PART 5

1138 Words
Belum sempat Alex mengatakan sesuatu, pintu kamar pribadi Litina dan Leonard terbuka, menunjukkan Leonard, papa Alex. "Kalian ikutlah denganku," ujar Leonard dengan dingin, mungkin Alex mendapatkan sifat dinginnya itu dari papanya. Stella yang merasa takut dan gugup, tidak tahu harus melakukan apa, terus saja menunduk tidak menatap Leonard yang sudah berjalan menuju ruang kerja. Alex yang mengetahui hal tersebut langsung menggandeng tangan Stella agar mengikutinya ke ruang kerja papanya. Stella membelalakkan mata saat merasakan tangan hangat Alex menggandeng tangannya. Jantungnya berdegup kencang. Mereka berdua masuk ke ruang kerja Leonard. Ruangan itu terasa penuh intimidasi, hampir sama dengan ruang kerja Alex. "Jadi, apakah kalian akan menikah?" tanya Leonard langsung pada intinya. "Apa?" Stella dan Alex terkejut bersamaan. "Apa maksud, Papa?" tanya Alex dengan raut bingung. "Menikahlah kalian, Papa tidak mau kejadian seperti ini terulang lagi pada Mamamu," kata Leonard. Ia sangat khawatir saat mendengar bahwa istrinya jatuh pingsan karena mendadak kena serangan jantung. Padahal Litina hanya berpura-pura terkena serangan jantung. Dan Leonard tahu jika istrinya hanya berakting untuk membuat anak laki-lakinya menikah dengan gadis bernama Stella. "Ta-tapi ...." seru Stella tergagap. "Baiklah, saya akan melakukan pernikahan itu," lanjut Stella dengan yakin. Entah bagaimana bibirnya ini bisa mengatakan hal selantang itu dengan lancar dan yakin. Spontan Alex menatap Stella dengan tidak percaya. Sebab baru kemarin ia meminta Stella menikah dengannya, dan wanita ini menolak. Tapi sekarang ... benar-benar wanita aneh. "Tapi sebelumnya, bisakah saya bertemu dengan Nyonya Litina." tanya Stella. "Silakan," jawab Leonard. Seketika Stella merasa gugup. Stella segera keluar dari ruang kerja Leonard dan menuju kamar Litina. "Bisakah saya berbicara dengan Anda, Nyonya Litina?" tanya Stella sopan saat telah berada di kamar Litina, yang sedang duduk bersandar di kepala ranjang, ditemani Aliya yang duduk di sebelah mamanya. Stella sangat ingin merasakan hal yang sama seperti yang dilakukan Aliya, berada di samping ibunya sambil bergenggaman tangan. "Kemarilah, Stella," panggil Litina, yang melihat Stella masih berdiri di kaki tempat tidurnya yang berukuran king size. Stella segera mendekat dan berdiri di sisi tempat tidur. "Saya ingin bicara berdua dengan Nyonya, apa boleh?" tanya Stella sopan sembari menunduk. "Mulai saat ini, jangan memanggil Nyonya, Nak. Panggil aku, Mama!" kata Litina. "M-Ma-Mama?" dengan terbata-bata Stella mencoba memanggil Mama pada Litina. Litina tersenyum mendengar panggilan Stella untuknya. Wanita itu mengisyaratkan agar Stella mendekat. Aliya mengerti bahwa kedua wanita itu membutuhkan waktu berdua, ia pun langsung berdiri dan berjalan keluar kamar mamanya. "Saya ingin menceritakan siapa saya pada Mama," ujar Stella sambil menatap Litina, kemudian membenarkan posisi duduknya agar sepenuhnya menghadap pada Litina. "Mama akan mendengarkan," kata Litina lembut sambil balas menatap mata penuh kesedihan itu. Flashback On Saat itu, Stella berumur delapan tahun. Di umur itu semua anak butuh seorang teman. Tapi, Stella berbeda. Dari kecil ia hampir tidak pernah bermain dengan teman sebayanya. Hampir semua temannya menolak bermain bersamanya. Menurut salah satu temannya, Stella adalah anak haram, yang bahkan tidak diinginkan oleh ayahnya sendiri. Lalu mengapa mereka harus menerima Stella? Dan karena itulah, Sarah sadar bahwa tidak ada seorang anak pun yang mau berteman dengan putrinya karena ia tidak memiliki suami dan ayah untuk putrinya. Kemudian Sarah menikah dengan Josh, hanya agar Stella memiliki ayah dan anak-anak sebaya Stella mau bermain bersama putrinya. Hingga Sarah sadar, bahwa ia menikahi pria yang salah. Josh gemar mabuk dan berjudi, meski ia menikah dengan Josh, tidak seorang anak pun mau bermain dengan Stella. Flashback Off Mendengar cerita Stella, tanpa sadar Litina menitikkan air mata. Ia tidak pernah mengira bahwa kehidupan calon menantunya akan seberat itu. Ia langsung memeluk Stella. Seseorang yang berada di luar kamar Litina, mendengar semuanya. Perasaan marah tiba-tiba menyelimutinya, saat mendengar bahwa selama ini tidak ada yang menyukai Stella. Ia bertekad, nanti saat Stella telah menjadi bagian dari keluarganya, Alex akan membuat siapa pun menerima wanita itu. Harus. Mau atau tidak. Dan sekarang ia semakin mantap dan yakin untuk menikah dengan Stella. "Dengar, siapa pun dirimu, aku tidak peduli. Karena aku menyukaimu apa adanya. Jangan pernah mengatakan bahwa tidak ada yang menginginkanmu. Jika kau sudah menikah dengan Alex, maka kau adalah bagian dari keluarga Edward!" ujar Litina lembut seraya mengelus rambut Stella. "Tapi, aku tetap tidak pantas untuk putra Anda." Ada alasan lain mengapa Stella ingin menjalani pernikahan ini. "Dengarkan aku. Apa kau tahu mengapa aku sangat menginginkanmu menikah dengan Alex?" Stella terdiam mendengar pertanyaan itu. "Karena ini adalah perasaan seorang ibu. Entah mengapa, aku merasa kaulah orang yang tepat untuk Alex. Kaulah orang yang akan melengkapi kekurangannya. Selain itu, aku tidak mau Alex terus menerus memuaskan kebutuhan biologisnya pada wanita lain," lanjut Litina. Dan Stella tidak terkejut mendengar itu. Dia sudah mengira bagaimana kehidupan seorang pria seperti Alex. Kini Stella tidak peduli apa-apa lagi. Ia melirik arlojinya dan ternyata ia sudah cukup lama berada di rumah keluarga Edward. "Ma, aku harus kembali." "Baiklah, biar Harry mengantarmu." Stella tidak menolak tawaran Litina, apalagi saat wanita paruh baya itu memanggil bodyguard-nya. "Antarkan calon menantuku pulang ke rumahnya." Pipi Stella merona saat mendengar kata-kata 'calon menantu' yang diucapkan Litina. "Sampai jumpa, Ma. Dan tolong sampaikan salamku pada yang lain," pamit Stella dengan sopan pada Litina. Stella mengekori Harry, dan saat ia sampai di depan pintu rumah, tiba-tiba seseorang menariknya, membawanya masuk dan mendudukkannya di jok depan sebuah mobil sport. Tak lama kemudian, Alex menyusul duduk di kursi pengemudi. Stella terkejut melihat kelakuan pria itu. "Apa yang Anda lakukan? Saya akan pulang dan diantar oleh Harry." Stella berusaha menghentikan Alex yang sudah melajukan mobilnya. "Jadi, kau lebih senang diantar bodyguard daripada calon suamimu?" Lagi-lagi Stella dibuat merona mendengar kata-kata Alex tentang calon suami. Alex yang melihat itu tersenyum geli di dalam hati. Mobil Alex melaju meninggalkan pelataran rumahnya. "Kau ingat bahwa kau akan memberikan apa pun yang kumau jika aku mau menikah denganmu?" Stella mengingatkan Alex pada kejadian di dalam lift waktu itu. "Hmm ...." "Aku ingin meminta sesuatu padamu," kata Stella menatap Alex yang fokus pada jalanan. "Aku akan memberikannya," jawab Alex, ia tahu akan seperti ini, Stella akan meminta sesuatu padanya. "Aku meminta uang satu setengah juta dollar untuk lusa," ucap Stella. Sebenarnya ia tidak ingin mengatakan hal ini, karena itu sama saja secara tidak langsung ia telah menjual dirinya pada Alex. Tapi dia tidak punya cara lain untuk bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam dua hari saja. Ciiittt. Alex mengerem mendadak, membuat tubuh Stella yang tidak menggunakan sabuk pengaman terhuyung ke depan, hampir saja kepalanya terbentur. "Untuk apa uang itu?" tanya Alex bingung. Sebenarnya bagi Alex, uang sejumlah itu tidak masalah. Jika dibandingkan dengan perusahannya, satu setengah juta dollar itu hanya sebagian kecil dari kerugian perusahaan. "Itu urusanku, kau hanya harus memberikan uang itu padaku lusa," kata Stella. "Baiklah, besok aku akan menghubungimu." Alex harus menyusun strategi dengan membuat perjanjian. Karena Alex pikir, Stella sama saja seperti wanita lain di luar sana, membutuhkan uang untuk berfoya-foya. "Semua terserah padamu." Singkat dan jelas. Stella harus melakukan ini demi keselamatan ibunya. Tidak ada pilihan lain. @@@@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD