Suara

1083 Words
Suara musik memekakkan telinga. Edward menari dengan beberapa wanità penghîbür di kolam renang. Oliver setengah mabuk. Dia memegangi kepalanya yang sakit dan mulai merasakan dingin. "Nancy apa di luar hujan?" Nancy menggerakkan tubuhnya sesuai musik yang berisik itu. Dia duduk di pangkuan Oliver, mengenakan bikini biru bermotif kerang. Nancy menciumi leher Oliver beberapa kali. "Iya sayang diluar hujan, kenapa? butuh sesuatu?" "Aku kedinginan ...." Oliver kembali memegangi kepalanya. Rasa ngilu yang menusuk ke otaknya sungguh tak tertahankan. "Ah ... hahaha, tenang ... aku di sini, aku akan menghangatkanmu." Oliver berpikir sejenak. Apa hanya Baekie yang mampu mengobatinya? mungkin karna dari awal dia hanya mengenal Baekie, dan tak pernah mencoba dengan wanita lain. Kali ini Oliver mencoba kemungkinan. Nancy mungkin juga bisa membuatnya tenang. "Nancy ... ayo ke kamar!" Oliver menarik Nancy. Wanita itu mengikutinya dengan senang hati. Kini mereka berdua di kamar. Hawa dingin mulai merasuk ke tulang Oliver. Jari tangannya mulai membiru. Beberapa menit lagi, maka bibirnya akan ikut membiru. “Buka bikinimu, dan berbaring di sini.” Perintah Oliver. Nancy tersenyum nakal. Perlahan dia menarik tali bikininya. Melepaskan semua yang menempel di tubûhnya, lalu berbaring di sisi Oliver. Oliver memeluk Nancy. Nancy kemudian menggesek gesekkan tubuhnya ke tubuh Oliver. Dengan tak sabar menciumi Oliver. Oliver merasa makin kesakitan. Tubuh Nancy tak berefek sama sekali. Seperti ribuan jarum menghujam tubuhnya, Oliver mengerang kesakitan. Oliver tak tahan lagi. Dengan segera Dia mendorong Nancy lalu berlari keluar. "Sayang, mau ke mana? Aish ... b******k!" Nancy mengacak ngacak rambutnya dengan kesal. Oliver membuka kamar Baekie lalu membanting dan mengunci pintu. Baekie berdiri menatap Oliver yang tampak kesakitan setengah mati. "Baekie ... Aku kedinginan!" Baekie tak bergerak sedikitpun. Dia hanya diam menatap Oliver dengan tatapannya yang aneh. "Baekie Kau tidak dengar? Aku kedinginan!” Oliver mengamuk. Dia berusaha menatap Baekie. Entah mengapa wajah Baekie terlihat begitu menarik. Seperti Anyelir, lambang kecantikan dan pesona yang mematikan. Plakk! Oliver menampar Baekie. Seketika Baekie terjatuh ke tempat tidur, lalu memegang pipinya yang terasa panas. "Kau tahu? Aku membencimu! Kenapa kau berubah seperti Anyelir Merah? apa yang kau lakukan padaku? Berhenti berpikir kau punya kendali atas diriku Baekie ... Berhentilah bertingkah, dan telãnjañglàh seperti yang biasa kau lakukan!" amuk Oliver, lalu menghancurkan semua barang seperti orang gila. Baekie tetap tak bergerak dari tempatnya. Oliver ambruk, jatuh berlutut di depan Baekie karena menahan sakit. "b******k! buka bajumu!" Baekie bergeming. Dia bahkan tak melihat ke arah Oliver. Perlahan Oliver bangkit lalu menjambak rambut Baekie. "Kau ingin aku yang membukanya? Baik!!" Oliver menindih Baekie. Dengan kasar dia merobek pakaian Baekie. Nafasnya terengah-engah, menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Oliver menelanjàngi Baekie seolah Baekie adalah boneka yang tak bergerak. Tubuh telãnjãng Baekie kini terpampang di depan Oliver. Plak! Oliver menampar Baekie sekali lagi. Kepalanya semakin sakit. Dia tiba-tiba pingsan diatas Baekie. Baekie terdiam. Entah kenapa air mata mengalir dari matanya, perlahan dia mengelus kepala Oliver dengan lembut, lalu menyelimuti tubuh mereka berdua dan memejamkan matanya. *** Keesokan harinya. Oliver terbangun dan menatap Baekie di sampingnya. Menatap wajah Baekie yang masih memerah karena tamparannya tadi malam. Menatap bibir Cherry Blossom tersebut. Ada perasaan aneh yang merasuk di hati Oliver. Dengan segera Oliver duduk. Baekie tampak sedikit terganggu, merubah posisi tidurnya, lalu kembali terlelap. Oliver kembali menatap wajah itu. Menatap tubuh Baekie, perlahan Oliver memperbaiki selimut Baekie lalu beranjak keluar dari kamar. *** Sore harinya, Oliver dan teman-temannya, terlibat perkelahian dengan Geng musuh bebuyutan Oliver. Edward terluka. Tapi luka Oliver lebih parah. Lengannya tersayat pisau, darah mengucur deras. Oliver mengambil kain dan membaluti lukanya. Sambil berlindung di balik pepohonan. "Oliver, kita tak bisa kembali ke villa. Mereka akan mencari kita," ucap Edward sambil terpincang-pincang. "Chris b******k! Bagaimana dia tahu kita berdua di sini? dan ke mana perginya anak buahmu yang lain?” Oliver menyumpah. “Mana aku tahu! Chris itu gila. Pokoknya kita tak bisa ke villa.” “Lalu harus bagaimana?” "Kembali ke rumah masing-masing. Kau lihat? mereka itu orang bayaran. Mereka sengaja mau menghancurkan kita. Aku pergi dulu!" Edward berlari ke mobilnya lalu tancap gas. "Aishh ... Baekie masih di villa. Aku tak bisa pulang tanpa dia!" Oliver menancap mobilnya ke arah villa, untuk menjemput Baekie. Beberapa menit kemudian. Oliver memarkir mobilnya asal-asalan, lalu segera berlari mencari Baekie. "Baekie!" Oliver menerobos ke kamar. Baekie menatap Oliver masih dengan tatapan yang sama. Datar, tanpa ekspresi. "Pakai Bajumu, kita harus segera pergi!" Baekie yang hanya memakai handuk karena baru selesai mandi, segera mencari pakaiannya. Tapi terdengar suara langkah kaki di luar. Oliver cemas. Baekie menangkap kecemasan di wajah Oliver, lalu menarik Oliver agar bersembunyi di bawah tempat tidur. Orang-orang tersebut akhirnya masuk ke kamar Baekie. Baekie segera duduk di kasur, lalu dengan santai mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Aishh ... Kemana mereka? dasar pengecut, mereka pasti sudah kabur!" Ucap seorang anggota Geng dengan kesal. "Nona ... kau salah satu dari mereka? atau kau menyembunyikan mereka?" Seorang laki-laki mengarahkan pisau ke leher Baekie. Oliver dilema. Dia ingin keluar, tapi dia memang terlalu pengecut. Sementara Baekie membutuhkan bantuan. "Nona ... jangan hanya menatapku. Kau bisu?" Oliver mengepalkan tangannya, mengumpulkan segenap keberanian. Dia memutuskan untuk keluar. "Singkirkan pisaumu. Aku tidak tahu apapun masalah kalian!" Terdengar suara yang sangat asing. Mata Oliver terbelalak. Baekie si hantu itu bicara? itu suaranya? bagaimana bisa? Salah seorang anggota Geng memasuki kamar, "Kalian sedang apa? tinggalkan saja dia. Dia hanya pèlãcûr. Mana mungkin dia tau tentang Geng ini!" Laki-laki yang mengancam Baekie memainkan pisaunya kearah dàdå Baekie dan memasukkan pisau tersebut kebalutan handuk Baekie. "Kau pasti pèlacūr mahal. Tubuhmu lumayan." Laki-laki tersebut menyeringai. Oliver ingin sekali menghajar laki-laki itu. Andainya dia tak terluka. "Kau benar. Aku begitu mahal. Sekarang kau bisa pergi?" Baekie menatap orang itu tajam. Matanya yang hitam berserta wajah pucatnya sedikit mengintimasi. Laki-laki itu terpana sejenak. "Hei! Jangan main-main lagi. Kalau kau mau pèlãcûr nanti kita cari, ayo pergi kau mau di hajar bos habis-habisan? Ingat. Bos bilang tidak boleh melukai orang lain. Bos hanya ingin si pengecut itu!" Salah seorang dari mereka meninggalkan kamar. Laki-laki dengan pisau itu terlihat kesal. Namun akhirnya dia ikut pergi. Baekie menghela nafas lega. Jantungnya berdegup kencang. Belum pernah dia menghadapi orang lain selain Oliver. Ini pengalaman pertama, dan dia hampir saja pingsan karena menahan takut. Oliver perlahan keluar dari bawah tempat tidur. Baekie membantunya, Oliver duduk di tempat tidur menatap Baekie tak percaya. "Baekie kau bisa bicara?" Baekie hanya diam. Dengan segera dia mengambil air hangat untuk membersihkan luka Oliver. "Baekie ... Bicara lagi, bicara padaku.” Baekie tak peduli. Mata dan tangannya terfokus memperhatikan luka Oliver. “Baekie Rosewood!” To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD