukkan pukul 14.30 menit. Ali menaikkan alisnya dan tersenyum, ia tidak menyangka ia sudah berjam-jam lamanya memainkan permainan ini, wajar membuat mata wanita itu pedih. Ia sengaja mengurung wanita itu di dalam kamar bersama dirinya. Karena situasi sekarang memang tidak memungkinkan untuk mengajak wanita itu keluar.
Ali mengelus punggung ramping Ela. "Kamu mau leluar".
"Ya, saya ingin menghirup udara segar, dan menatap pohon-pohon pinus di kota ini".
"Yasudah ayo kita keluar. Sepertinya, udara di luar sedang dingin. Sebaiknya kamu kenakan sweter" ucap Ali.
"Ya, tentu saja, saya juga perlu syal untuk menutupi leher saya yang merah-merah ini".
Ali tertawa, ia tahu itu adalah akibat ulahnya, ia memperhatikan lagi leher jenjang itu, terlihat jelas bekas hisapannya. "Mungkin saya khilaf tadi malam".
"Kamu seperti vampire penghisap darah" dengus Ela.
Ali tertawa lagi, hingga ia merasakan getaran dari tubuh Ali. "Apakah saya sudah mirip vampire yang tampan".
"Ya, mirip sedikit" timpal Ela.
Ali tersenyum, "Bersiap-siaplah, kita akan keluar setelah ini".
"Hemmm".
"Jam tangan pemberian saya, jangan lupa kamu kenakan".
"Oke, apalagi?".
"Itu saja, saya tunggu kamu disini" Ali memgecup puncak kepala Ela.
"Iya".
Ela lalu melepaskan pelukkanya dan meneggakan tubuhnya menjauhi Ali.
*********