Bab 10. (7 Malaikat Kematian)

1045 Words
Malam pun semakin melarut, purnama terlihat semakin bersinar terang di langit gugusan pulau kecil, yang bernama Kepulauan Kematian. Yang indah sekaligus dipenuhi oleh misteri, yang tak mampu diungkap oleh siapa pun. Gugusan kepulauan kecil itu, seolah kepulauan yang berada di dunia lainnya saja. Karena hanya ada kehampaan tanpa batas di tempat itu. Hanya di kelilingi oleh lautan tanpa batas, yang seakan mengurung Kepulauan kecil itu dari segala arah. Terlihat suasana Pulau Hitam, sebagai pulau terbesar dari 7 gugus pulau kecil itu. Sudah benar-benar sepi. Karena seluruh pemenang kuis itu sudah terlelap di peraduannya masing-masing. Untuk merangkai mimpinya, sendiri-sendiri. Namun tampak di puncak bukit, di Pulau Hitam. Pada ketinggian 150 meter di atas permukaan laut. Terlihat 7 manusia bertopeng tengkorak, dengan warna sesuai dengan jubah bertudung yang mereka pakai. Hitam, merah, kuning, hijau, biru, cokelat dan putih.  Mereka bertujuh berdiri di atas puncak Bukit itu. Di atas batu, yang seakan membentuk formasi dari gugusan pulau kecil itu.  Manusia berjubah hitam dan bertopeng tengkorak hitam, berdiri pada batu yang paling tinggi yang berada di tengah formasi itu. Di sebelah kanannya, berdiri di atas batu yang lebih rendah, manusia berjubah merah dengan bertopeng tengkorak merah. Di sebelah kirinya, berdiri di atas sebuah batu, manusia berjubah kuning dengan bertopeng tengkorak kuning. Sedangkan 4 batu yang mengelilingi 3 orang itu. Sedang diinjak oleh manusia berjubah hijau dengan bertopeng tengkorak hijau, manusia berjubah biru dengan bertopeng tengkorak biru, manusia berjubah cokelat dengan bertopeng tengkorak cokelat dan manusia berjubah putih dengan bertopeng putih.        Topeng-topeng tengkorak berwarna-warni itu. Terbuat dari karet, dengan ikat melingkari kepala melalui telinga mereka. Yang dapat ditarik ke atas untuk membukanya, tanpa harus membuka pengikat dari topeng itu.  Hanya terlihat mata, lubang hidung dan mulut mereka, dari dalam topeng itu. Sedangkan jubah mereka yang berbeda warna, sesuai dengan topeng tengkorak yang mereka kenakan. Memiliki tudung, yang mereka kenakan di kepala mereka untuk menutupi rambut mereka, sebagai penyempurna penutupan identitas asli mereka.  Jubah bagian depan itu bermotif tengkorak, sedangkan bagian belakang jubah itu bermotif sabit panjang. Yang berdiri secara vertikal, dan berwarna merah darah. Selain memakai jubah dan topeng tengkorak, tangan mereka pun memakai sarung tangan yang terbuat dari katun, berwarna sesuai dengan jubah yang mereka kenakan. Sedangkan kaki mereka memakai sepatu, seperti sepatu boot, yang terbuat dari karet, dengan warna sesuai, dengan warna jubah yang mereka kenakan masing-masing. Dengan kostum seperti itu. Mereka bertujuh, seakan sedang syuting film thriller saja. Yang siap untuk membunuh korbannya dengan s***s dan dingin. Tanpa perasaan sama sekali.       Mereka bertujuh terlihat masih saja terdiam, tanpa saling berinteraksi satu sama lainnya sama sekali. Mereka bertujuh seakan sedang menyerap energi Bulan purnama, dari atas puncak bukit di Pulau Hitam.  Angin malam pun seakan merestui tindakan mereka itu. Tindakan yang terlihat mistis. Angin malam tampak menggoyang-goyangkan ujung jubah yang mereka kenakan, hingga berumbai-rumbai tertiup oleh angin laut. Sunyi, mereka bertujuh tetap saja saling terdiam. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka. Yang seakan ingin fokus dengan keheningan malam.       Setelah lama tak ada suara sedikit pun, dari mereka bertujuh. Yang seakan ingin menyatu dengan keheningan malam. Akhirnya Manusia Berjubah Hitam dan bertopeng hitam angkat bicara untuk memecahkan keheningan malam di puncak Bukit Hitam. Sepertinya dirinyalah Pimpinan dari kelompok itu. Kelompok yang tak jelas asal usulnya sama sekali. Dengan tujuan tak jelas pula.       "7 Malaikat Kematian, akhirnya berkumpul kembali. Di atas Puncak Bukit Hitam ini. Setelah 5 tahun kita tidak berkumpul seperti ini, di pulau ini ...," ujarnya membuka percakapan di antara mereka, menyebut kelompok mereka sebagai 7 Malaikat Kematian.        Sosok berkostum hitam dan memakai topeng tengkorak hitam itu. Adalah Malaikat Hitam, yang biasa dipanggil dengan sebutan Pimpinan oleh mereka. Karena memang dia lah pimpinan dari kelompok itu. Kesunyian pun buyar seketika itu juga.       "Sudah 5 tahun ya? kita tidak menikmati kematian korban kita, di pulau ini ...," sambung orang dengan kostum merah, yang biasa di panggil Malaikat Merah. Dan merupakan wakil pimpinan dari kelompok itu.       "Ya, hingga Malaikat Putih pun, sudah digantikan oleh anggota baru. Karena yang lama sudah mati ...," sambung sosok dengan kostum kuning, dan biasa dipanggil Malaikat Kuning di dalam kelompok itu. Setelah ucapan dari Malaikat Merah.       "Oh, jadi dia anggota barunya? Apakah dirinya akan setia dengan kelompok kita, tidak seperti pendahulunya?" tanya Malaikat Merah. Dengan nada sinis kepada sosok berjubah dan bertopeng tengkorak putih. Yang terlihat tetap tenang-tenang saja. Walaupun mendapat sindiran seperti itu.       "Tenang saja, Merah .... Aku sendiri yang sudah melatihnya tentang segala hal. Termasuk tentang ideologi yang kita anut, dan tentu saja dirinya, akan lebih setia. Daripada Malaikat Putih sebelumnya ...," timpal Malaikat Hitam, memberi jawaban atas pertanyaan itu.  Hingga Malaikat Putih pun tak perlu menjawab ucapan Malaikat Merah, yang meragukan tentang kesetian kepada kelompoknya itu. Hanya hatinya saja yang berbicara di dalam kalbunya.       "Orang itu, sepertinya ingin mencari gara-gara dengan diriku. Tapi sebagai junior di dalam kelompok ini. Lebih baik aku mengalah saja," kata Malaikat Putih di dalam hatinya. Dengan tatapan mata terfokus ke arah Bulan purnama, yang tengah bersinar dengan terangnya di langit tanpa batas.       "Walaupun aku masih meragu. Tapi sepertinya, mau tak mau. Aku harus mempercayainya, kalau Pimpinan sendiri yang melatih dirinya," kata Malaikat Merah, dengan nada sinis. Seolah belum mempercayai jawaban dari Malaikat Hitam. "Sepertinya kau belum mempercayai aku?" tanya Malaikat Hitam kepada Malaikat Merah. "Aku bilang mau tak mau, aku harus mempercayaimu," jawab Malaikat Merah dengan ketusnya. "Tapi kenapa kau berkata seperti itu?" tanya Malaikat Hitam dengan penuh selidik kepada anak buah kepercayaannya itu. "Instingku yang mengatakannya," sahut Malaikat Merah dengan lantangnya. "Insting?" gumam Pimpinan 7 Malaikat Kematian. Seakan sedang berbicara sendiri. "Ya, aku yakin dirinya akan membawa masalah bagi kita-" perkataan Malaikat Merah itu dipotong oleh Malaikat Cokelat. Yang berusaha mengakhiri perdebatan di antara mereka berdua. "Sudahlah, kalian jangan berdebat. Lebih baik kita, membahas. Apa yang ingin kita lakukan sekarang," ujar Malaikat Cokelat.  "Cokelat benar," ucap Malaikat Hitam, yang membuat Malaikat Merah tak berniat untung melanjutkan perdebatan itu. "Dasar Cokelat, hanya ikut campur saja," ujar Malaikat Merah di dalam hatinya, dengan penuh kekesalannya. Keheningan pun kembali tercipta di antara mereka. Yang kini ditemani oleh desiran angin yang semakin kencang saja. Seakan ingin menemani 7 Malaikat Kematian dipertemuan perdana mereka, setelah mereka tak berjumpa selama 5 tahun lama. Walaupun ada anggota baru, Malaikat Putih. Yang menggantikan Malaikat Putih sebelumnya. Yang mati, dibunuh oleh Malaikat Hitam secara tak langsung. Karena mengkhianati 7 Malaikat Kematian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD