Senyum Hasna

1029 Words
Mata Hasna tidak bisa terpejam. Dia memikirkan kemana suaminya pergi. Sesakit sakitnya hati Hasna, namun rasa khawatir tidak bisa disembunyikan. Hasna Sudah mencoba menghubungi perusahaan tempat Surya bekerja, ternyata sang suami tidak masuk bekerja hari ini. Pandangan Hasna tertuju ke langit-langit kamar. Dia sudah berusaha untuk memejamkan mata namun malah pusing melanda kepalanya. Tentu saja itu karena efek menangis terlalu lama, kemudian banyak pikiran serta sudah jam 3 dini hari tetapi dia masih belum juga tidur. Mata Hasna tidak bisa terpejam sampai matahari menampakkan dirinya. Hasna langsung bangkit dari ranjang meskipun jalannya masih sempoyongan. Dia segera beranjak ke dapur, meskipun perasaannya tidak baik-baik saja. Dia harus segera mengisi perut karena anak dalam kandungannya juga butuh nutrisi. Hasna rasanya tidak bisa memasak karena tubuhnya sangat lemah sekali. Rambut berantakan, mata sembab dan juga membengkak serta energi di dalam tubuh juga tidak seperti biasanya. Hasna mengambil beberapa buah di dalam kulkas, Dia lantas memakannya dengan pandangan kosong. Suara gaduh memecahkan lamunan Hasna, suara itu berasal dari kamar anak kedua dan ketiga. Hasna segera menuju ke sana, bisa saja mereka bertengkar hebat padahal tidak pernah sebelumnya. Sebelum muncul di depan anak-anaknya, Hasna lebih dulu memperhatikan tampilan nya. Tentu saja dia tidak mau membuat anak-anaknya khawatir. "Kenapa pagi-pagi udah ribut?" tanya Hasna sembari memperhatikan kedua anaknya yang tengah berebut untuk masuk ke dalam kamar mandi. Hasna hanya bisa geleng-geleng kepala, apalagi melihat Agra yang tidak bisa mengalah pada adiknya sendiri. "Agra udah terlambat Bu," ujar Agra buru-buru. "Abian juga terlambat," ujar Abian juga tidak mau mengalah. "Mandi di kamar Ibu aja sana," ujar Hasna agar masalah cepat selesai. "Sana kamu yang mandi di kamar Ibu," suruh Agra sambil mendorong pelan tubuh adiknya. Abian menatap wajah abangnya dengan sedikit kesal. Dia segera berlari ke kamar Hasna dan Surya, tidak lupa dia juga membawa handuk. "Ngalah atuh Gra, sama adiknya juga!" "Agra udah terlambat banget Bu, apalagi sekarang ujian try out." "Ya udah mandi sana, Ibu nggak masak makan roti aja nggak apa-apa ya?" Agra menggeleng, dia juga tidak akan sempat untuk makan.  Dia langsung masuk ke dalam kamar mandi. Hasna paham pasti anaknya itu sangat kurang tidur, apalagi semalam Agra baru masuk kamar pada pukul setengah tiga dini hari. Hasna memijat kepalanya sebentar, setidaknya rasa pusingnya bisa sedikit berkurang. Dia langsung saja mempersiapkan setelan pakaian sekolah anak-anaknya. Setelah selesai, Hasna menyiapkan roti selai sederhana yang memang di sediakan oleh Hasna ketika terlambat masak atau sedang tidak enak makan. "Duduk dulu Gra," seru Hasna ketika melihat anak keduanya keluar dari kamar. "Enggak bisa Bu, udah telat banget ini. Agra pamit ya," ujar Agra. Dia mengambil satu potong roti dan menyalami sang Ibu. "Naik apa? motor kamu kan bensinnya habis!" balas Hasna ketika mengingat semalam anaknya mendorong motornya untuk pulang ke rumah karena kehabisan bensin. "Di jemput teman kok Bu, pergi dulu Bu Assalamu'alaikum." Hasna menjawab salam anaknya. Dia seperti teringat sesuatu, ya tentu saja anak ketiganya yang belum keluar dari kamar mandi kamarnya. Hasna segera menyusul untuk melihat anaknya itu, kebiasaan Abian memang berlama-lama di kamar mandi. Pantas saja Agra sering ngomel-ngomel tidak jelas