“Saya diperintahkan untuk membawa Anda, dr. Zea. Ayo ikut dengan kami,” ujarnya dengan sangat sopan.
Deg!
“Saya? Apa salah saya?!” ketus Zea memberontak.
Seorang polisi menyodorkan sebuah nampan tertutup kaca transparan berisi sepasang borgol.
“Anda harus memakai ini, dr. Zea. Atau kami yang akan memakainya di tangan Anda?” ujar polisi itu.
Deg!
Zea maju beberapa langkah.
“Kita bisa bicarakan diluar. Permisi,” ujarnya sambil menutup rapat pintu laboratorium lalu menguncinya dengan sidik jari Zea.
…
Mereka berjalan mundur dan menjauh dari pintu utama laboratorium.
“Pak? Kenapa tidak ada panggilan terlebih dulu? Seharusnya kalian ini mengatakan padaku!” ketus Zea masih bisa meredam emosi di hatinya.
Beberapa satpam tampak menunduk dan sulit untuk membuka suara.
“Maafkan kami, dr. Zea. Kami juga tidak tahu. Mereka tiba-tiba saja datang dan membawa surat bukti itu,” ujar salah satu satpam.
Seorang polisi menyodorkan sebuah surat untuk Zea. Dia langsung marampas itu dengan gerakan cepat.
Namun, belum sempat Zea membaca surat itu, dia melihat ke arah koridor sana. Beberapa orang sudah berjalan menghampiri ruangannya.
Dapp! Dapp! Dapp!
Dapp! Dapp! Dapp!
“Ada apa ini?? Zea?? Apa kau bermasalah dengan hukum??”
“Hey? Kenapa ada polisi segala? Dr. Zea?? Ada apa denganmu??”
“Kalian tidak bisa sembarangan masuk ke dalam koridor laboratorium ini?!”
Zea melepas pandangannya dari mereka yang sedang menuju kesini, lalu beralih melirik sinis dua orang polisi tersebut serta beberapa satpam yang tampaknya sengaja melakukan ini.
Semua orang bahkan terkejut dengan kedatangan polisi yang menyergapnya seakan ingin mempermalukan dirinya secara langsung. Dia langsung membaca isi dari surat disana.
Keningnya berkerut, sebab surat yang ia pegang tidak memiliki kepala dan judul surat yang resmi. Zea melirik sekilas ke arah mereka dan kembali membaca isi surat itu.
Yang Terhormat, dr. Zea Mays Coates.
Sehubungan dengan surat tertutup ini, kami harus mengatakan bahwa Anda akan kami tangkap.
Maaf jika menganggu pekerjaan Anda. Tapi ini sangat penting dan tidak bisa ditunda.
Kami sudah meminta izin kepada seluruh pekerja laboratorium untuk menangkap Anda pagi ini.
Perihal yang ingin kami sampaikan bahwa penangkapan Anda telah resmi dikarenakan …
ANDA TELAH BERULANG TAHUN HARI INI.
SELAMAT ULANG TAHUN dr. ZEA MAYS COATES.
Maaf membuatmu terkejut!
Deg!
Zea tertegun membaca isi surat itu. Kedua matanya langsung berkaca-kaca, dia melihat mereka semua yang sudah berjalan mundur sambil tersenyum.
Seorang wanita berjalan menghampiri Zea.
“Selamat ulang tahun, dr. Zea. Maaf sudah membuatmu terkejut,” ujar wanita itu tersenyum, membawa satu kue pelangi berbentuk persegi panjang.
Dia memperhatikan mereka semua yang sudah mengulum senyum. Ketika mereka semua mulai menyanyikan lagu ucapan selamat ulang tahun untuknya, Zea langsung menangkup wajahnya lalu menitihkan air mata.
Mereka mengerti jika Zea pasti terharu mendapat kejutan ini. Yah, tentu saja mereka ingat dengan tanggal kelahirannya.
Tidak berhenti bernyanyi, salah satu dari mereka mendekati dan memeluk Zea.
“Oke-oke, dr. Zea. Ini adalah hari ulang tahunmu. Tolong, jangan menangis seperti ini,” ujar wanita berusia 27 tahun itu. Dia bernama Rega Matthias. Salah seorang sahabat Zea yang juga bekerja dengan profesi yang sama dan di tempat yang sama.
Mereka berdua sudah akrab sejak pertama kali bekerja di Laboratorium Nasional ini. Rega selalu menjadi perisai pertama ketika Zea dihadapkan masalah yang sulit beberapa bulan lalu.
Zea terus menitihkan air mata. Lagu ucapan yang mereka nyanyikan mulai berhenti. Lalu seorang pria berusia 69 tahun, dia mendekati Zea lalu membuka tangkupan kedua tangannya. Dia segera menyeka air mata Zea.
“Selamat ulang tahun, dr. Zea. Jangan kau pikir kalau kami melupakanmu. Kau harus tahu … kami selalu mendukungmu,” ujar pria yang biasa disapa Prof. Gil Beker.
Professor Gil adalah seorang Ilmuwan dan Ahli Biologi. Dia adalah rekan kerja Zea sekaligus orang yang selalu mendukung segala penelitian Zea.
Zea tersenyum tipis sambil mengangguk kecil. Hatinya terasa damai mendapat perlakukan hangat dari rekan kerja di sekelilingnya, yang ternyata mengingat hari ulang tahunnya.
“Apa tidak sebaiknya meniup lilin terlebih dulu? Aku takut jika lilin ini akan segera padam,” ujar seorang pria yang berada di samping wanita yang tengah membawa kue pelangi itu.
Zea tersenyum melihat pria yang berprofesi sebagai seorang Dokter itu.
“Oke, dr. Zea. Sepertinya semua orang menunggu detik-detik ini,” ujar wanita itu tersenyum dan mendekati Zea.
“Sekarang, pejamkan matamu. Berdoalah sebelum kau meniup lilin. Kami akan menunggumu,” sambungnya lagi.
Dia tersenyum dan kembali menitihkan air mata.
“Iya, dr. Viona. Aku—” ucapan Zea terhenti.
“Maaf, dr. Zea! Kami harus melakukan tugas! Sebaiknya Anda berdoa dulu. Setelah itu kita akan memotong kue dan makan bersama!” sahut salah satu polisi dengan nada bicara sedikit lantang.
Zea tertawa geli. Dia mengangguk kecil, menyematkan kedua jemarinya lalu meletakkan di dekat dadda. Matanya mulai terpejam dan mengkhayati doa yang ia gumamkan dalam hati.
‘Tuhan … aku percaya bahwa apa yang telah terjadi adalah kehendak-Mu. Aku percaya bahwa apa yang sedang terjadi adalah jalan terbaik dari-Mu. Aku tidak akan meminta lebih dari apa yang sedang aku kerjakan sampai saat ini, Tuhan. Tapi aku yakin … kau mengerti apa maksud dan tujuanku. Aku hanya meminta perlindunganmu untuk semua manusia yang masih hidup di muka bumi ini. Bantu aku untuk menyelesaikan tugasku, Tuhan. Bantu aku untuk membanggakan Ayah dan Ibuku yang sudah berada di sisi-Mu. Aku percaya bahwa kuasa-Mu lebih dari apa yang sedang dikerjakan oleh manusia. Bantu aku, Tuhan. Amin.’
Sementara mereka yang lain masih berdiam diri sambil tersenyum. Hening selama hampir 2 menit, lalu Zea kembali membuka mata dan segera meniup lilin di hadapannya.
“Yeay! Selamat ulang tahun, dr. Zea!!”
“Selamat bertambah umur, Zea …”
“Selamat hari ulang tahunmu, dr. Zea Mays Coates …”
“Selamat hari kelahiranmu, Zea! Kami menunggu traktiran darimu!”
Mereka tertawa sambil bertepuk tangan. Karena kondisi yang tengah darurat, mereka masih mengingat batasan dan larangan yang berlaku dan harus mereka patuhi, apalagi ini di luar laboratorium.
Dan mereka hanya bisa mengucapkan selamat ulang tahun kepada Zea tanpa memeluknya. Setelah meniup lilin, Zea langsung memotong kue dan memakannya seorang diri. Karena tidak mungin mereka menyuapi Zea dalam situasi yang tidak memungkinkan.
Setelah perayaan kecil itu, mereka kembali bekerja. Lalu kue ulang tahun itu dibagi-bagi oleh mereka dengan wadah tertutup yang sudah disediakan sejak awal.
Hari ini masih pagi dan sudah seharusnya mereka bekerja kembali. Sebelum mereka membubarkan diri dari laboratorium pribadi Zea, tidak lupa salah seorang rekan kerja Zea meminta maaf kepadanya karena sudah membuat ide yang seperti ini.
Yah, ternyata dua orang polisi itu adalah keluarga dari rekan kerja Zea. Mereka sudah meminta maaf kepada Zea karena telah membuat kekhawatiran seperti tadi.
Tentu saja Zea memahami itu dan mengatakan dengan jujur kalau dia tidak menyukai ide dan kejutan yang seperti tadi. Karena jantungnya hampir saja mau copot.
Pengakuan Zea sontak membuat mereka tertawa geli. Bagaimana tidak kaget sebab Zea merasa tidak pernah terlibat dalam kasus apapun apalagi melakukan kesalahan yang melanggar hukum.
Namun, semua kekhawatirannya tidak berarti apapun. Kejutan tadi pagi cukup menyenangkan hati Zea. Walau di lubuk hatinya yang paling dalam, menyimpan sejuta kesedihan bahwa tahun ini adalah tahun pertama ia merayakan ulang tahun tanpa kedua orang tuanya dan keluarga besarnya yang lain.
…
20 menit kemudian.,
Laboratorium Biologi.,
Mereka kembali ke aktivitas seperti biasa. Sebagian orang tengah berada di depan mikroskop dan sebagian lagi tengah membaca buku.
Ruangan ini adalah milik Zea. Tetapi Zea menginginkan beberapa rekan kerjanya ikut menjadi tim dan sama-sama menghuni laboratorium ini bersama dengannya.
Sreekk…
Pintu ruangan khusus yang ada disana tertutup rapat dan terkunci otomatis.
“Kau sudah selesai?” tanya seorang wanita berada disana sambil membungkukkan tubuh condong ke depan, dia kembali mengamati beberapa cawan petri yang berisi media bakteri khusus, yang terletak diatas meja tinggi berkeramik putih.
Zea mengangguk kecil.
“Sudah, Dok.”
Mendengar semua jawaban Zea, mereka semua meninggalkan pekerjaan masing-masing lalu berkumpul di sekitar meja keramik putih tempat dimana 10 cawan petri berada.
“Baiklah. Kita akan membahas ini. Mungkin ini bisa membantu penelitianmu, Zea.” Wanita itu melirik Zea berjalan menghampiri mereka.
“Maksudnya?” tanya Zea tidak paham menatap mereka bergantian.
Mereka semua tersenyum. Lalu wanita berusia 39 tahun yang bernama dr. Viona Jocasta itu kembali membuka suara.
“Kami sudah menjelaskan beberapa bahan untukmu,” ujarnya lagi.
Lalu seorang pria lansia berusia 72 tahun, Prof. Calder Dilbert berjalan mendekati Zea sambil menyodorkan satu map berwarna putih.
“Baca ini. Dan dengarkan apa yang akan kami jelaskan untukmu,” ujar Prof. Calder.
Zea mengambilnya lalu menatap mereka yang sepertinya mengetahui penelitian ini lebih awal. Dia sedikit membungkukkan tubuhnya untuk melihat 10 cawan petri yang berisi media berwarna putih s**u sebagai perkembangbiakkan bakteri.
“Kalian membuat pembiakan baru?” tanyanya sambil memperhatikan beberapa media bakteri disana.
“Iya, Zea. Jadi … dengarkan ini baik-baik.”
Dia kembali menegakkan tubuhnya, lalu menatap mereka yang juga memakai alat pelindung diri lengkap seperti dirinya. Telinganya terpasang dengan lebar, lalu kedua tangannya bermain membuka map berwarna putih. Ada beberapa lembar halaman di dalam sana. Zea membacanya perlahan sembari mendengar semua penjelasan dari mereka.
*
*
Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)