Bab 29. (Semakin Tak Terduga)

1209 Words
Mario alias Malaikat Biru cadangan terus terdiam dan terdiam. Bersama semilirnya angin. Hingga akhirnya ia pun berbicara kembali. "Mungkin 4 tahun yang lalu. Saat aku masih seusia mu. Aku diajak oleh sepupuku, ke pulau ini. Sepupuku itu bernama Marco. Fisik kami nyaris serupa, hingga kami berdua sering dianggap kembar. Bedanya profesi kami, aku bekerja di dunia hiburan dan dia di dunia mafia. Dia mengajakku ke pulau ini, dengan merayuku. Untuk latihan sebagai seorang psikopat. Aku pun tertarik dan menemui Pimpinan. Marco minta aku dijadikan bayangannya. Hingga jika ia sibuk, aku akan menggantikannya," tutur Mario dengan panjang lebarnya, lalu tersenyum kecut. "Jadi hanya aku yang tak tahu akan hal ini?" tanya Malaikat Putih dengan penuh selidik kepada Mario. "Yang tahu selain Marco. Hanyalah Pimpinan. Marco pun mengaku sebagai seorang model dan bernama Mario sejak awal. Jadi semuanya mengenal Malaikat Biru sebagai seorang model. Yang sibuk, hingga jarang berkumpul dengan mereka," timpal Malaikat Biru cadangan. "Lalu apa sebenarnya tujuanmu, mau saja menjadi bayangan Malaikat Biru?" tanya Malaikat Putih, yang sebenarnya sudah diberi jawaban oleh Mario. "Sudah aku bilang, aku tertarik untuk berlatih memerankan sosok seorang psikopat. Bagaimana, aktingku bagus kan memerankan Malaikat Biru?" kata Mario, lalu tertawa dengan begitu kerasnya. Yang dibiarkan begitu saja oleh Malaikat Putih, yang sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. "Apakah aku harus mempercayainya?" tanya Malaikat Putih di dalam hatinya, sambil memandang wajah Mario yang tersembunyi dibalik topeng tengkorak birunya. "Aku tak ingin mempercayai siapa pun. Bisa saja ia sedang menjebak ku," sahut Malaikat Putih atas pertanyaannya sendiri, di dalam kalbunya. Malaikat Biru alias Mario terus tertawa dengan begitu kerasnya. Terus tertawa, hingga akhirnya dirinya pun menghentikan tawanya. Karena telah lelah. Yang membuat Malaikat Putih tertarik berbicara kembali. "Tapi kau benar-benar kidal kan?" tanya Malaikat Putih dengan penuh selidik. "Tentu saja aku kidal. Jika tidak kidal. Mana mungkin aku bisa menjadi bayangan Malaikat Biru," sahut Mario dengan nada mantap. "Aku kira, kau seorang penyusup. Yang akan pergi, untuk melaporkan semua kejadian ini pada pihak berwajib," pancing Malaikat Putih terhadap Mario, yang terlihat tenang-tenang saja. Seakan tak terpengaruh oleh perkataan dari rekannya itu. "Kau jangan berpikiran gila. Mana mungkin aku berani mengkhianati mereka," tutur dengan nada rendah. "Alasannya?" pancing Malaikat Putih dengan penuh penasarannya. "Kalau aku berani melakukannya. Maka keluargaku, akan dihabisi oleh mereka," ungkap Mario, dengan sungguh-sungguh. "Sebegitu gila kah mereka?" tanya Malaikat Putih, lalu menghembuskan napasnya. "Mereka lebih gila dari yang kau pikirkan. Apa kau tahu, keluarga Malaikat Putih pendahulu, dihabisi oleh mereka. Karena dirinya mengkhianati 7 Malaikat Kematian," beber Mario. "Aku malah baru tahu dari dirimu, tentang masalah ini," jawab Malaikat Putih dengan penuh kejujurannya. "Apa Cokelat tak pernah memberitahu tentang hal ini?" tanya Mario dengan penuh selidik. "Tidak, dirinya tak pernah bercerita apa pun tentangnya. " sahut Malaikat Putih dengan lugasnya. "Aneh, aku juga tahu masalah ini dari Marco. Aku juga ingin kau tak menceritakan tentang diriku, yang hanya sebagai bayangan Malaikat Biru," papar Malaikat Biru. "Kenapa?" tanya Malaikat Putih dengan penuh penasarannya. "Kau akan dihabisi oleh pimpinan. Aku dan Marco pun pasti terkena akibatnya," tutur Mario, dengan tatapan kosong. "Kau ternyata sangat peduli kepadaku,"ucap Malaikat Putih. "Sudahlah, jangan dibahas hal itu lagi. Aku tahu kau dan Cokelat sedang merencanakan sesuatu," kata-kata Mario itu telah membuat jantung Malaikat Putih langsung berdegup dengan kencangnya. Deg "Aku harus bertindak sewajar mungkin. Agar dirinya tak mencurigai aku," ucap Malaikat Putih di dalam hatinya. Lalu berbicara kepada Mario. "Kau jangan asal tuduh saja," tepis Malaikat Putih. "Sudahlah, kau jujur saja. Tenang saja, aku tak ingin ikut campur dengan urusan kalian. Bilang sama Cokelat, agar dirinya lebih berhati-hati dengan rencananya. Karena dirinya sedang dicurigai oleh Malaikat Merah," tutur Mario dengan panjang lebarnya. "Dia bisa tahu sejauh ini? Aku harus lebih hati-hati terhadap dirinya," kata Malaikat Putih di dalam hatinya. "Aku tak mengerti dengan perkataan mu itu," halau Malaikat Putih terhadap perkataan Mario. "Kalau kau tak mau jujur itu terserah. Tapi aku berjanji tak akan memberitahu kepada siapa pun. Tentang ulah Cokelat yang menaruh bom waktu, yang belum di aktifkan di dalam Bukit Hitam. Coba kau tanyakan kepadanya, apa perkataan ku itu benar," Mario lalu bangkit dari duduk bersila nya yang diikuti oleh Malaikat Putih. "Kau ingin ke mana?" tanya Malaikat Putih dengan penuh selidik. "Ya, tentu saja bersiap untuk pulang. Jangan lupa, tolong jaga Noval," Mario pun tersenyum kepada Malaikat Putih, dengan manisnya. "Apa kau mengenalnya?" tanya Malaikat Putih dengan penuh selidik. "Tidak." "Lalu kenapa kau menghawatirkan nya?" tanya Malaikat Putih dengan penuh penasarannya. Tentang modus Mario, mengkhawatirkan Noval. "Aku menyukainya ...," Mario pun lalu melangkahkan kakinya dari tempat itu. Yang diikuti oleh tawanya. "Ternyata kau itu-" perkataan Malaikat Putih pun dipotong oleh Mario, yang masih berjarak 2 meter dari Malaikat Putih. "Ya, aku biseksual. Aku menyukai anak manis itu sejak pandangan pertama," kata Mario, terus berjalan menjauhi Malaikat Putih. "Dasar ...," ucap Malaikat Putih, sambil memandang ke arah Mario. Yang semakin menjauh, dan akhirnya menghilang begitu saja dari pandangan matanya. Malaikat Putih terus menatap kepergian Malaikat Biru bayangan itu, seakan sedang melepas kepergian kekasihnya. Hingga kehadiran Malaikat Cokelat pun tak disadarinya sama sekali. "Apa yang kau bicarakan dengan Biru?" tanya Malaikat Cokelat, yang seakan tiba-tiba muncul di belakang Malaikat Putih. "Kau itu, membuat aku terkejut saja," Malaikat Putih pun berbalik arah. Hingga mereka berdua pun berjarak 1 meter. "Kau saja yang terlalu serius, menatap kepergiannya," sahut Malaikat Cokelat, dengan ringannya. "Biru bicara banyak. Dan ternyata ia tak seburuk yang aku pikirkan," tutur Malaikat Putih pun mulai membahas tentang Malaikat Biru. "Maksudmu?" tanya Malaikat Cokelat, dengan penuh selidik. "Dia bilang, melihat kau menaruh bom waktu di dalam Bukit Hitam. Apakah itu benar?" jawab dan tanya Malaikat Putih terhadap Malaikat Cokelat. Mendengar perkataan dari rekannya itu. Malaikat Cokelat pun tersentak. Dirinya tak menyangka sama sekali, jika aksinya yang dipikirnya sangat rapi. Diketahui oleh Malaikat Biru. "Ini celaka!" Malaikat Cokelat pun menjadi panik. "Kau tenang saja, dia berjanji tak akan mengatakannya kepada siapa pun," tutur Malaikat Putih berusaha menenangkan Malaikat Cokelat. "Apa kau mempercayai perkataannya itu?" tanya Malaikat Cokelat dengan penuh telisik. "Sampai saat ini, aku mempercayainya. Buktinya apa yang kau lakukan, tak ia beritahu kepada yang lainnya," jawab Malaikat Putih. "Padahal, aku baru ingin memberitahumu. Tentang rencana ku itu. Tapi aku tadi melihat kau bicara panjang lebar dengan Biru. Jujur aku tak percaya dengan dirinya, bisa bersikap seperti itu. Biru itu selain maniak, dia anggota paling loyal terhadap Pimpinan," kata Malaikat Cokelat. "Dia bukan Biru yang kau kenal selama ini." "Maksudmu?" tanya Malaikat Putih dengan kebingungannya. "Dia hanya bayangan Biru, dia orang yang berbeda dengan Biru yang kau kenal selama ini. Dia berbicara panjang lebar kepada diriku, sekalian pamit untuk kembali ke Jakarta. Dikarenakan Biru yang asli, akan datang malam ini," ungkap Malaikat Putih dengan panjang lebarnya. "Kalau itu benar, kenapa aku tak mengetahuinya?" tanya Malaikat Biru dengan ketidakpercayaannya. "Bukannya hanya kau yang tak tahu. Semuanya pun tak ada yang tahu, kecuali pimpinan," jelas Malaikat Putih. "Pantas saja ...." "Sudah aku ingin ke pondok itu. Kita lihat saja, apa Biru yang besok, akan sama sikapnya kepadaku seperti ini," Malaikat Putih lalu melangkahkan kakinya, meninggalkan rekannya seorang diri untuk kembali menyusup di antara para pemenang kuis itu. "Semakin sulit diduga saja alur ini. Aku harus lebih hati-hati dengan yang lainnya," ucap Malaikat Cokelat di dalam hatinya. Lalu melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu, berlawanan arah dengan Malaikat Putih. Bersama Bulan di langit.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD