Dua

1105 Words
Disaat kebanyakan orang bangun dipagi hari untuk memulai aktifitas mereka, tidak begitu dengan Arimbi. Gadis cantik pemilik rambut panjang hitam legam itu, baru terbangun dari tidurnya saat matahari sudah berdiri cukup tinggi. Gadis itu perlu mengusap matanya berkali-kali agar penglihatannya yang kabur dapat kembali melihat dengan jelas. Walau mulutnya masih sesekali menguap, gadis itu tau dia harus segera terbangun. Waktu sudah sangat siang, dia tidak boleh kembali melanjutkan tidurnya. "Kak bibi, ayo bangun!! Bukankah hari ini loe harus pergi ke rumah pintar." Amel berusaha membangunkan Arimbi yang masih ada di balik selimut. Amel adalah salah satu teman yang tinggal di unit apartemen yang sama dengan Arimbi. Sudah lima tahun terakhir mereka kenal dan menjadi sangat dekat. Tempat yang dijadikan mereka bernaung itu, merupakan sebuah Unit apartemen yang tidak terlalu besar, tetapi cukup nyaman untuk sekedar melepas lelah, bernaung dari hujan dan panas. "Iya," jawab Arimbi parau khas orang yang baru saja terbangun dari tidur. Hari ini hari senin, merupakan hari libur bagi Arimbi. Di hari liburnya itu-lah Arimbi biasa mengisi waktu dengan berkegiatan di rumah pintar. Rumah pintar adalah sebutan untuk tempat yang letaknya dipinggiran kawasan kumuh, biasa dijadikan sebagai wadah belanjar bagi anak-anak pemulung yang putus sekolah. Rumah pintar didirikan oleh mas Farhan, seorang guru muda yang hatinya tergerak untuk memberikan pengajaran pada anak-anak putus sekolah dan Arimbi adalah salah satu relawan yang ikut membantu mas Farhan, selain Arimbi masih ada beberapa teman relawan lain yang ikut membantu. Arimbi memang tidak memiliki riwayat pendidikan yang cukup tinggi. Gadis itu hanya pernah mengenyam pendidikan sampai tingkat menengah Atas. Dia tidak memiliki basic pengajaran sama sekali tetapi Arimbi merupakan orang yang bisa membawa suasana. Dia bisa membuat ruangan belajar menjadi hidup. Banyak anak-anak yang selalu menanti kedatangan Arimbi yang hanya satu minggu sekali itu. Keikutsertaan Arimbi dalam kegiatan rumah pintar juga bukalah hal yang disengaja. Pertemuannya dengan mas Farhan membawanya kedalam kegiatan yang telah membuatnya jatuh cinta. Hanya saat bersama anak-anak itulah dia merasa hidupnya memiliki arti. Gadis cantik itu akan sangat berbeda jika sudah berhadapan dengan anak-anak. Saat itu, Arimbi sedang mengisi waktu liburnya dengan berjalan-jalan sore di pinggiran danau kota. Hingga mata Arimbi tertarik pada dua anak perempuan dengan pakaian yang terlihat lusuh sedang memperebutkan suatu bingkisan yang entah apa itu isinya. Akhirnya Arimbi mendekati kedua gadis itu, mencoba mencari tahu apa yang menjadi penyebab pertengkaran diantara keduanya. "Hei, sayang, kenapa kalian saling berebut? Memang apa isi bingkisan yang kamu pegang ini? Bukankah lebih baik jika kalian saling berbagi." Tegur Arimbi dengan lembut, coba menghentikan pertengkaran diantara kedua anak perempuan berumur tujuh tahunan tersebut. Jika sedang berhadapan dengan manusia dewasa biasanya Arimbi selalu prontal dan ketus, tidak begitu jika dia berhadapan dengan anak-anak. Arimbi selalu merasa luluh jika melihat anak-anak, seolah melihat dirinya dimasa kecil. Kedua anak perempuan tersebut terdiam saat Arimbi menegur mereka. Keduanya kompak mengarahkan pandangan kepada gadis cantik didepan mereka itu. "Ini punya aku, kak. Tadi aku dikasih sama mas Farhan." Ucap salah satu anak yang memakai kaos berwarna merah membela diri. "Mas Farhan? Siapa juga itu mas Farhan?" bisik Arimbi dalam hati. "Tetapi aku juga mau, kak. Aku hanya minta satu saja tapi dia tidak mau memberi." Jawab anak satunya. Saat Arimbi lihat, dalam bingkisan itu terdapat beberapa makanan ringan dan juga alat-alat tulis yang cukup lengkap. Belum sempat Arimbi bertindak untuk menyeselaikan masalah diantara kedua anak perempuan itu, datang laki-laki tinggi, berkacamata menghampiri mereka dengan membawa bingkisan yang sama persis seperti bingkisan yang sedang anak-anak itu perebutkan. Laki-laki itu terlihat seperti habis berlari untuk menghampiri mereka bertiga. "Adek, jangan pada berebut yah! Ini mas Farhan bawain lagi." Ucap laki-laki itu dengan nafas yang tak beraturan, seraya mengulurkan bingkisan yang ada ditangannya. "Mulai besok jangan lupa datang ke rumah pintar yah!" Lanjutnya dengan senyum yang terlihat sangat manis. "Baik, Mas Farhan." Sahut kedua anak perempuan itu bersamaan. Dari situlah akhirnya Arimbi mengenal Mas Farhan dan mengetahui tentang 'Rumah pintar' dan mulai terlibat didalamnya. mas Farhan menawarkan Arimbi untuk bergabung bersama dia dan kawan-kawan lainnya. . . . . Arimbi telah siap untuk pergi. Cukup lama dia berdiri didepan cermin besar yang ada dihadapannya. Dilihatnya berkali-kali, memastikan pakaian yang ia kenakan terlihat pas. Kemeja tangan panjang berwarna softpink dengan celana jeans ketat berwarna biru laut terlihat sangat cocok ditubuh Arimbi yang tinggi semampai. Rambut panjang hitam legam bergelombangnya kali ini ia coba ikat tinggi kuncir kuda kebelakang dengan menyisakan anak rambut yang sedikit tak beraturan di depan. Penampilannya sudah nampak sempurna untuk menjalankan kegiatannya hari ini. Diraihnya tas gendong berukuran kecil untuk melengkapi penampilannya. "Mel, gue berangkat dulu yah." Teriak Arimbi pamit pada Amel sebelum melangkahkan kaki keluar rumah. "Iya," sahut Amel dari dalam kamar kecil. Gadis itu mengayunkan langkah kakinya keluar rumah dengan menggunakan Flatshoes kesayangannya. Arimbi berjalan menyusuri koridor lantai apartemennya dengan melewati beberapa pintu unit apartemen lainnya yang berjajar. Suasana cukup sepi, orang-orang sibuk dengan urusannya masih-masih di unitnya, bahkan bertegur sapa jika berpapasan pun terbilang jarak. Hanya satu dua orang yang melakukannya. Tidak butuh waktu lama bagi Arimbi keluar dari gedung karena unit apartemen hanya ada dilantai tiga. Ia menuju jalan raya untuk menuju pemberhentian bus. Siang itu matahari bersinar cukup terik, Arimbi menunggu bus yang akan membawanya ke tempat tujuan dibawah kanopi halte yang cukup menjaganya dari panasnya matahari. Sebenarnya Arimbi memiliki kendaraan pribadi yang sering ia gunakan untuk berpergian, tetapi hanya saat pergi ke Rumah Pintar-lah ia memilih untuk menggunakan Bus kota. Keadaan jalan terlihat cukup sepi, hanya ada beberapa orang yang lalu lalang berjalan dengan tujuannya masih-masih. Saat itu di halte bus hanya ada Arimbi dan dua orang lainnya yang duduk di tempat duduk halte. Posisi Arimbi yang berdiri membuatnya dengan leluasa melihat dan memperhatikan keadaan sekitar. Arimbi yang saat itu sedang menoleh ke arah kanan, melihat dari kejauhan ada dua orang laki-laki yang saling berkejaran. Nampak laki-laki di depannya terlihat sangat terburu-buru sedangkan laki-laki dibelakangnya dengan jarak yang cukup jauh terus berusaha berlari mengejar. Arimbi awalnya berdiri bersandar pada tiang halte, seketika merubah posisi tubuhnya menjadi berdiri siap, seolah mengambil ancang-ancang untuk sesuatu. Kedua laki-laki itu pun berlari semakin mendekat. Diikuti dengan teriakan dari laki-laki yang berlari tertinggal jauh dibelakang. "COPEEEEETTTT!!!!!" Teriak laki-laki dibelakang sambil membulatkan kedua bola matanya, seolah memberi kode kepada Arimbi. Tanpa pikir panjang dan tanpa ragu, begitu laki-laki yang berlari didepan tepat ada didepan Arimbi. Gadis bermata coklat itu menghalau lari laki-laki itu, dengan menengkas langkah kakinya. Seketika laki-laki yang sedang berlari dengan kecepatan tinggi itu pun jatuh terjungkal di depan Arimbi karena hilang keseimbangan. Posisi ketika laki-laki itu jatuh cukup parah sehingga membuatnya tidak bisa lagi untuk langsung berdiri dan kembali berlari. Orang-orang disekitaran Arimbi pun dengan sigap dan cepat langsung meringkus laki-laki yang merupakan seorang copet itu.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD