Bersama Perempuan

1597 Words
Hasna tidak pernah memikirkan Dia akan hamil lagi,  tetapi setelah berpikir panjang dan butuh waktu yang lama akhirnya Hasna bisa memutuskan. Berlari pun Hasna dari kenyataan hidup,  dia tidak akan bisa.  Semua terlihat nyata dan memang benar adanya.  Perjalanan hidupnya mendapat sedikit cobaan dari tuhan.  Entah siapa yang bisa bertahan? Lucu memang,  menjadikan sebuah kehamilan untuk membuat Surya menjadi lebih lembut seperti dulu.  Hasna tahu suaminya sangat menyayangi anak-anaknya.  Ini adalah cara yang Hasna pilih walaupun pengkhianatan sang suami masih terkesan abu-abu. Segala ketakutan yang Hasna rasakan menjadi bumerang dalam hidupnya sendiri. Dengan segala kebodohan yang terjadi,  dia membuat sebuah akun sosial media tanpa identitasnya.  Kemudian Hasna masuk ke dalam grup "Anti pelakor". Dia tidak percaya akan sampai pada tahap ini.  Bertanya di grup tersebut dengan entengnya. "Bagaimana mengetahui suami selingkuh?" Itu yang Hasna tanyakan.  Dia tidak menyangka jika pertanyaanya banyak direspon orang lain.  Ada yang menasehati nya ada yang mengkompor-komporinya dan masih banyak lagi. Larut dalam hal bodoh yang dia lakukan,  Hasna terpaksa untuk keluar dari akun sosial media tanpa identitas miliknya. Dia yang bertanya,  dia pula yang kekalutan.  Menyusun sebuah lembaran-demi lembaran untuk melihat segala perubahan sang suami.  Mencocokan satu demi satu apakah benar sang suami berkhianat? Hasna menggaruk kepalanya dengan kedua tangan.  Gatal,  pusing semuanya menjadi satu paduan menyerang dirinya. Jam di dinding sudah menunjukan pukul 11.25 siang. Dengan segala keyakinan tanpa memberitahu Surya,  Hasna akan datang ke tempat kerja sang suami. Tentu saja dia ke sana tidak melakukan aksi labrak-melabrak.  Dia ke sana hanya untuk sekedar makan siang dengan Surya. Masakan kesukaan Surya sudah dibuatnya dengan penuh cinta. Bagaimana bisa dikatakan begitu?  Jika biasanya dia masak terkesan biasa saja namun kali ini berbeda.  Setiap potongan Hasna perhatikan.  Dia membuat ayam sambal balado.  Rasanya pas dan juga bikin ketagihan. Hasna selesai memasukan makanan kesukaan suaminya di sebuah rantang minimalis.  Dia  berencana akan membawa Abian ke sana karena kebetulan Ayra sudah tidak ada di rumah. Perkuliahan sudah di mulai sehingga Ayra sudah kembali ke kosannya. Hasna mencium bau tubuhnya,  "Bau banget."Dia sedikit tertawa. Hasna langsung bergerak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.  Tidak lupa dia luluran terlebih dahulu. Meskipun anaknya sudah tiga,  tetapi menjaga tubuhnya merupakan hal nomor satu. "Ibu..." "Ibu..." Asik menikmati waktu berendam dengan air hangat.  Suara anak bungsunya membuat Hasna membuka matanya. "Ibu mandi nak," teriak Hasna di dalam kamar mandi.  Dia tahu Abian berada di dalam kamarnya.  "s**u soya lewat Bu,  Abian mau beli.  Uang jajan habis." Hasna tertawa mendengar suara Abian.  Benar-benar anaknya sekali.  "Ambil uangnya di kantong jaket Ibu yang digantung, dua ribu aja.  Jangan lebih!" "Siap komandan!" Abian mencari uang sang Ibu. Dia memang mengambil uang tukar dua ribu. Hasna tidak lagi mendengar nada cerewet dari anaknya,  dia juga sudah selesai mandi.  Setelan pakaian sederhana sudah Hasna siapkan.  Pakaian yang tidak terkesan terlalu berlawanan dengan dirinya.  Hasna menatap wajahnya di cermin,  "Siapa yang tahu kalau aku udah punya anak hehe." Dia bermonolog sendiri.  Hasna memakai varian skincare secara berurutan sesuai dengan anjuran. "Bu..., Abian tadi di sekolah dapat guru baru." Suara Abian yang terdengar ngos-ngosan. Hasna tahu bahwa sang anak berlari mengejar penjual s**u soya. "Guru apa?" tanya Hasna.  Sering sekali sekolahnya ada guru baru. "Guru bahasa." Hasna hanya mengangguk, "Ganti baju dulu,  kita mau ke tempat kerja Ayah." Mata Abian berbinar,  beberapa kali Abian sering di ajak sang Ayah ke tempat kerjanya.  Kata Abian di sana asik karena banyak orang baik.  Abian Sering mendapatkan makanan dan juga mainan. "Asyik ke tempat Ayah..." Abian kehebohan.  Dia bahkan sudah melompat di tempat tidur Hasna dan Surya. Hasna segera menegur dengan suara lembut, "Jangan lompat Nak,  nanti jatuh. Abian langsung turun.  Dia berlari ke arah kamar untuk mengganti baju sekolahnya.  Hasna selesai bersiap-siap. Dia kembali melihat pantulan dirinya di dalam kaca secara sempurna dari ujung kaki sampai ujung kepala.  Hasna memutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri untuk melihat bagaimana penampilannya.  "Pas," ujarnya. Hasna langsung menyusul Abian,  anak bungsunya jika telah semangat untuk bepergian akan mencari baju yang menurutnya bagus. "Aduh Bian,  udah Ibu lipat lo itu." Hasna menatap miris tumpukan baju yang sudah keluar dari lemari. Abian hanya nyengir tanpa bersalah, "Baju mana yang bagus ya Bu?" Hasna menggeleng,  dia kemudian menyuruh sang anak untuk duduk di tempat tidur.  Hasna memilih salah satu setelan baju dan merapikan baju yang lain untuk dimasukkan kembali ke dalam lemari.  Dia membantu Abian untuk memakai baju dan bersiap. "Dah ganteng anak Ibu," ujar Hasna sambil selesai memakainya bedak tabur. Abian mengambil sedikit minyak rambut sang Abang untuk diberikan kepada rambutnya.  Hasna hanya tertawa melihat tingkah anaknya itu. Ibu dan anak itu sudah selesai bersiap.  Ternyata sudah jam dua belas. Mereka berdua menuju ke arah tempat kerja Surya dengan menggunakan motor matic. Perjalanan memakan waktu tiga puluh menit, Hasna akhirnya sampai di tempat kerja Surya.  Bangunan besar dan juga tinggi.  Di kantor tersebut tidak ada larangan untuk pihak keluarga karyawan masuk asalkan pada jam istirahat. "Pak Abiannya ada?" tanya Hasna kepada salah satu security. "Tadi Pak Abian keluar Bu makan siang," jawab security itu.  Mereka tahu bahwa Hasna adalah istri dari manajer mereka. "Sendiri atau bareng rekan kerjanya?" "Kayaknya sendiri Bu." Hasna sedikit murung,  apa dia terlambat datang sehingga sang suami sudah makan siang di luar. "Ayah kemana Bu?" tanya Abian. "Ayah udah keluar nak, bentar Ibu telpon Ayah dulu ya." Hasna langsung menghubungi sang suami.  Tetapi tidak di angkat sama sekali. Kembali Hasna mencoba tetapi hasilnya tetap sama. Hasna memutuskan untuk pulang,  dia tidak mungkin menunggu di sana tanpa kejelasan.  Abian bahkan sudah merengek ingin bertemu Ayahnya. "Nanti aja di rumah kalau mau ketemu Ayah ya nak," ujar Hasna menenangkan.  Abian tetap merengek, meskipun begitu sang anak tidak susah untuk di bawa ke parkiran. "Ayah...!!!" Hasna kaget,  dia langsung mengedarkan pandangannya untuk melihat dimana sang suami berada. Berbeda dengan Abian yang sudah berlari ke arah Surya. Miris hati Hasna ketika melihat bahwa ada perempuan yang keluar dari mobil sang suami. Hasna menormalkan detak jantungnya. Dia tidak boleh terlihat lemah dan juga gegabah. Di seberang sana,  Surya terlihat sangat kaget dengan kehadiran sang anak. "Anak Ayah... Ke sini kok nggak bilang dulu." Abian sudah berada di dalam gendongan Surya.  Tidak lupa Surya mengusap kepala sang anak dengan sayang. Hasna rasanya ingin berteriak keras,  dia sudah menghubungi sang suami tetapi tidak di angkat sama sekali. Dibanding teriak Hasna lebih memilih untuk menampilkan wajah tersenyum. "Mas dari mana?  Maaf ya nggak ngehubungin dulu sebelum ke sini." "Eh I-iya," Surya menjadi panik sendiri. Hasna langsung mencium tangan sang suami.  "Terima kasih tumpangannya Pak,  saya masuk dulu Pak, Bu..." "I-iya sama-sama." "Karyawan baru ya Mbak?  Soalnya nggak pernah ketemu." "Udah lama kerja Bu,  cuma baru pindah divisi aja." Hasna mengangguk.  Dalam hati dia sudah mengumpat-ngumpat ingin bertanya kenapa kamu keluar dari mobil suaminya.  Namun Hasna tidak bisa melakukan itu. "Ta-tadi Mas ketemu dia di jalan,  ya udah Mas bawa aja karena tujuannya kan sama." Hasna mengerutkan keningnya.  Tumben sekali sang suami belum ditanya sudah menjelaskan. "Ya udah,  kami mau balik dulu." Hasna sudah sangat kesal.  Rasanya ingin sekali dia mencabik-cabik siapapun.  Seharusnya ada adegan makanan yang ia bawa terjatuh seperti di sinetron yang sering dia lihat.  Tetapi kenyataannya?  Dia hanya tersenyum manis. "Makan aja dulu,  udah jauh-jauh datang kan.  Abian kayaknya juga belum mau pulang." Surya memegang tangan sang istri agar tidak pulang terlebih dahulu. "Aku nggak suka ya Mas ada cewek di mobil kamu," ujar Hasna mencoba menahan dirinya. "Nanti aja bahasnya,  ada anak di sini.  Jangan mikir aneh-aneh. Aku cuma kasih tumpangan sama dia." Hasna akhirnya menurut.  Mereka masuk ke dalam tempat kerja Surya.  Beberapa orang menyapa Hasna dan Surya.  Terlihat sempurna bagi orang lain yang melihatnya.  Bagaimana tidak?  Tangan Hasna di pegang oleh Surya dan Abian berada di gendongannya. "Emang nya Mas belum makan?" tanya Hasna penuh curiga. "Belum," jawab Surya sambil membuka rantang yang dibawa istrinya. Hasna tenggelam dalam pikirannya, bagaimana mungkin sang suami keluar tetapi tidak makan. Lantas kemana dia? "Abian anak Ayah... ayo kita makan dulu." Abian yang berlari ke sana ke sini langsung mendekat ke arah Ayahnya. "Biar Ayah suapin," ujar Surya lagi. Hasna membantu sang suami untuk membuka kancing lengan kemeja supaya bisa di lipat ke atas. Surya menyuapi sang anak, sesekali juga tangannya mengarah ke mulut Hasna. "Aku bakal sering bawa makan siang Mas, " kata Hasna. Dia sudah menelan makanan yang berada di mulutnya. "Nggak usah!" Reflex Surya menjawab dengan nada tinggi, sadar dengan apa yang dia lakukan kemudian Surya minta maaf. "Maksud Mas tu kenapa jawab nggak usah ya nanti Hasna kelelahan. Jarak dari rumah ke sini kan jauh." Hasna memperhatikan ekspresi dari sang suami yang terlihat sangat mencurigakan. "Apa Mas sering makan sama perempuan tadi?" Surya langsung menghentikan makannya. Dia menyuruh Abian untuk keluar sebentar, tidak lupa dia memberikan uang jajan kepada sang anak. "Kamu nggak bisa ya bahas beginian nggak di depan anak? Mikir dulu baru bicara." Hasna menatap sang suami, "Oke aku salah Mas karena bahas ini di depan anak. Ta-tapi aku nggak bisa tenang kalau nggak dapat jawaban langsung dari kamu Mas." Surya menghela nafas panjang. Dia membuka kancing kemeja bagian atas karena kegerahan. Padahal AC berfungsi dengan baik di dalam ruangan tersebut. "Aku udah bilang kan, aku cuma kasih tumpangan sama perempuan tadi. Kalau kamu masih nggak percaya, aku bakal bawa perempuan itu ke sini biar kamu bisa tanya sepuasnya. Kamu kenapa akhir-akhir ini nuduh aku selingkuh lah, inilah, itulah? Aku capek Hasna.... " Surya mencengkram kuat rambutnya sendiri karena berusaha menahan emosi. "Silahkan kalau kamu mau bawa makan siang ke sini, jika nanti kamu kenapa-kenapa jangan pernah ngeluh apalagi nyalahin aku. Ngerti kamu?" Hasna hanya bisa diam. Dia tidak berani berbicara lagi. *Tap Love dan komennya mbak-mbak sayang.  Terima kasih hehe*
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD