Melihat Ayah

1067 Words
Dengan wajah lelah,  Hasna masuk ke dalam rumah setelah menghabiskan waktu di luar bersama Ayra dan Abian.  Hasna melihat rumahnya yang begitu sepi padahal matahari sebentar lagi akan terbenam.  Dia langsung mengarahkan langkah kakinya di kamar anak keduanya.  Hasna sangat lupa jika dia tidak meninggalkan makanan sedikitpun di rumah. Ada rasa bersalah dalam dirinya,  walaupun semua yang dia lakukan atas perintah dari sang suami untuk tidak memberi makan Agra sampai dia minta maaf. "Agra..." panggil Hasna. Pintu kamar terkunci.  Hasna tambah khawatir.  "Nak,  kamu di dalam?" Masih tidak ada jawaban,  Hasna langsung mencari kunci cadangan di dalam kamarnya. "Kenapa Bu?" tanya Arya yang melihat sang Ibu tergesa-gesa. "Adik kamu," jawab Hasna seadanya.  Dia akhirnya menemukan kunci cadangan tersebut dan langsung membuka kamar Agra. Hasna hanya melihat kamar tersebut rapi.  Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Dia langsung menghubungi nomor Agra tetapi dia ada jawaban. Hasna sangat khawatir,  seharusnya dia tidak membawa Ayra dan Abian keluar. Hasna tergesa-gesa mengambil jaket dan kunci motor.  Agra keluar tanpa membawa motornya. "Ibu mau kemana?" tanya Ayra kebingungan. "Cari Agra,  kamu di rumah jaga Abian ya.  Ibu nggak tahu Ayah pulang jam berapa." Ayra mendengus kesal,  selalu saja Agra mencari masalah. "Agra udah besar Bu,  dia nggak perlu dicari.  Nanti bakal pulang sendiri." "Pokoknya Ayra di rumah jaga Abian ya,  kalau Agra udah pulang kabarin Ibu." Ayra hanya mengangguk pasrah.  Dia merasa rumahnya berbeda seiring berjalannya waktu dan bertambahnya umur satu sama lain. Ayra juga mencoba menghubungi Agra,  barangkali anak keras kepala itu mengangkat panggilannya. Hasna mencari ke sana ke sini.  Dia juga bertanya kepada penjaga perumahan. "Siang tadi Agra keluar jalan kaki Bu." Jawaban penjaga perumahan cukup memberi Hasna informasi.  Anak keduanya sudah keluar sejak siang tadi. Hasna menghentikan laju kendaraannya.  Dia melihat panggilan dari Agra. "Halo,  kamu dimana nak?" "Maaf bu,  aku lagi duduk di supermarket jalan sudirman.  Ibu udah pulang?" "Ibu kesana sekarang." "Nggak us-" Tut tut tut Hasna mematikan panggilan tersebut,  dia langsung menuju ke supermarket yang berada di jalan sudirman.  Jarak dari rumah jika menggunakan motor sekitar 35 menit. Hasna melihat Agra duduk,  dengan sampai mie di depannya.  Miris sekali. Hasna sudah sangat keterlaluan karena membiarkan anaknya memakan mie. Hasna langsung menghampiri Agra dan memukulnya pelan. "Minta maaf sama Ayah apa salahnya Nak?  Lihat ni kan makan di luar.  Ya tuhan.  Naik apa tadi ke sini?" Hasna langsung menghujani Agra dengan pertanyaan-pertanyaan. "Ibu pulang sama Ayah tadikan?" Bukannya menjawab,  Agra malah baik bertanya dan pertanyaan itu tidak nyambung sekali dengan kekhawatiran Hasna. "Ibu nanya,  malah kamu balik nanya." Agra menyengir,  "Aku ke sini naik gojek bu. Ibu pulang sama Ayahkan?" Hasna bernapas lega,  tidak mungkin juga Agra yang pintar akan kesini dengan berjalan kaki. "Ayah katanya ada urusan di kantor,  pas siang udah pergi duluan.  Ibu,  Kakak sama Adik naik gocar tadi. Agra sejenak diam,  wajahnya sedikit murung mendengar jawaban sang Ibu. “Kenapa tanya begitu? " "Hahaha,  nggak apa-apa kok Bu." Agra langsung merubah ekspresi wajahnya jadi tertawa.  Tawa yang membuat tanda tanya besar bagi Hasna. Hasna menemani sang anak sebentar di sana.  Dia juga menawarkan apakah Agra ingin berbelanja makanan lagi atau tidak. "Enggak udah deh Bu,  udah kenyang juga." Ponsel Hasna berbunyi,  dia melihat ternyata sang suami menghubunginya. "Siapa?" tanya Agra.  "Ayah kamu." "Iya halo Mas..." "Udah pulang?" "Udah kok,  Mas kapan pulang? Gimana masalah kantor?" "Bagus kalau gitu. Belum tahu pulang kapan,  soalnya masalah di kantor belum kelar. " "Ya udah Mas,  gimana kalau makan malam di anterin aja nanti?" "Ah nggak usah Hasna,  nggak usah.  Nanti Mas makan malam sama rekan kerja. Nggak usah ya." "Emang berapa orang di kantor?" "Banyak." "Kok sepi Mas?" "Mereka pada sibuk sama tugas masing-masing makanya sepi,  ya udah ya jaga anak-anak.  Mas kerjain ini dulu." "Iya Mas." Panggilan terputus. Hasna tidak mau ambil pusing. "Kenapa Bu?" tanya Agra penasaran. "Ayah katanya pulang telat soalnya ada masalah di kantor." "Lucu ih,  setiap weekend ada masalah hahaha." Agra tertawa dengan begitu nyaring. "Ya mau gimana lagi nak,  namanya juga pekerjaan. Ya kapan aja masalah bisa datang." Agra mengeratkan genggamannya pada kaleng minuman sampai kaleng tersebut menjadi remuk. "Bu..." "Iya kenapa?" "Kalau Agra bilang tadi lihat Ayah makan di cafe samping itu sama perempuan gimana?" Hasna langsung menatap anaknya, "Ma-maksud Agra gimana?" "Tadi Agra liat Ayah makan di sana sama perempuan." Di samping supermarket memang ada sebuah cafe minimalis yang cocok dijadikan tempat makan bersama teman-teman atau pasangan. "Agra salah liat kali,  Ayah di kantor kok." Hasna sedikit tertawa untuk menghilangkan keresahan di hatinya "Haha iya kali Bu,  banyak kan yang mobilnya sama kayak Ayah." "Nah iya Nak,  ada-ada aja kamu.  Ayo pulang,  nanti Ayra sama Abian nyariin kita lagi." Agra setuju,  dia menggandeng tangan Ibunya seperti anak kecil.  Mereka memutuskan untuk pulang ke rumah. Menghilangkan segala rasa keresahan dan kegelisahan di dalam hati. "Gimana kalau kita lewat kantor Ayah? Sekalian jalan-jalan lo Bu hehe." "Ada-ada aja kamu, kita cuma punya helm satu Gra." Agra tersenyum, "Ibu tenang aja, kalau udah sore gini polisi nggak ada hehe." Mereka akhirnya memutuskan untuk berjalan-jalan dengan melewati kantor Surya. Awalnya Hasna ingin berhenti untuk mengecek keadaan sang suami, namun Agra melarang karena hari sudah mau maghrib. Agra menatap kantor sang Ayah seperti tidak berpenghuni, sepi dan tidak ada kendaraan yang biasanya parkir di depan kantor. Hanya ada penjaga kantor saja di sana. "Ibu melamun?" tanya Agra. Meskipun sang Ibu duduk di belakang Agra, tetapi Dia tahu bahwa sang Ibu melamun dari kaca spion motor. Biasanya jika mereka sedang berada pada motor yang sama, Hasna akan antusias bercerita kepada Agra. Hasna akan bercerita tentang masa-masa dia bekerja dahulu dan tentang keinginannya yang ingin melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Hasna sangat ingin anak-anaknya melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena dia dulu tidak bisa untuk itu. Kekurangan ekonomi yang menjadikan Hasna tidak dapat melanjutkan pendidikannya. Dia terpaksa harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan keluarga. "Enggak kok Nak, Ibu cuma ngantuk aja hehe." Hasna menguap. Dia memang kelelahan, tapi keterdiaman dia bukan hanya karena ngantuk. "Jangan tidur lo ya Bu," ujar Agra. Mengantuk saat berkendaraan sepeda motor tentu saja akan sangat berbahaya. "Iya lo Nak, fokus ke jalan aja. Bentar lagi maghrib." Agra fokus ke jalanan, Hasna masih terdiam. Pikiran dia berkelana dimana-mana. Perjalanan hanya memakan waktu tiga puluh menit karena Agra mencari jalan tikus agar cepat sampai ke rumah. Seperti biasa, rumah kembali ramai dengan tingkah Abian ataupun Ayra yang sangat cerewet walaupun tanpa Surya. Sedangkan Agra memilih untuk masuk ke dalam kamar.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD