Hingga akhirnya di siang hari Arvy tersadar dan mulai membuka matanya. Vanilla dan yang lainnya hanya bisa melihatnya dari kaca ketika beberapa dokter dan perawat masuk ke ruangan steril itu.
Arvy tampak memegang kepalanya dan meraba-raba yang ada di depannya. Glow menutup mulutnya seolah tahu apa yang terjadi pada kakaknya.
Arvy terdengar berteriak dan memukul-mukul apa pun yang ada di depannya termasuk Dokter dan perawat.
Vanilla perlahan menyadari apa yang terjadi. Arvy tak bisa melihat karena cidera parah di kepalanya. Vanilla terduduk lemas di atas lantai melihat kenyataan itu.
Hatinya bagai ditimbun batu besar karena beban yang ia rasakan sangat berat ketika mengetahui bahwa Arvy buta karena kecelakaan itu dan hal itu diakibatkan oleh dirinya.
Izzy dipeluk oleh Aiden dan berusaha kuat dengan apa yang terjadi. Setidaknya sang putra masih hidup meskipun akhirnya buta.
Blaze pun memeluk Glow yang tak tega melihat keadaan kakaknya.
Mereka bahkan tak berani masuk karena tangis mereka pasti akan pecah ketika mereka melihat Arvy yang menderita.
Tak ada kata dalam beberapa menit di antara mereka berlima.
“A-aku akan menjadi matanya. Seumur hidupku akan kuberikan padanya,” ucap Vanilla akhirnya.
“Kalian bisa mengambil mataku jika hal ini bisa membantunya melihat lagi,” lanjut Vanilla putus asa.
Aiden tampak kasihan melihat Vanilla yang pastinya menanggung berat perasaan yang teramat besar karena rasa bersalahnya itu.
“Tidak, Vanilla. Pasti ada cara lain dan kuharap ada solusi yang bisa membuat mata Arvy kembali normal. Kita belum mengetahui detail lengkap tentang kondisi Arvy dari Dokter. Kita tunggu Dokter dulu untuk menjelaskan. Matamu adalah milikmu.” Aiden berusaha berbesar hati meskipun rasa sedih yang dirasakannya begitu besar.
Vanilla menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan menangis.
*
*
“Jadi ini masih bisa disembuhkan?” tanya Aiden pada Dokter setelah tim Dokter yang menangani Arvy menjelaskan apa yang terjadi pada kondisi putra sulungnya itu.
“Dia masih melihat bayang-bayang dan bukan gelap gulita. Jadi kurasa kami masih bisa menyembuhkannya meskipun mungkin membutuhkan waktu yang lama karena kita butuh donor kornea dari pendonor yang sudah meninggal.” Dokter memberikan penjelasannya.
“Aku saja. Bagaimana jika pakai korneaku saja?” ucap Vanilla.
“Tidak, itu tak bisa karena itu menyalahi etika. Kau akan bermasalah dengan matamu nantinya,” jawab Dokter.
Vanilla terdiam dan ia tak tahu apa yang harus dilakukannya kini selain akan menjadi pelayan Arvy sampai pria itu kembali bisa melihat.
“Vanilla.” Izzy menggelengkan kepalanya.
Izzy tak mau Vanilla melakukan hal itu dengan menyakiti dirinya sendiri.
Tatapan mata Vanilla terlihat sendu dan Glow yang ada di sebelahnya memegang tangan wanita cantik yang kini wajahnya sangat pucat itu.
“Kakakku akan baik-baik saja, Vanilla. Jangan khawatir. Dia hanya sedang dalam keadaan shock sekarang. Nanti dia akan tenang dengan sendirinya karena kami akan selalu di sisinya.” Glow menguatkan Vanilla meskipun dia sendiri juga butuh dikuatkan.