Part 3

1319 Words
“Apa kau tahu pengacara perceraian yang bagus?” Air mata merebak memenuhi seluruh manik Eyrin. Gadis itu mengusapnya seperti anak kecil yang merengek meminta permen pada kakaknya, isakan pelannya perlahan mereda dengan pelukan yang diberikan oleh Regar. “Aku menjadi janda di usiaku yang sangat muda.” “Shh ... tenanglah, Ey. Apa aku harus menikah kemudian bercerai agar kita memiliki status yang sama?” Eyrin mengangguk. “Kau bisa memungut salah satu wanita-wanitamu dan menceraikannya. Mereka akan berebut menjadi janda dari seorang Regar.” “Tapi mungkin itu akan melukai reputasiku. Mantan jandaku harus benar-benar orang yang terpandang. Kau tahu aku sangat pemilih, kan?” “Katakan itu sebelum kau memungut mereka secara sembarangan.” Regar hanya menyengir kuda. Lalu keduanya diam, masih dengan sisa isakan Eyrin yang terdengar. “Kenapa bukan kau saja yang menikahiku waktu itu?” Mendadak Regar mengangkat bahunya dengan canggung setelah mencerna pertanyaan Eyrin dengan saksama. “Well, ... a-aku tak bisa membayangkan dekat denganmu sebagai seorang pria dan wanita. Kau adalah orang terpenting di hidupku setelah kedua orang tuaku. Bahkan Edgar menduduki peringkat ketiga setelah kau.” Bibir Eyrin semakin manyun dan pundaknya menurun dengan muram. “Mungkin itu yang dirasakan Edgar padaku. Seperti meniduri adiknya sendiri.” Eyrin menenggelamkan wajah di kedua lengannya yang terlipat di meja. “Apakah aku seburuk itu?” Regar menggeleng. Mengelus pundak Eyrin. “Itu bukan salahmu. Kita bertiga terbiasa tumbuh bersama sejak kecil dan kita tak mungkin melenyapkan perasaan itu dalam sekejap. Mungkin ...  butuh waktu bagi Edgar untuk melihatmu sebagai seorang wanita.” “Tidak ada waktu untuk kami berdua, Re. Aku begitu tertekan dengan obrolan orang tua kita yang selalu menyinggung tentang cucu. Seolah harga diriku sebagai seorang wanita begitu cacat jika tidak bisa memberikan cucu seperti yang mereka inginkan.” “Hei, jangan merendahkan dirimu.” “Bagaimana aku akan memiliki seorang anak, jika menarik perhatian seorang pria saja aku tidak becus.” Eyrin mengangkat kepalanya. “Aku akan bicara pada Edgar, dia pasti punya alasan.” Regar tahu kalimatnya hanyalah bualan. Berhasil membujuk Edgar meminum minuman dari tangannya saja sebua kemustahilan. “Ya, karena aku aneh dan tidak bisa membangkitkan ….” Suara pintu yang terbuka menghentikan kalimat Eyrin. Keduanya menoleh pada Edgar yang sudah berdiri di ambang pintu. Rambut pria itu lebih kusut daripada terakhir kalinya Eyrin lihat di ruang kerja pria itu beberapa saat yang lalu. “Aku perlu bicara dengan Eyrin,” ucap Edgar pada Regar. Regar terdiam sesaat, lalu merasakan lengannya ditahan oleh Eyrin. Menandakan Sesil tak mau meninggalkannya sendirian dengan Edgar. “Kalian memang harus bicara,” bisik Regar sambil menyentuh pundak Eyrin untuk menenangkan wanita itu. “Re,” rengek Eyrin sambil menggeleng-gelengkan kepala penuh permohonan. “Kau bukan lagi remaja labil yang merengek pada orang tuamu karena temanmu menyembunyikan sepatumu, bukan?” bisik Regar. Meremas pundak Eyrin memberikan dukungan. “Jika memang harus bercerai, setidaknya kalian perlu bicara baik-baik. Kita tak bisa menghancurkan hubungan kedua keluarga dengan cara seperti ini.” Eyrin tak bisa membantah kalimat panjang lebar Regar. Meskipun sahabatnya itu pria paling berengsek yang pernah ada di hidupnya, kata-kata pria itu memang bijaksana. Ia pun melepaskan tangannya dari Regar dan membiarkan sahabatnya pergi meninggalkannya dengan Edgar berdua. Eyrin meremas kedua tangannya dengan gugup. Pandangan matanya beralih dari pintu yang ditutup Regar ke jendela. Ke arah mana pun asalkan bukan pada sosok yang tengah berjalan pelan menghampirinya dan duduk di kursi yang diduduki Regar sebelumnya. Butuh lebih dari satu menit bagi Edgar untuk memecahkan keheningan di antara mereka. “Aku … aku sama sekali tak merasa terpenjara dengan pernikahan kita.” Eyrin berniat tak memedulikan pernyataan Edgar. Alih-alih menanyakan alasan kenapa ia meminta cerai, pria itu malah mengungkapkan hal yang sama sekali tak menarik perhatiannya. Setelah ia pikir dua kali, semua sikap dingin Edgar bukanlah karena pria itu terpenjara dengan pernikahan ini, melainkan agar pria itu mengambil manfaat dari dirinya. Namun, Eyrin tak mau mencari tahu niat sebenarnya pria itu padanya. Hatinya terlalu sesak jika kemungkinan-kemungkinan buruk yang muncul di benaknya benar adanya. Lalu, terpaksa pandangan Eyrin bergerak ke arah tangannya yang disentuh oleh Edgar. Ia terkejut, jantungnya tercekat ketika kulit tangan Edgar bersentuhan dengan kulit tangannya. Ini pertama kali Edgar menyentuhnya, menyentuh saat mereka benar-benar hanya berdua di dalam ruangan yang tertutup. Menyadari reaksi keterkejutan di mata dan tubuh Eyrin, Edgar segera menarik tangannya. “Maafkan, aku,” bisik Edgar penuh penyesalan. Eyrin menghentakkan kakinya dan berdiri dengan kasar. Menatap marah pada Edgar. “Kenapa kau meminta maaf? Apakah kau melakukan kesalahan padaku?” “Aku hanya takut membuatmu tak nyaman, Eyrin. Jangan salah paham.” Edgar mendongak. Menatap wajah Eyrin yang menjulang tinggi di hadapannya karena ia masih duduk. “Aku istrimu, untuk apa kau memerlukan ijin bahkan hanya untuk menyentuh tanganku saja? Apalagi meminta maaf. Ketakutanmu itulah yang justru membuatku tidak nyaman, Edgar.” Edgar terdiam sesaat. “Ataukah ketakutanmu itu hanya alasan di balik kebencianmu pada diriku?” “Aku sama sekali tidak membencimu,” sambar Edgar tersinggung dan ikut beranjak berdiri. “Lalu kenapa kau selalu mengabaikan keberadaanku?!” bentak Eyrin. “Apakah aku terlalu menjijikkan untuk membangkitkan gairahmu?” “Eyrin,” desah Edgar. Kedua tangannya terangkat meraih pundak Eyrin, tapi wanita itu menepisnya dengan kasar. “Kenapa kau menyentuhku? Apa kau mulai merasa terancam dengan undangan perceraianku? Apa kau merasa tertekan dengan perasaan bersalah yang akan kau berikan pada kedua orang tuaku nanti?” “Eyrin, bukan seperti itu.” Edgar menggelengkan kepala sebagai penolakan akan tuduhan yang ditembakkan oleh Eyrin. Wajah wanita itu tampak kalut dan tak bisa menguasai emosinya sendiri. “Sebelumnya kau bahkan tak mau repot-repot menyentuhku.” Eyrin bernapas dengan keras sekali. Lalu