Damar’s POV “Kamu pikir, kamu sepenting itu!” “Saya tidak perlu berulang kali mengingatkan kamu ‘kan? Jauhi Damar, Ga, dia pantas bahagia dengan kami. Jangan lagi menggodanya.” Kenapa dia bisa begini kasarnya, aku jelas tahu suaranya, Dinda. Setelah dia sepihak memutuskan panggilan, aku mendekati Jingga lagi. Dia mencoba mengambil ponselnya, tapi aku tidak memberi izin. “Sejak kapan dia mengusikmu? Dinda, jawab, Jingga.” Dia tak menghiraukan pertanyaanku, masih saja berusaha merebut ponselnya dari tanganku. “Jingga!” “Damar … bawa Jingga masuk, gerimis begini,” teriak bunda dari teras. Jingga menyerah, dia berbalik meninggalkanku. “Jangan selalu pergi tanpa menyelesaikan masalah, Ga,” ujarku. Aku menarik tangannya kasar dan dia meringis. “Sakit,” lirihnya. Layar ponselnya menyal