3

955 Words
Gerald menatap malam melalui kaca besar kamar apartemennya. Tatapannya tak berkedip sambil memegang satu gelas kecil berisi minuman keras yang paling mahal di dunia. "Maafkan aku, Emilia," desis Gerald kembali meneguk minuman itu hingga habis. Pikirannya benar -benar kacau saat ini. Gerald meletakkan gelas itu di atas meja dan kedua tangannya masuk ke dalam kantong celana training. Tubuh bagian atasnya dibiarkan telanjang hingga d**a bidanganya tliat dengan jelas. Bulu halus dan d**a yang lebih mirip dengan roti sobek salah satu merek roti terknal pun membuat nafsu para kaum hawa tak tertahan lagi. "Ini semua salahmu, Emlia!" ucap Gerald di dalam hati. Ceklek ... Kirana baru selesai mandi. Tubuhnya yang langsing terbalut piyama tipis berbahan satin milik Gerald. Kepalanya ditutup handuk karena rambut panjangnya masih basah. Langkah Kirana begitu pelan menuju ranjang. Ia menatap beberapa helai pakaian dengan paper bag merek terkenal. Kirana tidak mau berandai -andai. Ia memilih duduk di tepi ranjang dan melipat pakaiannya yang sudah rusak karena sobekan paksa Gerald. Pantulan kaca itu jelas memperlihatkan gerak gerik Kirana. Gerald bisa melihatnya dengan gamblang. Lelaki itu berbalik dan tersenyum ramah. "Itu pakaian untukmu. Tadi ku pesan dari beberapa butik. Semoga saja ukurannya pas. Aku mau minta maaf soal pakaian kamu yang sudah ..." Dengan cepat Kirana menyela ucapan Gerald yang akhirnya menghentikan kelanjutan ucapannya. "Cukup Tuan. Tolong jangan diingatkan lagi," ucap Kirana lirih. Semakin dibahas, hati Kirana semakin merasakan sakit dan hancur. Gerald berjalan mendekati Kirana. Ia duduk di tepi ranjang. Kedua mata Gerald tak berhenti memnadang kecantikan Kirana yang begitu sempurna. Kulit mulus kuning langsat, tubuhnya indah, dan sangat enak dipandang. Menurut Gerald pas dan sangat sesuai dengan kriteria wanitanya. Tangan Gerald memegang erat tanagn Kirana. Ia mngusap punggung tangan yang halus dan terasa dingin karena baru saja selesai mandi. "Maafkan saya," ucap Gerald lemut. Kirana hanya mengangguk pasrah. Air matanya mengumpul disekitar kelopak mata. Bola matanya juga mulai terasa manas. Apakah derita orang miskin seperti ini? Kehilangan keperawanan dan hanya ada kata maaf dari bibir sang penikmat? Gerald melepaskan genggaman tangannya di tangan Kirana. Ia berdiri dan duduk di sofa ternyaman kesukaannya jika sedang sendiri di akmar apartemen ini. Apartemen ini memang ia beli dengan uang tabungannya sendiri. Tidak ada yang tahu tentang apartemen ini termasuk Emilia, sang istri. Tempat ini selalu dijadikan pelampiasan Gerlad dikala ia sedang ingin sendiri karena penat mengurus bisnis. Selama ini, ia dianggap anak dan menantu yang gagal karena kepemilikannya tak pernah bisa berdiri dan memuaskan Emilia, istrinya. "Kamu butuh pekerjaan apa?" tanya Gerald bersandar nyaman disana sambil memeluk bantal kursi didadanya. "Apa saja," jawab Kirana tak mau banyak menuntut dan memilih. Mendapatkan pekerjaan saja bagi Kirana sudah lebih dari cukup. "Bagaimana kalau kamu, saya kasih posisi sebagai asisten saya?" ucap Gerald suara penuh penekanan jelas. Tatapan Gerad penuh harap, Kirana bisa menerima tawarannya. Gerald mulai terpikat dengan pesona kecantikan dan kemolekan tubuh Kirana. Hal ini tak pernah dirasakan sebelumnya. Gerald yang selalu dingin pada wanita dan sama sekali tak pernah tertarik dengan sosok wanita. Kini, ia seperti mendapatkan karma untuk dirinya sendiri. Ia malah menagih lagi keinginannya yang penuh hasrat ini. "Asisten? Seperti OB?" tanya Kirana memastikan. "Bisa dibilang begitu. Tapi, asisten high class. Hanya untuk mengurus saya saja," titah Gerald pada Kirana. "Seperti sekertaris?" tanya Kirana lagi terlihat begitu berbinar. Setidaknya setelah ada kehilangan pada dirinya, semua ini terbayar dengan sebuah pekerjaan yang menjanjika. Setidaknya bisa ia pakai untuk biaya hidupnya, biaya keluarganya di Kampung yang begitu bangga pada dirinya sebagai perempuan hebat yang mampu kuliah dan lulus dengan nilai terbaik. Tentu saja, kedua orang tua Kirana berharap Kirana menjadi sukses dan bisa mengangkat derajat keluarganya. Bekerja di Perusahaan bonafit dengan gaji besar itu adalah impian terbesar Kirana. "Tidak seberat itu," jawab Gerald lagi. "Apa saja pekerjaannya?" tanya Kirana lagi dengan penasaran. Ia harus tahu betul, apa pekerjaannya. Jangan sampai ia bekerja dan tida tahu apa yang harus ia kerjakan atau dia tidak bisa mengerjakannnya. "Kamu lulusan sarjana komunikasi?" "Ya," "Berapa ipk -mu?" "3, 93. Saya kumlaud Tuan." Gerald tersenyum bangga pada Kirana. Gadis di depannya adalah gadis yang hebat bukan gadis biasa saja. "Apa kelebihanmu?" Gerald menatap Kirana lekat. Ia senang melihat gaya biacara Kirana. Padahal di Kantor tidak ada perekrutan karyawan. Semua jajaran jabatan penting sudah terisi penuh. Karyawan tetap dan kontrak juga sudah sangat banyak sekali. Kalau Kirana dititipkan di bagian HRD, ada kemungkinan tidak akan diterima. Jadi, lebih baik Kirana dibawa oleh Gerald secara langsung. "Saya mampu menggunakan beberapa bahasa asing, saya juga mampu memgoperasikan komputer dengan baik, saya juga bisa bekerja dengan tim dan sesuai standar aturan yang diberikan oleh Kantor," jelas Kirana dengan suara lantang. Gaya bicaranay juga lebih tenang dan penuh keyakinan. Rasa takut dan kecewa yang nampak tadi seolah hilang dengan kebahagiaan baru. "Oke. Kamu diterima. Tugas kamu adalah sebagai asisten saya. Kamu harus memberitahu saya apapun yang kamu tahu selama berada di Kantor. Kamu akan saya angkat menjadi karyawan tetap, dengan fasilitas mewah, serta beberapa jaminan yang jelas. Gaji kamu satu bulan lima belas juta rupiah. Gimana deal?" tanya Gerald denagn nada suara penuh keyakinan. "Deal," jawab Kirana lantang. "Saya anggap pekerjaan baru kamu ini adalah permintaan maaf saya. Saya akan tetap bertanggung jawab bila sesuatu terjadi sama kamu. Em ... Maksud saya, kalau bulan depan kamu hamil, saya akan tetap menafkahi kamu sebagaimana mestinya," jelas Gerald pada Kirana. Deg! Deg! Deg! Kenapa Kirana melupakan hal ini. Kehilangan keperawanan mugkin masih bisa ia telan dalam kepahitannya. Tapi, kalau sampai ia hamil diluar nikah? Apa yang akan terjadi nanti? Hinaan? Nyinyiran? Rasanya tak sanggup bagi Kirana untuk menjalani hidup ini. Semangatnya kembali melemah dan kendor. "Kamu kenapa?" Gerald menatap lekat kedua mata Kirana. "A -aku takut kalau aku hamil," ucap Kirana terbata. "Saya sudah bilang. Saya akan bertanggung jawab atas kamu! Paham?" jelas Gerald dengan suara lantang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD