Bab 12. (Terbawa Mimpi)

1071 Words
Apa yang dikatakan oleh Malaikat Cokelat, telah membuat Malaikat putih menjadi begitu terkejut. Dirinya bagai disambar petir di siang hari bolong, mendengar perkataan dari rekannya itu. "Ini 5 tahun kematiannya?" tanya Malaikat Putih, dengan keterkejutannya. Seakan tak percaya dengan appa yang dikatakan oleh rekannya. "Ya. Aku sekarang ingin tertidur. Kalau kau ingin pergi, pergi saja. Kalau kau ingin tertidur, tidur saja. Siapa tahu, dia datang dalam mimpimu," selesai berkata seperti itu. Malaikat Cokelat pun memejamkan matanya. Tak memerlukan waktu yang lama. Dirinya pun tertidur, menghadap ke arah langit tanpa batas. Berhiaskan Bulan purnama. "Lebih baik aku tidur juga. Entah kenapa, aku merasakan kantuk yang teramat seperti ini," ucap Malaikat Putih di dalam hatinya. Malaikat Putih lalu memejamkan matanya. Dan sesaat kemudian dirinya pun terlelap, bersama malam. Baru saja dirinya memejamkan sepasang matanya. Tiba-tiba saja dirinya terbangun secara tiba-tiba, dengan keadaan di siang hari berada di puncak Bukit Cokelat. Malaikat Putih merasa aneh. Karena ia merasa, baru saja memejamkan matanya. Dirinya pun tak melihat keberadaan Malaikat Cokelat sama sekali. Padahal seharusnya, ia membangunkan dirinya. Untuk menjalankan tugasnya, sesuai dengan apa yang diberikan oleh pimpinan mereka. "Ini aneh. Kenapa Cokelat tak membangunkan aku? Bisa kena semprot aku, oleh mereka. Jika aku tak segera menjalankan tugasku," Malaikat Putih lalu bangkit, dan berniat untuk meninggalkan tempat itu. Akan tetapi baru saja, ia bangkit. Malaikat Putih mendengar ada dua langkah kaki menuju ke arah dirinya. Tanpa ia ketahui sama sekali, siapa pemilik langkah kaki itu. Malaikat Putih langsung saja berbalik. Untuk melihat siapa yang datang, ke tempat itu. Dirinya pun menjadi begitu terkejut. Dengan apa yang sedang ia lihatnya. Bagaimana bisa dua langkah kaki itu, adalah milik Malaikat Cokelat dan Malaikat Putih yang bukan dirinya. Karena sosok Malaikat Putih yang sedang berjalan itu, lebih tinggi dan lebih berisi dari dirinya. Dirinya pun tertegun, melihat hal itu. "Bagaimana bisa, ada sosok Malaikat Putih selain diriku?" tanya Malaikat Putih di dalam hatinya dengan penuh kebingungannya. Malaikat Cokelat dan Malaikat Putih itu pun, semakin mendekati Malaikat Putih yang masih terperangah dengan apa yang ia lihatnya. "Cokelat! Sebenarnya, apa yang terjadi? tanya Malaikat Putih, saat Malaikat Cokelat berada 2 meter di hadapannya. Malaikat Cokelat tak menyahuti perkataan dari Malaikat Putih. Seakan dirinya tak mendengar sama sekali panggilan dari rekannya. Yang membuat Malaikat Putih begitu heran dengan apa yang terjadi. Apalagi saat Malaikat Cokelat menembus dirinya begitu saja. Seakan dirinya hanya bayangan saja. Hingga membuat Malaikat Putih benar-benar kebingungan dengan apa yang sedang ia hadapi. "Sebenarnya apa yang sedang terjadi?" tanya Malaikat Putih di benaknya. Malaikat Putih, lalu mencoba memegang pundak Malaikat Cokelat. Yang sudah berhenti di posisi di mana semalam dirinya dan Malaikat Cokelat berdiri, memandang ke arah laut lepas. Akan tetapi Malaikat Putih tak dapat menyentuh pundak Malaikat Cokelat. Dirinya sudah benar-benar seperti bayangan saja. Dirinya pun lalu beralih untuk menyentuh pundak Malaikat Putih yang bukan dirinya. Namun hasilnya tetap saja sama. Dirinya tak mampu menyentuhnya sama sekali. "Apakah aku sedang mengalami dejavu? Tapi bukannya aku sedang tertidur? Ah persetan, lebih baik ku ikuti saja alur ini," tutur Malaikat Putih, lalu berjalan ke arah depan menembus separuh tubuh Malaikat Cokelat dan Malaikat Putih lainnya. Malaikat Putih lalu berhenti satu meter di hadapan mereka berdua. Lalu membalikan tubuhnya. Hingga mereka pun saling berhadapan. Dengan dua sosok, dari 7 Malaikat Kematian. Walaupun dirinya belum mengerti sama sekali, dengan apa yang sudah ia alami. Akan tetapi Malaikat Putih, ingin mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Dirinya benar-benar penasaran, dengan apa yang terjadi. Malaikat Cokelat dan Malaikat Putih yang berdiri berdampingan, dan saling terdiam. Akhirnya berbicara, diawali oleh Malaikat Cokelat. "Putih, apa kau yakin ingin membebaskan sisa pemenang kuis itu?" tanya Malaikat Cokelat kepada Malaikat Putih yang ada di sampingnya. "Tentu saja, semuanya sudah ku persiapkan secara matang. Aku akan membawa mereka pergi dengan kapal itu, meninggalkan pulau ini. Dan melaporkan semua yang sudah terjadi di sini, ke pihak kepolisian. Dengan bukti-bukti yang sudah aku bawa," sahut Malaikat Putih. "Tapi, jika ketahuan. Pasti kau akan dihabisi oleh mereka," kata Malaikat Cokelat dengan penuh kekhawatirannya. "Jika itu yang memang harus terjadi, terjadi saja. Aku tak takut dengan kematian," timpal Malaikat Putih dengan penuh ketegasannya. "Sepertinya ada yang merubah jalan pikiranmu, hingga berubah seperti ini?" tanya Malaikat Cokelat dengan penuh selidik. "Sebenarnya, aku pun ingin tertawa. Kenapa aku bisa berubah seperti ini. Semua karena cinta," tutur Malaikat Putih, tertawa dengan begitu bahagianya. "Maksudmu, bagaimana?" tanya Malaikat Cokelat dengan penuh kebingungannya. "Aku sudah jatuh cinta pada perempuan itu. Satu-satunya perempuan yang ikut dalam kuis gila ini," jelas Malaikat Putih. Lalu tertawa dengan penuh kebahagiannya. "Masa bisa semudah itu, kau jatuh cinta terhadap perempuan itu?" tanya Malaikat Cokelat dengan ketidakpercayaannya. "Sudahlah, jangan dibahas lagi. Aku akan segera pergi. Aku takut mereka akan segera tersadar dari obat bius yang kuberikan kepada mereka. Kau tetap di sini. Aku tak ingin kau terlibat dalam masalah ini. Jaga dirimu baik-baik," Malaikat Putih lalu memeluk Malaikat Cokelat. "Kau juga jaga dirimu, baik-baik," balas Malaikat Cokelat. "Selamat tinggal, saudaraku," Malaikat Putih lalu melepaskan pelukannya kepada Malaikat Cokelat. Lalu melangkahkan kakinya pergi, menuruni puncak Bukit Cokelat. Menuju ke arah kapal laut yang berada di dermaga, yang ada di Pulau Cokelat. Tepat di penglihatan Malaikat Cokelat. Yang dapat melihatnya, dengan bantuan teropong yang ada di tangan kirinya. Dan anehnya Malaikat Putih yang ada di hadapan Malaikat Cokelat dapat melihatnya dengan begitu jelasnya. Tanpa menggunakan alat bantu apa pun sama sekali. "Aneh, kenapa aku bisa melihat jelas sejauh itu?" tanya Malaikat Putih di hatinya, yang diselimuti oleh keheranannya. Pendahulu Malaikat Putih terus melangkahkan kakinya. Hingga tiba di dalam kapal laut, yang segera ia laju kan untuk keluar dari kepulauan kecil itu. Akan tetapi baru 300 meter berlayar. Tiba-tiba saja kapal itu pun meledak dengan begitu hebatnya. Yang membuat Malaikat Cokelat dan Malaikat Putih begitu terkejut. "Putih ...," lirih Malaikat Cokelat dengan penuh keterkejutannya. Malaikat Cokelat lalu berniat untuk turun dari bukit itu. Akan tetapi dirinya mendengar 3 langkah kaki, sedang menaiki bukit itu. "Aku harus segera pura-pura tertidur. Jika tidak mereka akan curiga," ucap Malaikat Cokelat di dalam hati. Lalu membaringkan tubuhnya, dengan terlebih dahulu menaruh teropongnya ke dalam saku jubah cokelatnya. Beberapa saat kemudian. Datanglah Malaikat Kuning, Malaikat Hijau dan Malaikat Biru di tempat itu. "Hay, cepat bangun!" kata Malaikat Biru kepada Malaikat Cokelat, sambil menyentuh topeng cokelat Malaikat Cokelat. Yang tetap terdiam, seakan seperti orang mati saja. Akan tetapi apa yang dilakukan oleh Malaikat Biru, malah dirasakan oleh Malaikat Putih. Yang tiba-tiba saja, semua yang dilihatnya. Menghilang begitu saja. Tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD