Suara canda tawa serta langkah kaki yang berlarian terdengar bising di telinga, disebuah taman yang luas itu terdapat banyak anak-anak yang sedang menghabiskan waktu istirahat mereka di sana. Pohon-pohon yang berjajar sangat menyehatkan mata, ditambah dengan semilir angin yang menambah suasana sejuk tempat itu.
Ada dua orang anak yang berbeda kelamin, keduanya duduk di bangku taman yang jaraknya cukup jauh dari teman-teman mereka yang sedang bermain permainan khas taman anak-anak. Ditangannya tampak ada kotak nasi yang dibawa dari rumah, mereka mulai membuka benda itu untuk melihat isinya.
"Wah, makanannya enak-enak." seru sebuah suara, matanya berbinar senang saat melihat isi dari kotak bekal yang ia buka.
"Iya, ada sosis kesukaan Al juga." jawab yang lain.
Ya, mereka adalah Altair dan Alesha, dua anak kembar tak identik itu sedang menggunakan waktu istirahat untuk makan. Sudah satu bulan ini mereka bersekolah di Taman Kanak-Kanak berstandar tinggi, ayahnya lah yang mendaftarkan mereka ke sana.
Hal ini pula yang sempat menjadikan Aleya dan Johan berdebat habis-habisan, setelah menyelesaikan play group selama dua tahun, Aleya ingin agar Altair dan Alesha beristirahat sejenak selama satu tahun dan akan melanjutkannya di tahun berikut.
Namun, Johan yang sangat menghamba pada pendidikan pun memutuskan untuk memasukkan anak-anaknya ke TK yang paling bagus di kota itu, Aleya yang tidak ingin menambah perdebatan pun hanya bisa pasrah.
Aleya sempat mendiamkan Johan selama beberapa hari, disitulah Johan merasa bersalah, seharusnya ia tidak boleh egois karena bagaimana pun juga, yang lebih berhak atas anak-anak itu adalah Aleya.
Aleya berusaha memahami maksud baik Johan, pria itu ingin agar anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang baik dan layak.
Altair mengambil sendok yang telah dibawakan oleh sang ibu, lalu menyendokkan satu buah sosis yang terasa menggiurkan. Ia sangat menyukai makanan itu, Aleya selalu menyiapkan bekal makanan bagi anak-anaknya sesuai dengan kesukaan dan favorit masing-masing.
Saat ini merupakan jam istirahat TK, termasuk Altair dan Alesha yang sekarang sedang duduk menikmati bekal mereka.
"Katanya, Papa hari ini mau pulang?" Altair membuka pembicaraan, sedangkan mulutnya masih penuh dengan kunyahan sosis.
"Makan jangan sambil ngomong, nanti tersedak." Alesha berujar.
Altair pun buru-buru mengunyah lembut makanannya dan menelannya dengan segera, anak itu meraih botol air minum dan meneguknya.
"Nah, sudah kan?" Altair membuka mulutnya serta memperlihatkannya pada sang saudari kembar.
Alesha mengangguk-anggukkan kepala.
"Papa mau pulang, ya?" tanya Altair sekali lagi.
"Iya, hari ini Papa pulang mau ketemu sama Alesha." jawab anak perempuan itu dengan nada gembira, ia sudah tidak sabar lagi bertemu dengan sang ayah tercinta.
Johan selalu memanjakan anak-anaknya, ia tak ragu-ragu membelikan Alesha boneka barbie sekardus penuh dengan model beraneka ragam. Pun dengan Altair, ia juga membelikan mobil mainan yang setara harga mobil asli. Benar-benar gila, pria itu sangat royal terhadap buah hatinya.
Melihat Altair yang tak merespon ucapannya membuat Alesha kebingungan, ia mencondongkan tubuhnya guna dapat melihat raut wajah saudara kembarnya.
Altair hanya berpikir, ketika Johan mengunjunginya ke rumah Aleya, kenapa ayahnya itu tidak menginap di sana, ayahnya akan pulang disaat jam menjelang malam. Bukankah mereka keluarga?
"Al tidak suka Papa pulang?" tanya Alesha.
Altair mengerjapkan matanya cepat, ia mengembangkan senyumnya yang sangat manis, ada dua buah lesung pipi yang Aleya wariskan untuknya.
"Al senang, sama seperti kamu." jawab anak itu.
Mendengar jawaban Altair membuat Alesha senang. "Kita main sama Papa, Al mau berenang bersama kita kan?"
Altair menggelengkan kepala, ia tidak menyukai kegiatan itu.
"Aku tidak mau, kamu saja." balasnya.
Alesha pun diam mendengar penolakan Altair, ia memilih untuk menghabiskan bekal makannya.
***
Sedangkan di lain tempat, tepatnya adalah sebuah rumah yang terlihat sangat asri, sebuah mobil mewah sedang memberhentikan lajunya tepat di halaman.
Selanjutnya ada seorang pria yang berstelan rapi keluar dari kendaraan beroda empat itu, ia adalah Johan. Sesuai dengan janjinya, ia akhirnya bisa pulang ke kota ini dan bertemu dengan anak-anaknya.
Ia berjalan menapaki tanah yang dipenuhi oleh rerumputan agak basah, sepertinya Hartono sangat rajin menyirami halaman rumahnya.
Sesampainya di depan pintu, tangannya terangkat untuk menekan bel rumah, seketika itu bunyi nada suara pun terdengar.
Di dalam sana Aleya yang sedang merapikan baju pun mengalihkan atensinya, siapa yang datang jam sepuluh ini? Ayahnya sedang pergi bersama Okto untuk mengurusi pembukaan cabang toko bangunan.
Aleya berdiri dari duduknya, ia melangkahkan kakinya menuju ke ruang tamu, sebelum membukakan pintu, ia mengintip dari jendela terlebih dulu. Matanya membulat terkejut saat mendapati Johan berdiri tepat di depan pintu dengan masih menggunakan pakaian kerja yang lengkap, Aleya tidak menyangka jika Johan benar-benar pulang hari ini.
Aleya meraih gagang pintu dan membukanya, Johan tersenyum menyapa perempuan itu.
"Hai." ujarnya dengan senyuman yang lebar.
Aleya mengerutkan keningnya. "Kamu sudah pulang? bukannya kemarin kamu bilang kalau masih ada meeting selama dua hari ke depan?"
Aleya tampak seperti seorang istri yang sedang menanyai suaminya.
"Aku merindukan anak-anak, apalagi saat mendengar tangisan Alesha, sungguh itu tidak bisa membuatku fokus." jawab Johan, tangisan Alesha memang terbawa sampai ke mimpinya, untuk itulah Johan memutuskan agar segera pulang dan melimpahkan pekerjaannya pada Danial.
Aleya meringis pelan, ia jadi tidak enak hati pada pria itu, tidak seharusnya Johan mengesampingkan pekerjaannya hanya karena keinginan Alesha.
"Maaf, seharusnya aku lebih bisa menahan anak itu, pekerjaanmu pasti terganggu."
Johan tersenyum menenangkan, ia sama sekali tidak keberatan, justru sangat senang karena ternyata buah hatinya sangat menyayangi dirinya.
"Tidak apa-apa, aku tidak keberatan. Aleya, apa kamu ingat mengenai perkataanku beberapa tahun lalu? Aku akan mencurahkan segala kasih sayang, waktu serta semua yang ku miliki pada Altair dan Alesha, hidupku sepenuhnya ku dedikasikan untuk mereka. Kamu bisa melihatku berdiri dengan sehat dan tegap di sini, itu karena adanya mereka, anak-anak kita." Johan berujar dengan sungguh-sungguh, tak ada kebohongan didalamnya.
Siapa lagi yang akan Johan perjuangkan selain keturunannya, hanya Altair dan Alesha lah harapan dan juga penyemangatnya menjalani hidup ini. Selamanya ia sudah tidak bisa lagi memiliki anak, tinggal lah Altair dan Alesha yang menjadi pondasi kuat pria itu.
Disaat Johan sedang terpuruk karena vonis itu, tiba-tiba saja ada fakta mengejutkan bahwa ia masih memiliki keturunan dari Aleya, hasil dari perbuatannya di masa lalu. Betapa bahagianya Johan saat mendengar fakta itu, ia seolah kembali hidup dan bersemangat menjalani kehidupan ini.
Maka dari itu, apapun akan Johan lakukan demi anak-anaknya, bahkan jika nyawa taruhannya.
"Jangan menangis, kamu tidak layak mengeluarkan air mata, Leya! Aku pernah menyakitimu, aku pernah melukaimu dan menjadi mimpi buruk bagimu. Ini adalah saatnya aku membalas semua kesakitan yang pernah kamu rasakan, perjuanganmu mengandung, melahirkan serta merawat Altair dan Alesha bahkan lebih besar daripada apa yang ku lakukan sekarang. Aku tidak akan bisa menandingi semua perjuanganmu itu, aku sangat-sangat berterimakasih padamu karena telah melahirkan anak-anakku ke dunia ini." Johan menambahi, ia bisa melihat Aleya yang menitikkan air mata.
Aleya berusaha untuk mengulas senyumnya, masa lalu itu telah ia telan dalam-dalam. Aleya bisa merasakan perubahan Johan yang menjadi lebih baik, ia sangat mengapresiasi kegigihan pria itu.
Refleks, jari-jari Johan bergerak mengusap genangan air mata di pipi perempuan itu, tatapan keduanya saling beradu selama beberapa detik.
Ada getaran aneh yang Johan rasakan, ia merasa jantungnya berdegup dengan kencang, darahnya berdesir hebat. Tak dapat Johan pungkiri, ia memang memiliki perasaan terhadap Aleya. Namun, ia cukup tahu diri, Johan tidak mau merusak kebersamaan mereka sebagai orangtua dari si kembar.
Jika sampai Johan menyatakan perasaannya, maka pastinya hubungannya dengan Aleya akan menjadi canggung.
Johan sudah tahu betul bagaimana sifat Aleya, perempuan itu hanya fokus untuk mengurus anak-anaknya saja, bahkan Aleya melupakan kebahagiaannya sendiri. Johan sangat tersentuh dengan segala hal yang berhubungan dengan ibu dari anak-anaknya itu, Aleya adalah sosok perempuan yang sangat tangguh.
Aleya bisa merasakan kelembutan dari tatapan Johan padanya saat ini, rasanya ada perasaan aneh yang menjalar dipikirannya.
Namun, Aleya buru-buru menepis perasaan itu, ia dan Johan hanya sebatas orangtua bagi Altair dan Alesha, ia tidak mau berharap lebih. Bukankah begitu?
Aleya menggerakkan kepala ke samping, saat itu juga sentuhan Johan di pipi perempuan itu pun terlepas, Johan mengulum bibirnya, ada rasa kehilangan yang entah mengapa menggerogoti hatinya.
"Altair sama Alesha belum pulang, kamu terlalu awal ke sini." ujar Aleya mengalihkan situasi.
Johan menarik tangannya yang sempat menggantung, ia berdehem pelan.
"Tidak apa-apa, bagaimana kalau kita menjemput mereka? Setengah jam lagi mereka akan pulang, kita bisa menunggu di sana."
Aleya berpikir sejenak, ia ingin menolak, tapi tidak enak hati.
"Baiklah, aku akan mengganti pakaian terlebih dulu." jawabnya.
Johan tersenyum senang, ia senang saat Aleya menerima tawarannya.
"Ya, aku akan menunggu di depan." ujar Johan, bagaimana pun juga Aleya adalah sosok perempuan baik-baik, Johan menghormati perempuan itu lebih dari apapun.
Ia tidak mau menjadi bahan pembicaraan orang karena berada di dalam atap yang sama dan hanya berduaan saja.
Aleya mengangguk, ia bisa melihat Johan memutar balikkan badan dan menuju ke luar rumah. Aleya menghela napas panjang, hubungannya dengan Johan memang sudah dekat, tapi tak ada kejelasan status di antara mereka.
Banyak orang yang bertanya mengenai apa hubungan Aleya dan Johan, saat itulah Aleya kerap kali kebingungan.
Kekasih? Bukan, sama sekali tidak.
Saudara atau sepupu? Juga tidak.
Suami istri? Apalagi itu.
Presepsi orang mengenai dirinya cukup mengganggu telinga, ada saja orang-orang yang melontarkan hinaan pada Aleya, mereka mengira bahwa Aleya menjual tubuh pada Johan Zachari, anak dari pasangan fenomenal dan juga sosok pria yang sukses.
Aleya hanya bisa bersabar menghadapinya.