Raka berdiri tepatnya di hadapan Dea, Tangan menyilang di d**a. Menatap tampilan Dea, dengan balutan dress hitam selutut. Andai saja wanita ini bawaannya tenang, kalem, lemah lembut, menjaga tingkah laku dengan baik, ia pastikan akan jatuh hati kepada wanita di hadapannya ini.
"Mas, sudah mandi, ganteng deh. Pasti karena Dea kan, mas mau mandi" ucap Dea sambil terkekeh..
"Jangan mengalihkan pembicaraan, saya ingin kamu pulang".
"Tapi kalo saya tidak mau pulang gimana? Mama juga suka saya disini" Dea memilin rambutnya.
Raka mulai geram "kamu pikir kamu siapa? Saya capek lihat wajah kamu".
"Mas Kok gitu".
"Ih, sudah lah, capek aku ngomong sama kamu" Raka berjalan menjauh meninggalkan Dea.
"Mas, ikut"
Dea mengejar Raka menarik ujung bajunya "Mas, jangan gitu dong, iya saya pulang kok, tapi mas antarin ya".
"Pulang saja sendiri".
"Mas, kok gitu, iya deh saya pulang. Mas jangan lupa makan ya".
"Besok saya kesini lagi ya".
"Jangan harap kamu kesini lagi menemukan saya".
Dea tersenyum, dengan cepat bibirnya mendarat di pipi Raka.
"Kamu !!!" Raka mengelap pipi kirinya dengan jemarinya.
"Dah mas Raka, Dea pulang ya".
Dea setengah berlari, tersenyum sumeringah. Tanpa ada beban di dadanya. Ia bersumpah akan memikat Mas Raka sampai titik darah penghabisan.
***
Sudah dua hari ini Raka mulai tenang, Dea tidak menggangu hidupnya lagi. Saat ini Ia memang ingin menyendiri, setelah seminggu di habiskan untuk bekerja. Inilah waktunya berhibernasi di Apartement minimalis miliknya, sengaja ia pilih, karena ini hanya untuk tempat istirahat sejenak.
Raka menyikap selimut, terekspos tubuh polos Raka, Ia hanya mengenakan boxer hitam. Raka berjalan menuju lemari es, mengambil botol air mineral, mengisinya ke dalam gelas.
"Pagi mas Raka".
Suara itu terdengar horor di telinganya, ia tahu betul pemilik suara mirip desisan tetesan Dewi ular. Raka menoleh ke arah sumber suara. Menatap Dea dengan balutan kaos longgar berwarna putih dipadu celana jins super pendek, dan sepatu sneker berwarna putih. Ia terlihat seperti anak SMA. Tapi dia terlihat sexy, menampakkan kaki jenjang yang mulus tanpa cela. Raka hampir saja memuntahkan isi mulutnya.
"Kamu !!!! Mau apa kamu kesini".
"Ta---daaa Dea bawa sesuatu buat mas" Dea memperlihatkan rantang berwarna Biru.
"Kenapa kamu bisa ada disini? Kenapa bisa masuk" tanya Raka murka.
"Bisa donk, itu mah gampang" Dea melepas sepatu dan berjalan menuju meja satu-satunya di pantri minimalis. Dea membuka satu per satu rantang menyusunnya di atas meja.
Dea menyibak gorden berwarna putih, pancaran cahaya matahari masuk ke segala ruangan. Dea menatap penjuru ruangan, hanya seperti kamar dengan fasilitas lengkap di dalamnya, warna putih abu-abu mendominasi seluruh ruangan.
"Apartemennya keren, pantesan mas betah disini".
"Kamu tahu dari mana saya disini?".
"Dari mama".
Mengingat mamanya sekarang sudah terlalu akrab sama Bocah satu ini. Raka kembali melangkah ke tempat tidur.
"Mas mau kemana? Makan dulu".
"Terserah aku mau kemana, jangan ikut campur, kalo mau pulang tutup lagi pintunya, aku masih kenyang" ucap Raka membaringkan tubuhnya di tempat tidur.
"Mas ikut".
"Ikut apa?".
"Ikut tidur sama mas".
"Apa!!!" Raka terperangah lagi, sudah berapa kali jantungnya ingin keluar. Jika dibiarkan seperti ini, Raka pastikan akan terkena serangan jantung secara mendadak. Wanita di hadapannya ini terlalu berani. Raka tidak habis pikir, apa yang ada di dalam otaknya. Sungguh ia adalah pria normal, ibarat kucing yang sudah kenyang, jika di disuguhi ikan segar lama kelamaan pasti akan memakannya dengan lahap.
"Iya ikut mas, ada masalah?".
Raka menepuk jidat, bergidik ngeri.
Dea menahan tawa, karena ia senang menggoda Raka. Di diikutinya langkah Raka masuk ke kamar. Raka dengan cepat masuk ke dalam bed cover. Dea ikut membaringkan diri di samping Raka sudah bergulung dengan bed cover. Raka sudah seperti kepompong, Dea malah menoleh-noel bahu Raka.
"Mas, Dea senang deh bisa satu ranjang sama mas" Bisik Dea. Raka masih tidak bergeming. Dea menoel lagi bahu Raka.
"Mas".
"Mass...".
"Masss...".
"Masssssss...".
Raka mulai terganggu, sudah berusaha menulikan pendengarannya, tetapi percuma, ia malah semakin terusik, mendengar kata "mas" lebih mirip desahan. Suara cempreng Dea sangat mengganggunya.
"Ihhhh, bisa diam tidak sih? Berisik !!!" Raka menyibak selimutnya.
Dea dengan cepat, memeluk tubuh Raka dari belakang "Dea pengen peluk mas".
Raka melepas pelukan Dea, menyingkirkan tangan kecil milik Dea yang sudah melingkar di pinggangnya.
"Ingat, jangan sentuh saya" Raka mulai geram.
"Kalo Da pengen gimana?".
"Susah ya ngomong sama kamu" kantuknya kini mulai hilang, memilih duduk di sofa depan Tv 42 inchi.
Dea duduk tepat di samping Raka. "Mas, Dea bawa makanan, sapi lada hitam, capcay dan ayam bakar sambel ijo, makan yuk".
Raka menelan ludah, pasalnya yang di sebutkan tadi adalah menu favoritnya.
"Pasti makanan itu sudah kamu kasi jampi-jampi kan" gumam Raka sambil mengganti chanel siaran.
"Ya enggak lah mas, buat apa juga Dea kasih gituan, dosa tau".
"Siapa yang buat?" Tanya Raka penuh selidik.
"Mama yang buat".
"Yakin" Raka mulai memastikan.
"Iya lah, yuk makan".
Dea menyiapkan sepiring nasi lengkap dengan sapi lada hitam, cap cay, dan ayam bakar sambal ijo. Dea tersenyum menatap pria di hadapannya makan dengan tenang.
"Enak enggak mas?".
"Biasa aja", ucap Raka sambil memotong ayam bakar, yang super lezat ini. Hanya saja iya gengsi. Andai saja si bocah tidak ada di hadapannya Raka akan makan lebih damai.
"Mas mau tau gak?".
"Enggak !!!".
"Yakin?".
"Yakin lah, enggak penting juga".
"Tadi mama bilang, makanan itu sudah dikasi pelet, agar mas jatuh cinta sama Dea".
Sesuap terakhir, hampir saja ia memuntahkan kembali makanan yang di makannya.
"Apa !!! Uhuk-uhuk" Raka terbatuk-batuk.
"Becanda mas, serius amat".
"Ihhh, kamu!!!".
"Gemes deh, liat mas" Dea tertawa renyah.
***
"Mas, jalan yuk" Dea memasang mata puply.
"Enggak".
"Jadi mas tidak ada rencana kemana-mana nih? Kita di sini saja".
"Aku tidak sudi jalan sama kamu, amit-amit" Raka bersandar di sofa menonton salah satu acara reality show.
"Mas, kata orang Dea nih, lumayan cantik loh".
"Ih, GR, kata siapa kamu cantik? penampilan pecicilan gitu".
"Kata semua orang, Dea cantik kok mas".
"Hahahah yang ngatain kamu cantik, pasti penglihatannya sudah terganggu".
"Iya deh, Dea jelek".
"Emang".
"Tapi, Dea bakalan selalu cantik di depan mas".
"Cantik??? Kamu selalu jelek di mata saya".
"Tapi mas suka kan Dea kesini".
"Enggak, Cantik dari mana?emang kamu tidak ada kegiatan apa selain ganggu saya?".
"Tidak, ini kan hari minggu mas, kantor Dea libur".
"Ya setidaknya kamu bisa ngurusin lain yang lebih bermanfaat, dari pada gangguin saya" Raka menatap Dea.
"Bagi Dea mas adalah yang paling penting dalam hidup Dea".
"Ih, lama-lama ngeselin juga ngomong sama kamu".
"Mas yuk kita ke mall".
"Pergi aja sendiri".
"Yuk lah mas, sekali-kali kita kencan".
"Enggak".
"Mas nyebelin".
"Emang".
"Awas aja nanti aku bakalan setiap hari gangguin mas".
"Apa !!!".
***