Sudah seminggu Dea terbaring di rumah sakit, pagi ini Dea merapikan diri untuk segera pulang. Semenjak pasca operasi, ia tidak pernah melihat dokter Raka, suster Mila lah yang mengurusnya setiap hari. Sebenarnya ia kecewa karena tidak melihat dokter Raka.
"Makasih ya sus, sudah merawat saya selama disini".
"Itu sudah tugas saya sebagai perawat embak ".
"Oiya, masalah dokter Raka, kenapa ia tidak pernah melihat saya kembali pasca operasi?".
"Dokter Raka, mungkin lagi sibuk embak, maklum jadwal operasinya padat, embak datang saja kerumahnya".
"Tapi kan bisa lihat saya sebentar sus, walau jadwalnya super padat, tapi boleh deh minta alamat dokter Raka".
"Embak Dea Rindu sama dokter Raka".
Dea mengangguk , "iya, rindu banget".
"Embak Dea punya hubungan khusus sama dokter Raka?".
"Tidak ada sih, tapi dokter Raka nyium saya sebelum operasi berlangsung".
"Apa!!! Cium dimana embak?".
"Di bibir".
"Gimana rasanya embak?".
"Rasanya, gitu deh".
"Enak?".
Dea mengangguk, "ih suster, saya kan malu di tanyain gitu".
"Embak suka ya sama dokter Raka".
Dea mengangguk kembali, "kayaknya sih gitu".
"Kalo cinta, ya di kejar embak, kejar sampai titik darah penghabisan".
"Tapi saya takut, kalau saya tidak suka bagaimana?".
"Pasti dia suka juga sama embaknya, buktinya dokter Raka nyium embak" ucap suster Mila, lalu melipat selimut di hadapannya.
"Iya sih, yaudah saya siap-siap pulang dulu ya sus, oiya alamat dokter Raka" ucap Dea menggantung.
Suster Mila mengambil kertas dan pulpen "Bentar embak, saya tulis di kertas ya, alamat rumah dan apartemennya".
"Makasih ya sus, mari saya pulang dulu".
"Iya embak hati-hati".
Siapa sangka, berawal dari tanya jawab yang singkat, dalam waktu dua jam, seisi rumah sakit gempar dengan pernyataan "dokter Raka menyium pasiennya sendiri".
***
Dea menatap secarik kertas berisi alamat lengkap dokter Raka. Mengetuk stir mobil, masih mempertimbangkan arah mana harus di tujunya. Tanpa pikir panjang Dea menuju alamat tertera di kertas.
Ternyata cukup gampang mencari alamat rumah dokter Raka. Rumahnya tepat di komplek perumahan mewah. Dea menepikan mobilnya tepat di depan rumah bercat putih. Pagar rumah terbuka, Dea memajukan mobilnya masuk ke dalam. Dea melangkah masuk, Dea menekan bel.
Tidak perlu menunggu lama, pintu terbuka, di hadapannya wanita separuh baya menyambutnya. Dea tersenyum ramah.
"Siang tante, ini betul rumah dokter Raka?".
"Iya betul, tapi siapa ya?".
"Saya calon istri Raka tante".
Terperangah menatap Dea "Benarkah? Calon istri Raka? Maksud kamu, Raka Pratama anak saya?"
"Iya tante" Dea memasang senyum terbaiknya.
"Ayo silahkan masuk, kok Raka enggak ada cerita sama tente, punya calon istri cantik seperti kamu" ucap Anisa penuh semangat.
"Mungkin Mas Raka malu tante, makanya saya inisiatif sendiri".
Busyet dah, sepertinya aktingnya tidak di ragukan lagi.
"Heran sudah tua kayak begitu masih malu-malu, justru tante senang kamu kesini".
Dea masuk, mengikuti langkah Anisa kedalam rumah.
"Papa.... Papa.... sini deh, calon menantu kita datang" Anisa menghampiri Sigit suaminya.
Pria separuh baya datang dari arah belakang, menaruh handuk kecil di bahunya, "ada apa ma? Calon mantu?".
Pria separuh baya itu memandang Dea dari atas sampai ke bawah. Untung saja ia berpakaian sopan.
"Kamu calon istri Raka?" Tanya Sigit tepat di hadapan Dea.
"Iya om".
"Wah, ma kita sebentar lagi akan punya cucu" Sigit tersenyum penuh bahagia.
"Iya pa, sebentar lagi kita punya cucu, mama senang deh, Mama sudah enggak sabar pa, pengen gendong cucu".
"Siapa nama kamu nak?".
"Saya Dea Diandra tante, panggil saja Dea".
"Kami orang tuanya Raka, panggil saja mama dan papa".
"Mas Rakanya dimana ya ma?" Dea menaruh tasnya di meja.
"Bukannya mas Raka kerja tadi, maklum jadwal operasinya banyak" ucap Anisa.
"Iya ma, mungkin mas nya sibuk, sehingga lupa ngasih tahu".
"Biasa Raka, tidak pulang kerumah, langsung pulang ke apartemenya, maklum jarak rumah dan tempat kerja jauh".
"Owh gitu ma, nanti saya akan kesana".
"Oiya mama mau masak, kamu mau bantu mama di dapur, biasa anak muda sekarang males masak".
"Saya suka masak kok ma".
Suka masak??? Itu pernyataan yang paling absurd yang pernah Dea katakan. Seumur hidupnya tidak pernah sekalipun memegang sodet dan teflon. Jauh sekali dengan expetasinya.
"Benarkah?".
"Yuk ma kita masak, papa kayaknya sudah laper".
Dalam sekejap, Dea mulai mencuri hati orang tua Raka. Walau tidak bisa masak, setidaknya ia tahu bahan-bahan yang ada di hadapannya, mulai berbagi cerita dengan calon mertua.
"Dea kerja dimana?".
"Saya tidak kerja ma, tapi buka usaha kecil kecilan".
"Usaha apa emangnya".
"Saya punya usaha sejenis tabungan, simpan pinjam, gadai barang berharga, sejenis CU gitu ma".
"Wah hebat itu".
"Biasa aja ma, nyibukin diri aja, dari pada nganggur dirumah" ucap Dea sambil memotong bawang bombay.
"Kapan kalian akan menikah?".
"Saya terserah mas saja ma" ucap Dea asal.
"Mama, pengen secepatnya bertemu orang tua kamu".
"Iya ma, saya berharap juga gitu".
Busyet dah, akting Dea tidak di ragukan lagi, mulus tanpa hambatan. Sepertinya ia akan lolos casting di hollywood bersama Emma Robert.
***
Raka membersihkan tangan dan jari-jari di wastafel, menatap pantulan bayangan di cermin. Wajahnya cukup lelah. Ia butuh tidur, dan sup buatan mama agar besok kembali fit lagi.
Dion menepuk bahunya, "hay, bro sudah break up sama Ana?".
Raka mengerutkan dahi, mengambil tisu di depannya, "maksudnya?" Raka tidak mengerti.
"Katanya, kamu sudah punya gebetan baru, pasien kamu operasi kemaren, cantik, mulus, binggo bro?".
"Hahahah, Dion Itu hanya pasien".
"Pasien, tapi nyosor juga".
"Hah???" Raka mengerutkan dahi.
"Tidak usah pasang tampang b**o deh, rumah sakit dan seisinya sudah menyebar".
"Beneran saya tidak ngerti" Raka menggulung lengan kemeja sampai ke siku.
"Kamu mencium pasien bernama Dea Diandra".
Oh May God, Raka melangkah meninggalkan Dion. Bodohnya lagi ia tidak menyadari gosip murahan seperti itu sudah menyebar begitu cepat. Raka berjalan cepat mencari keberadaan suster Mila. Ia yakin Mila lah dalang dari semua ini.
***
Raka butuh asupan nutrisi, sebaiknya ia pulang kerumah orang tuanya saja. Pikirannya mulai kacau, pernyataan Mila, membuatku terperangah tidak percaya, Mila hanya bercerita sebenarnya, ia mengetahui cerita tersebut dari pasien bernama Dea Diandra. Dea Diandra, wanita yang baru di kenalnya telah merusak hidupnya seketika. Hidupnya tidak sedamai dahulu.
Raka tidak percaya apa yang ada di hadapinya, wanita itu sedang bercengkrama kepada wanita yang paling di sayanginya di dunia jni. Ia seperti mengangkat beban berat, mengusap wajah, dan memilih menghindar melangkah masuk ke dalam kamarnya.
"Raka, sini, coba lihat mama dan Dea masak kesukaan kamu".
Raka berhenti, membalik tubuhnya menatap Dea, Dea tersenyum. Sepertinya keberadaannya mulai terganggu, sudah cukup ia telah menghancurkan Image di tempat kerjanya, dan sekarang keluarganya.
"Hay, mas Raka" ucapnya.
Raka mendekat, "saya ingin ngomong sesuatu sama kamu".
Dea mengikuti langkah Raka, menuju taman belakang rumahnya. Tepatnya di balkon belakang, sambil memandang kolam ikan mas. Raka membawanya jauh dari keberadaan orang tuanya. Sebuah dinding terhalang, Raka melipat tangannya di d**a, emosinya benar-benar sedang di uji oleh bocah satu ini.
"Kenapa kamu ada disini? apa mau kamu sebenarnya?" ucap Raka geram.
Dea tersenyum, ia menatap Raka gemas, dalam keadaan marah sekalipun laki-laki dihadapannya ini tetap terlihat tampan,
"Saya ingin ketemu mas".
"Saya tidak ingin kamu ada disini paham!!! Cepat kamu pulang, tempat kamu bukan disini".
Dea menelan air ludah, di tatapanya Raka yang sedang murka. Jika ada api panas berkobar, ia harus menghadapi dengan air yang dingin.
"Mas pasti capek, mas mandi dulu gimana? Nanti saya akan menjawab semua pertanyaan mas" Dea memberi saran.
"Saya tidak ingin bertele-tele, jawab sekarang".
"Saya tidak mau, saya maunya mas mandi dulu".
Raka mulai jengah,pilihan yang tepat, seharusnya ia perlu mandi, meredakan amarahnya.
"Oke".
***