tiba-tiba ia teringat sesuatu. “Melirikku saja kau tidak sudi.” Edgar memilih diam. Membiarkan Eyrin mengungkapkan perasaanya lebih dulu. Menyela racauan wanita itu tak akan membuat perdebatan mereka berakhir dengan baik. “Aku bahkan menanggalkan segala rasa maluku hanya demi menarik perhatianmu dengan lingerie sialan itu.” Mata Eyrin mulai basah, tapi ia segera berkedip agar tidak terlihat memalukan. Oh ya, tapi apa pedulinya pada Edgar sekarang. Ia sudah terlanjur terlihat memalukan di depan pria itu. “Apa kau tahu bagaimana perasaanku?” Edgar menggeleng pelan, sekaligus terkejut. Ah, ia ingat kejadian tadi malam. Bagaimana ia bisa melupakannya. Ia bahkan tak bisa tidur dan harus pergi ke kamar mandi untuk mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Benar kata Eyrin, Lingerie sialan! Lingerie itu memamerkan tubuh indah Eyrin, terbuka di tempat yang tepat dan membuatnya menggeram menahan diri untuk tidak merobek kain tipis itu dari tubuh Eyrin sebelum ia membawa istrinya naik ke ranjang bersama dengannya. Dan mengikuti nalurinya sebagai seorang pria terhadap wanita dewasa yang telanjang bersamanya. Eyrin memukul d**a Edgar. “b******k sekali kau, bahkan kau tak mau tahu bagaimana wajahku memerah dan meninggalkanku sendirian di atas tempat tidur.” Edgar mendesah keras dalam hati. Setidaknya perasaan menyiksa itu berakhir saat Eyrin mulai memejamkan mata dan menyembunyikan tubuh di balik selimut tebal. Sedangkan dirinya, ia harus menahan gairah yang bergejolak hingga pagi menjelang. Tidur di sofa atau di ruang kerjanya bukanlah ide yang bagus jika Eyrin bangun dan tak menemukannya di ranjang mereka. Atau jika ada salah satu anggota keluarga yang memergokinya. Eyrin terengah, kembali duduk di kursi dengan lunglai dan kepalanya menunduk dengan kedua telapak tangan menutupi wajah wanita itu yang basah. Kemudian terisak pelan. Dengan perlahan, Edgar menyentuh pundak Eyrin. Namun, sentuhan itu tak memberikan efek yang berarti. Eyrin masih terisak dan semakin keras. Membuat Edgar memilih untuk menarik tubuh Eyrin dalam pelukannya dan berbisik lembut. “Maafkan aku.” Ada keinginan untuk mendorong tubuh Edgar menjauh dari tubuhnya, tapi pelukan Edgar terasa sangat nyaman dan membuat Eyrin tak berdaya mewujudkan keinginannya. Dasar sialan, seharusnya ia tak boleh selemah ini dengan kata maaf Edgar. Yang dengan mudahnya menghapus segala deretan dosa Edgar pada hatinya. “Aku tak tahu kalau sikapku selama ini ternyata membuatmu merasa begitu buruk dan menyiksamu.” Edgar mengelus lembut rambut Eyrin yang terurai. Harum dan lembut yang selalu menyiksanya ketika ia berada di dekat wanita itu. Entah apa yang membuat hati Eyrin luluh dengan perlakuan lembut Edgar kali ini. Pria itu membiarkannya meluapkan kekesalan dan amarah yang ia pendam dan memberikan kenyamanan di saat bersamaan dalam sebuah pelukan. Lima menit kemudian, Edgar mengurai pelukan mereka dan menggenggam kedua tangan Eyrin dengan tangan kiri. Sedangkan tangan yang lain menghapus sisa air mata yang masih membekas di pipi Eyrin. “Aku ingin memilikimu.”  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD