Bab 30. (Rahasia Malaikat Biru)

1108 Words
Jarum jam menunjukan pukul 4 pagi. Terlihat Malaikat Hitam sedang berada di dermaga yang ada di Pulau Biru. Yang terletak di dalam Gua setinggi 20 meter. Yang hanya di ketahui oleh kelompok mereka saja. Ia berada di tempat itu, bersama Malaikat Biru asli, alias Marco. Bukan Mario yang sudah pergi, setelah sepupunya itu tiba di tempat itu. Beberapa saat kemudian. Marco datang, Mario pun pergi bersama kapal laut, yang akan mengantarkannya ke daratan Pulau Jawa. Mereka hanya bertutur sapa sedikit. Karena Malaikat Hitam, tak ingin mereka banyak bicara. Dan berlama-lama di gugusan kepulauan kecil itu bersama. Hingga rahasia Malaikat Biru sebagai dua orang yang berbeda. Bisa saja diketahui oleh yang lainnya. Marco berpenampilan tanpa kostum Malaikat Birunya. Karena dirinya baru saja tiba di tempat itu. Fisik dan wajahnya, benar-benar mirip dengan Mario. Bahkan suaranya pun sama. Orang tak mungkin dapat membedakan Mana Mario mana Marco. Jika mereka disandingkan. Tak ada yang menyangka sama sekali. Jika sosok dari Malaikat Biru ada dua orang, selama ini. Termasuk rekan-rekannya. "Bagaimana perjalananmu, apakah menyenangkan?" tanya Malaikat Hitam kepada Malaikat Biru alias Marco. Yang ada di samping kanannya. "Biasa saja. Hanya tadi terjadi letusan kecil Gunung Anak Krakatau," sahut Malaikat Biru dengan suara datar. "Untung kau tak mati," Malaikat Hitam pun tertawa dengan penuh kebahagiannya. "Bagaimana aku bisa mati. Jika aku belum membunuh korban ku. Jatahku, untuk membunuh, masih adakan?" sahut dan tanya Malaikat Biru, dengan penuh telisik. "Tenang saja, jatah untukmu masih ada," balas Malaikat Hitam, setelah menghentikan tawanya. "Kalau begitu baguslah. Sekarang, ayo ke tempatmu. Aku sudah kangen memakai kostum malaikat kematian biru," ujar Marco. "Bukannya di sini ada dua kostum Malaikat Biru?" tanya Malaikat Hitam dengan penuh selidik. "Aku tak ingin, kostum yang sudah dipakai oleh Mario. Aku ingin yang baru," sahut Marco dengan ketusnya. "Baiklah, kita berangkat sekarang," Malaikat Hitam lalu melangkahkan kakinya di jalan setapak menuju ke luar dari dalam Gua itu yang diiringi oleh Marco. Terus berjalan secara berdampingan di jalan itu. Hingga akhirnya mereka berada di ujung jalan itu, yang menuju ke arah masuk jalan itu. Di mana di tutupi oleh ilalang raksasa. Sedangkan arah yang berlawan dari jalan setapak itu. Menuju ke arah laut lepas langsung, tanpa adanya pantai di sisi luar dari Pulau Biru, yang menghadap laut lepas. Hingga para pemenang kuis itu. Tak ada yang mengetahui jika di Pulau Biru ada dermaga yang tersembunyi. Mereka berdua lalu menyibak ilalang raksasa itu. Dengan lebar 30 meter. Hingga mereka pun tiba di jalan di samping Bukit Biru. Berjalan terus, bersama bintang di langit. Dengan saling terdiam. Tanpa menyadari, jika mereka berdua sedang diawasi oleh Malaikat Cokelat. Yang sedang mengamati mereka berdua dari puncak Bukit Cokelat, dengan teropong berkemampuan khusus. Yang dapat melihat jelas di minimnya cahaya. Malaikat Cokelat sudah mengamati mereka sejak dari tadi. Saat kapal laut yang mengantarkan Marco tiba, hingga kapal laut itu pergi dengan membawa Mario. Dirinya tak bisa melihat langsung pergantian antara Marco dan Mario, karena berada di dermaga, yang berada di dalan gua. Namun ia dapat melihat langsung jika Malaikat Biru yang datang menggunakan jaket berwarna hitam. Sedangkan Malaikat Biru yang pergi menggunakan sweater berwarna biru. "Walaupun aku tak melihat mereka berdua bersamaan. Akan tetapi, aku sudah dapat memastikan jika Malaikat Biru memang ada dua. Mereka benar-benar rapi melakukan hal ini selama ini. Bahkan Merah yang paling dekat dengan Pimpinan pun. Tak mengetahui sama sekali. Jika Biru ada dua," tutur Malaikat Cokelat di dalam hatinya. Terus mengamati Malaikat Biru dan Malaikat Biru dengan teropong dual yang ia genggam dengan tangan kirinya. Terus mengamati kedua rekannya itu. Hingga mereka pun hilang dari pandangannya. Karena sudah masuk ke dalam Bukit Hitam. "Jangan-jangan Malaikat Hitam pun ada dua orang? Seperi dugaan ku dan Putih," kata Malaikat Cokelat di dalam hatinya. Sambil menaruh teropong kecilnya ke dalam saku jubah birunya. "Semakin di pikirkan, semakin pusing saja. Lebih baik aku tertidur sekarang," ucap Malaikat Cokelat di dalam hatinya. Lalu menjatuhkan dirinya begitu saja dirinya ke rerumputan hijau, yang ada di tempat itu. Dirinya langsung saja memejamkan matanya dengan posisi terlentang. Dan sesaat kemudian, dirinya benar-benar terlelap. Untuk masuk ke dunia mimpinya. Ditemani oleh angin laut, yang berhembus lembut di tempat itu. *** Sementara itu Malaikat Hitam dan Malaikat Biru sudah tiba di dalam ruangan, di mana patung malaikat kematian raksasa berada. Malaikat Biru menghentikan langkah kakinya, 2 meter di hadapan patung malaikat kematian. Yang dia anggap dewa kematian oleh mereka. "Apa kabarmu, Malaikat Kematian. Aku kembali, demi menjalankan perintah mu," kata Malaikat Biru, memberi hormat kepada patung raksasa malaikat kematian. Seakan patung raksasa itu dapat berbicara saja. Tentu saja tak ada jawaban dari patung raksasa itu. Yang hanya sebuah benda mati, yang tak memiliki nyawa sejak awal terciptanya. Malaikat Biru, lalu membaringkan dirinya di lantai. Tanpa mempedulikan Malaikat Hitam, yang seakan ia abaikan sama sekali. Hingga akhirnya ia pun berbicara kepada bawahannya. "Bukannya kau ingin memakai kostum Malaikat Biru?" tanya Malaikat Hitam dengan penuh selidik. "Nanti saja, aku ingin seperti ini terlebih dahulu. Biarkan aku menjadi Marco, hingga pagi nanti," sahutnya, dengan tatapan ke arah patung raksasa itu. "Terserah," Malaikat Hitam lalu ikut membaringkan tubuhnya di samping Malaikat Biru. "Pimpinan, apakah Mario membuat masalah selama menggantikan aku?" tanya Malaikat Biru terhadap Pimpinannya. "Tidak, dia seperti biasa. Bersikap seperti dirimu. Hingga yang lain pun. Tak ada yang tahu. Jika di dalam kostum Malaikat dirimu, itu bukanlah dirimu," sahut Malaikat Hitam. "Jadi selain dirimu, belum ada yang tahu. Jika Malaikat Biru itu ada dua?" tanya Malaikat Biru kembali, dengan tatapan tetap ke arah patung raksasa malaikat kematian. "Ya, Kalau Mario tak membocorkannya," balas Malaikat Hitam, sembari melirik ke arah Malaikat Biru yang ada di samping kanannya. "Kalau, dia berani membocorkannya. Aku yang akan menghabisinya," ucap Malaikat Biru dengan tegasnya. "Sudahlah, jangan membahas dirinya lagi. Aku ingin membahas tentang filing Merah," Malaikat Hitam pun mengganti topik pembicaraan mereka. "Memang Merah memiliki filing apa?" tanya Malaikat Biru dengan penuh penasarannya. "Kata dirinya. Dia mencurigai Cokelat sedang merencanakan sesuatu, untuk mengkhianati 7 Malaikat Kematian," papar Malaikat Hitam. "Tak perlu filing. Aku pun berpikiran seperti itu. Cokelat dan Putih yang sekarang ingin membelot dari kita. Cepatlah, kau ambil tindakan Pimpinan. Sebelum semuanya terlambat," tutur Malaikat Biru, dengan melirik ke arah pimpinannya. "Kita belum memiliki bukti. Aku belum bisa mengambil tindakan apa-apa," timpal Malaikat Hitam, dengan tatapan mengarah pada jalan yang ada di ruangan itu. "Baiklah, aku akan mencari bukti itu," tekad Malaikat Biru pun berkata. "Silakan," jawab Malaikat Hitam. Yang tiba-tiba saja bangkit, dan berlari menuju ke arah jalan yang menuju ruangan lainnya. Tanpa dimengerti sama sekali penyebabnya apa. "Dasar aneh, tak ada angin tak ada hujan. Dia berlari seperti itu," ujar Malaikat Biru di dalam hatinya. Marco lalu memejamkan matanya, dan sesaat kemudian dirinya pun terpejam. Terbuai di dalam mimpinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD