Chapter 1
Davi melangkahkan kaki nya diatas lantai marmer di sebuah perusahaan percetakan buku di New York City. Ia merapihkan Blouse nya yang sedikit kusut dibagian ujung lengan nya. Ia memasuki sebuah ruangan besar dimana didalam nya tertata dengan rapi cubicle tempat karyawan yang lain sudah memulai aktivitas nya.
"Kesiangan, Dav?" tanya seorang wanita cantik berambut pirang sambil menyengir kearahnya.
Davi hanya melemparkan senyum masam kepadanya lalu melanjutkan langkahnya menuju meja kerja yang terletak di ujung ruangan membelakangi jendela besar yang langsung menampakan pemandangan NYC.
Ia kesiangan bangun karena harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang terpaksa ia bawa pulang ke Apartemen nya. Belasan naskah n****+ yang harus ia selesai periksa minggu ini juga.
Ups. Tepatnya hari ini.
Davi menengok ke arah ruangan yang masih tertutup rapat di sebelah kanan nya. Ruangan itu adalah ruangan kepala editor yang memerintahkan nya mengerjakan beberapa naskah sekaligus dengan deadline yang sangat mepet. Sungguh menyiksa jiwa!
"Bagaimana lembur mu semalam?" Goda seorang wanita yang tersenyum memamerkan gigi putih yang tertata rapi. Ia mengenalnya sebagai partner kerja sekaligus sahabat nya selama empat tahun bekerja di The Royals Book.
"Tentu sungguh menyenangkan, Senna." Jawab Davi disambut dengan tawa Senna yang sudah duduk di meja kerja nya.
"Kalau bukan kau sedang di promosikan menggantikan Clara, kau tidak akan mengalami nasib seperti ini, Davi. Yang tabahlah." Senna menepuk pundak sahabatnya dengan tertawa renyah.
"Terima kasih sudah mengingatkan." Davi mengambil ponsel dari dalam tas nya dan menemukan apa yang dicarinya.
Davian Calling.
"Halo Dave.." Sapa Davi ketika mereka terhubung.
"Apakah kau kesiangan lagi hari ini?" tanya Davian dari ujung telepon.
"Yah, karena aku hampir tidak tidur karena harus menyelesaikan deadline ku hari ini. Itu pengecualian kan Dave."
"Baiklah.."
"Jadi, bagaimana pekerjaan mu disana? Apa sudah selesai?"
"Sudah, siang ini aku akan kembali. Jadi siapkan makanan yang enak ya."
"Huh, memangnya kau tidak diberi makan disana? Setahuku perjalanan bisnis itu termasuk makan di restoran mewah apalagi kau itu kan bertemu dengan Clien penting."
"Aku rindu masakanmu, Adikku."
"Baiklah, baiklah Dave, aku akan memasak untukmu. Sebagai gantinya kau harus membelikan ku sesuatu."
"Tidak masalah."
"Deal."
"Sampai bertemu nanti Davi." Ujar Davian lalu memutuskan hubungan.
Lalu Davi melihat masih ada Senna disampingnya sambil tersenyum ke arahnya.
"Ada apa?"
"Kau masih tinggal bersama dengan kembaran mu itu?" oh Dave, atau Davian memang saudara kembar Davi yang berjarak sekitar lima menit dari nya.
"Oh, tentu saja. Dia tidak akan pernah meninggalkan ku sendiri kecuali aku menikah nanti."
"So Sweet. Kakak idaman." Ujarnya dengan mata berbinar-binar. Kalau Davi tidak salah arti, ia melihat Senna tampaknya menganggumi kembarannya.
Semenjak kematian orang tua nya delapan tahun yang lalu, Davian semakin membulatkan tekadnya kalau ia tidak akan pernah meninggalkan satu-satunya saudara yang ia punya. Mereka tetap pergi ke Amerika dengan berbekal cukup uang peninggalan orang tua nya lalu mereka bekerja part time untuk menyambung hidup.
Kenyataan mereka sudah tidak punya orang tua dan sanak keluarga di Indonesia membuatnya pergi tanpa berniat untuk kembali lagi. Hanya setahun sekali mereka pulang untuk mengunjungi makam kedua orang tuanya.
"By The Way, memangnya kapan kau akan menikah dengan Sebastian?" Senna menyenderkan tubuhnya di ujung meja Davi.
"Entahlah, kami berdua belum membicarakan hal itu."
"Kau kan pacaran sudah cukup lama. Tunggu apa lagi?"
"Aku menunggu kau yang menikah duluan. " Gelak tawa terurai dari bibir manis Davi yang langsung di hadiahi cubitan oleh Senna.
"Kau itu meledek? Saat ini aku sedang sendiri darimana aku punya pikiran akan menikah kalau tidak ada pasangan?"
"Kau tidak ada pasangan? Pasangan One Night Stand mu tidak termasuk?"
"Itu lain soal. Itu tidak bisa di kategorikan sebagai pasangan karena kita hanya bertemu sekali dan langsung tidak saling mengenal keesokan harinya." Tiba-tiba Senna mengerling. "Daviiii, apa kau sudah pernah Make Out dengan Sebastian?"
Davi melotot, "Shut up! Aku tidak akan memberitahumu."
"Oh, ayolah Davi meskipun kau sudah melakukan dengannya pun tidak apa kau memberitahu aku."
"Diam lah Senna, apa kau sedang merindukan sentuhan sepagi ini, jangan ngawur kalau ngomong."
"Well, mungkin aku memang sedang merindukan tangan kekar pria yang memainkan d**a ku. Sudah minggu ini aku tidak melakukan s*x dengan pria manapun. Dan itu cukup membuat ku uring-uringan."
"Bagus. Sebaiknya kau berhenti Senna. Kau hanya harus memberikan tubuhnya pada satu pria saja yang akan menjadi suami mu kelak."
"Kau itu kolot sekali, Davi. Sesekali kau harus mencoba aku jamin kau akan ketagihan." Davi memang mempunya prinsip hidup tidak melakukan hubungan seksual sebelum adanya ikatan pernikahan. Bahkan setelah mereka tinggal di New York sekalipun.
"Ya Tuhan aku bisa gila punya teman seperti mu." Senna tertawa renyah melihat Davi menggelengkan kepala nya tidak percaya punya sahabat seperti dirinya.
***
Malam ini, di meja makan Davi sudah menyiapkan makanan kesukaan Dave yang akan pulang malam ini. Sesuai dengan pesanan nya, Davi memasakan makanan khusus, yaitu Beef Black Pepper.
Beberapa saat kemudian, sebuah ketukan pintu terdengar. Davi beranjak membukakan pintu dan menemukan sosok Dave yang tinggi jangkung sudah berada dibalik pintu dengan senyuman yang mengembang.
"Untuk apa kau mengetuk pintu Dave? Kenapa tak kau ketik saja pin nya?" Davi berdecak heran dengan kelakuan kakak semata wayangnya.
"Aku hanya ingin kau menyambutku." Ujarnya dengan genit. Ia lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tas nya. Sebuah kotak besar berisi cokelat kesukaan Davi.
"Aku tau kau pasti akan membelikan ku ini, anyway thank you so much my brother." Davi harus sedikit berjinjit supaya bisa melingkarkan kedua tangannya ke leher Dave.
"Dengan senang hati My Lady." Dave membalas pelukan hangat Davi lalu kemudian mereka berjalan masuk ke dalam apartemen.
"Jadi kau masak apa malam ini?" Dave berjalan menuju dapur dan menemukan makanan kesukaan nya terhidang diatas meja makan. "Kau membuatkan ku Beef Black Pepper?" Davi memandang tak percaya ke arah Davi.
"Jangan memandangi ku seperti itu Dave, memangnya ada yang salah?"
"Tidak, well terima kasih banyak adikku yang manis. Aku pikir kau tak akan membuatkan beef untukku."
"Makanlah, jangan banyak bertanya." Davi duduk di depan Dave yang sudah mulai menyantap hidangan makan malam nya.
"Bagaimana dengan pekerjaan mu, Dav? Semuanya berjalan dengan lancar?"
"Lancar, hanya saja aku sedikit lebih sibuk dari biasanya. Bos ku, Clara berencana untuk mempromosikan diriku jadi tugasku ditambahkan."
"Wow, itu berita yang bagus Dav. Mengingat kau sangat menyukai pekerjaan mu."
Davi mengangguk. "Kau sendiri sedang mengerjakan proyek apa?"
"Sebuah apartemen mewah di pusat kota. Aku baru menyerahkan hasil sketsa ku dan masih ada beberapa yang harus ku ubah sesuai dengan keinginan klien ku."
"Semoga sukses Dave, dan aku harap kau jangan lupakan janjimu untuk membuat rumah kita. Aku bosan tinggal di apartemen, tidak leluasa. Aku merindukan suasana rumah seperti rumah kita dulu."
"Aku tidak akan lupakan janji ku, Adikku. Apa kau ingin kembali ke Indonesia?"
Davi mengangkat kedua bahunya, "Tidak tau, aku belum berencana untuk pulang. Toh kita sudah tidak punya keluarga lagi."
"Bagaimana kalau ternyata kita masih mempunyai sanak saudara?"
"Kenapa kau berpikiran demikian? Setahuku Ibu yatim piatu sedangkan Ayah, aku tidak pernah mendengar Ayah menceritakan keluarganya."
"Hanya berandai saja."
"Kalau misalkan memang ada, apa yang akan kau lakukan? Apakah kau akan mencarinya?"
Dave terdiam cukup lama, "Tidak. Maksudku, aku belum tau akan berbuat apa."
Pikiran mereka melayang ke beberapa tahun yang lalu, saat upacara pemakaman berlangsung. Tampak tidak ada satupun sanak keluarga dari kedua orang tua nya yang datang ke tempat peristirahatan kedua orang tua nya. hanya mereka berdua dan para tetangga yang senantiasa selalu ada disaat mereka kesusahan.
***