Chapter 5

1045 Words
Hidup baru. Itulah kata yang pas untuk hidup Davi sekarang ini. Davi menginjakkan pertama kali nya di tanah kelahirannya beberapa jam yang lalu. Kini ia berada di sebuah apartemen di pusat kota. Davi hanya perlu membawa pakaian karena didalam apartemen yang ia sewa ini sudah lengkap dengan furniture nya. Dave sudah mengurusnya selama ia masih di New York. Ngomong-ngomong soal Dave, ia belum juga segera pindah karena masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaannya disana. Untunglah Clara, selaku atasan Davi tidak begitu mempersulit proses pengunduran diri Davi sebulan yang lalu. Davi duduk di sebuah sofa di ruang tengah apartemen nya. Gedung ini terdiir dari 20 lantai dimana Davi berada di lantai 17. Ia juga bisa menikmati kepadatan kota Jakarta di siang hari. Ia membuka laptop dan langsung terhubung dengan Skype. Ia mencoba untuk menghubungi Dave. "Hai, Davi bagaimana perjalanan mu?" wajah Dave langsung muncul di layar laptopnya. "Perjalanan yang cukup melelahkan." Ujar Davi. Dave pun terkekeh. "Kapan kau akan menyusul ke sini, Dave?" tanya Davi. "Secepatnya aku harus menyelesaikan project terakhir ku dulu. Kapan kau akan melakukan wawancara kerja?" "Sekitar tiga hari lagi, Dave. Aku beruntung Clara langsung memberikan kartu nama rekan kerja nya dan merekomendasikan aku. Jadi aku tidak lama menganggur disini." Sebulan yang lalu Clara memang memberikan kartu nama sebuah perusahaan properti yang sedang membutuhkan assisten pribadi direkturnya. Memang agak cukup melenceng dari job desk yang biasa ia kerjakan sebagai assisten chief editor. Namun secara keseluruhan job desk sebagai assisten direktur juga di tuntut utuk teliti dan me re-schedule jadwal direktur. "Baguslah, kau ada waktu untuk beristirahat beberapa hari." Davi melirik jam yang ada di sudut kanan bawah laptop nya. waktu 10 pagi waktu Indonesia, berarti di New York sudah pukul 10 malam. "Disana sudah malam Dave, lebih baik kau beristirahat." Dave mengangguk dan kemudian memutuskan koneksi. Davi menutup laptopnya kemudian berjalan menuju dapur. Ia membuka kulkas yang masih kosong. Davi menghembuskan napas panjang. Itu berarti ia harus berbelanja. Sesuai dengan petunjuk security apartemen bahwa ada sebuah supemarket yang tidak terlalu jauh, jadi Davi memutuskan untuk berjalan kaki. *** Setelah membayar semua belanjaan nya di kasir, Davi menjinjing paper bag berisi sayuran dan buah dan beberapa daging untuk persedian beberapa hari kedepan. Beberapa langkah kemudian Davi seperti di tabrak dari belakang. Paper bag nya pun terjatuh dan sebagian isi nya pun berhamburan keluar. "Kalau jalan jangan cuma kaki aja di gunain tapi mata nya juga dong!" Sebuah suara wanita yang terlihat emosi sekali langsung menyemprot Davi. Davi berbalik badan dan melihat sebuah wanita berpostur tinggi dan berambut panjang sedang menatap nya dengan marah. "Maaf, bukan nya kau yang menabrak ku? Seharusnya kau yang meminta maaf." Ujar Davi sinis. Wanita itu meninggikan alis nya, "Kau itu tidak tau siapa aku?" "Kenapa aku harus tau?" "Dasar gadis kampung. Pasti kau berasal dari kampung makanya kau tidak mengenal ku." Ujar nya lalu segera pergi tanpa mengucapkan apapun. Davi masih terdiam di tempat nya, memerhatikan gerak-gerik wanita itu hingga ia masuk kedalam mobil nya yang mewah. *** Rion masih sibuk didepan layar laptop nya, dan beberapa kertas berserakan di meja nya semakin membuat kepala nya mumet. Sudah beberapa minggu ini setelah kepulangannya dari New York ia mendapat kabar bahwa asisten nya mengundurkan diri tanpa ada alasan yang jelas. Ia sudah meminta bagian Human Resource untuk mencarikan pengganti Natalie dan menekankan untuk mencari yang lebih selektif. Dalam setahun ini ia sudah berganti assisten sebanyak 4 kali, masing-masing hanya bertahan 3 bulan. Fabian mengatakan bahwa alasan para mantan assisten nya mengundurkan diri adalah karena ia terlalu tegas dan kejam kepada mereka. Entah di bagian mana yang di maksud oleh Fabian, tetapi Rion merasa tidak ada yang salah dengan dirinya memperlakukan bawahan nya. Seorang wanita setengah baya memasuki ruang kerja Rion, ia tersenyum hangat ketika melihat Rion tampak kualahan dengan pekerjaan nya. "Maka nya, kau jangan terlalu kejam pada asissten mu hingga ia kabur begitu." Ujar Widya selaku Manager HR. Rion mendongak lalu tersenyum miris, "Ibu orang kedua setelah Fabian mengatakan hal yang sama." "Dan sebagian orang diluar juga berpendapat yang sama." Widya pun duduk di sofa putih. "Jadi apakah ibu memberikan kabar baik untuk saya?" "Iya, saya sudah menemukan pengganti Natalie. Lusa dia baru bisa datang." "Apakah dia akan lebih baik dari Natalie?" "Semoga saja, itu semua tergantung dari penilaian mu. Ibu mendapat rekomendasi langsung dari atasannya di New York." "New York? Maksud ibu, dia orang asing?" "Bukan, dia asli Indonesia hanya di saat itu tinggal dan menetap di Amerika, beberapa hari yang lalu dia sudah kembali ke Indonesia." Rion mengangguk paham. Widya lalu bangkit dan menyerahkan sebuah map berwarna putih. "Berikut adalah data diri calon assisten mu." Setelah Widya berlalu meninggalkan ruangan, Rion membuka map dan seulas senyum pun terpasang dibibirnya. *** Davi menginjakkan kaki nya di atas tanah yang basah akibat hujan yang mengguyur kota Bogor. Langkah kaki nya berjalan mantap menelusuri sebuah perbukitan yang mirip sebuah pemakaman. Di depan sebuah batu nisan, dan makam yang telah di pugarkan. Ia bersimpuh. Matanya mulai berlinang air mata. "Ma, Pa. Davi pulang. Akhirnya Davi bisa mengunjungi Mama dan Papa sesering mungkin." Air matanya pun tidak bisa di bendung lagi. *** Hari yang di tunggu pun akhinya tiba, Davi mengenakan setelan kerja lengkap dengan blazer yang membaluti tubuhnya yang mungil. ia sudah bertemu dengan Widya, Menager HR dan sebentar lagi akan bertemu dengan atasan baru nya. Walaupun Davi sudah pernah bekerja sebelum nya, namun ia masih merasakan kegugupan yang sama jika harus bertemu dengan orang baru dan harus menyesuaikannya kembali dari awal. Ditambah, Davi bukan bekerja di perusahaan percetakan sebagai assisten chief editor, melainkan sebagai assisten direktur sebuah perusahaan yang bergerak di bidang properti. Davi berhenti di depan sebuah pintu kaca besar. Widya membuka pintu dan sebuah ruangan besar dan elegan pun langsung menyeruak. Ia memerhatikan setiap desain ruang kerja bos nya itu. Begitu maskulin. Ujarnya didalam hati. Seorang pria tengah duduk di kursi, wajahnya tidak begitu terlihat jelas lantara ia tengah duduk menyamping sambil membaca sebuah file dan membulak-balikkan nya. ketika Widya memanggil nama nya, barulah pria itu mendongak dan memperlihatkan keseluruhan wajahnya. Davi membulatkan mata, mulutnya ternganga melihat pemandangan mengejutkan yang berada didepan nya. Ia mengenal nya. ia pernah bertemu dengan dia. "Kau?" Davi terkesiap lalu menyadari bahwa ia berkata seperti itu kepada bos nya, ia lalu menutup mulut dengan tangannya. Pria itu terkekeh. "Selamat datang, Leandra Davinia Lakeswara." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD