Apa kamu senang membuat saya menderita, Jingga?” Aku berusaha mencari arti dari kalimat yang diucapkan Pak Damar padaku. Menderita? Dia? Bukannya dia sudah bahagia dengan keluarga kecilnya, aku masih saja mengikutinya dalam diam, kami sudah di hotel saat ini. “Aduh.” Aku mengelus dahiku tiba-tiba Pak Damar berhenti dan aku menabrak punggungnya. “Jangan buat saya khawatir, Jingga, kalau kamu tidak bisa di sisi saya paling tidak tolong tetaplah dalam pengawasan saya,” lirihnya, kemudian dia kembali melangkah menuju kamarnya. Aku menyernyitkan dahi heran, apa lagi ini, aku semakin tak mengerti. Aku melangkah cepat dan menghalanginya. “Saya butuh penjelasan atas sikap dan ucapan Bapak. “Penjelasan apa?” tanyanya. “I—itu penjelasan atas si—sikap dan ucapan Bapak barusan.” Tiba-tiba aku te