jika sang adik lebih dulu masuk ke kamar mandi. Hasna membuka pintu dengan sedikit kaget, ternyata di dalam kamar mandi tidak hanya Abian sendiri. Apalagi suara heboh dan juga canda terdengar dari luar kamar mandi. Hasna menerka-nerka siapakah itu. Namun rasa penasarannya langsung terjawab ketika melihat kunci mobil dan juga jaket berada di atas meja kamar. Hasna tidak tahu jika Surya sudah pulang ke rumah. Mungkin saat Hasna berada di dalam kamar anaknya. Sebenarnya Hasna sedikit lega karena Surya sudah pulang ke rumah, namun dia juga merasakan takut jika sang suami tetap kekeh untuk tidak menerima anak dari kandungannya. Hasna belum menyiapkan mental yang kuat berhadapan dengan sang suami, tetapi keadaan tidak berpihak kepadanya. Surya sambil memegang tangan anaknya keluar dari kamar mandi. "Tolong Ambilin baju Abian dong Bu!" Hasna langsung tersadar dari keterkejutannya. Itu bukan suara Abian melainkan suara sang suami. Hasna langsung mengambil pakaian setelan sekolah sang anak dengan buru-buru. Dia masih merasa antara mimpi dan atau kenyataan. Terlalu sulit untuk diterima sebenarnya. "Ini Mas," cicit Hasna pelan. Surya menyuruhnya untuk meletakkan di ranjang mereka. Surya membantu sang anak untuk memakai baju sekolah. Meskipun sudah jam tujuh lewat, Surya tidak terkesan buru-buru. "Tadi Ayah udah hubungi guru Abian, jadi nanti naik sepedanya jangan buru-buru ya," ujar Surya lembut. Hasna tidak heran, karena memang sang suami sangat baik kepada anak-anaknya. Berbeda jika kepada dirinya yang tidak menentu belakangan ini. "Siap komandan," ujar antusias Abian. "Jajannya Ayah tambahin ya, nanti pas istirahat pertama langsung beli makan soalnya Ibu nggak masak jadi Abian nggak bisa sarapan. Abian makan roti aja dulu untuk ganjal perutnya." Hasna tidak tahu dari mana Surya tahu jika dia tidak masak dan hanya menyediakan roti saja. Abian mengangguk paham, dia segera berangkat ke sekolah setelah memakan satu buah roti yang sudah disiapkan oleh sang Ibu. Keheningan kembali terjadi ketika di rumah hanya ada Surya dan Hasna. "Maaf Mas, aku nggak masak pagi ini," seru Hasna memecahkan keheningan. Dia hanya menunduk karena tidak berani melihat ke arah sang suami. "Iya enggak apa-apa," balas Surya. Dia membuka kantong plastik berwarna hitam. "Ini," Surya menyerahkan dua kotak s**u kepada Hasna. Kaget, syok dan juga terdiam. Hasna benar-benar kaget luar biasa ketika dua kotak s**u itu ada di hadapannya. "Mas nggak tahu mana yang cocok karena pas hamil Agra dan Abian rasa susunya beda-beda. Makanya Mas beli dua dengan rasa yang berbeda," jelas Surya untuk menghilangkan rasa ketidaktahuan sang istri. "Mas udah nggak marah lagi?" "Mas minta maaf, Mas cuma syok karena umur kita nggak muda lagi. Takut terjadi apa-apa kalau Hasna hamil." Beban besar yang menghantam Hasna sudah pecah menjadi butiran debu yang tidak bersisa lagi. Hasna tersenyum dengan mata berkaca-kaca. "Iya Mas nggak apa-apa, Maaf juga nggak diskusi dulu sama Mas soal ini." "Anak-anak udah tahu?" "Agra sama Ayra udah tahu, cuma bingung mau kasih tahu sama Abian," jawab Hasna sambil menyengir. Surya menarik tangan sang istri untuk lebih dekat dengannya. Mendekap dengan erat seraya mengusap rambut Hasna yang masih berantakan. "Tadi Mas udah kasih tahu Abian, dan dia juga senang kalau punya adik lagi. Yang penting jaga kesehatan dan jangan banyak pikiran." Hasna tersenyum mendengarkan apa yang Surya katakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD