5. Peti dan Guci Antik

1627 Words
Baru saja hendak melangkahkan kaki memasuki rumah, tiba-tiba netra Alvin sepintas menangkap sesuatu yang aneh. Ia yakin benar kalau kuyang yang sebelumnya ia lihat di rumah Rosa, kini terbang mengarah ke jendela kamar bang Raffi. Alvin sangat yakin, kalau makhluk jadi-jadian tersebut memang mengarah ke sana. Yang jadi pertanyaan sekarang, apa yang ingin makhluk itu lakukan? Apakah ia bermaksud jahat ataukah ada sesuatu yang tengah diincar. Begitu banyak pikiran buruk berkecamuk di otak Alvin. Tanpa banyak berpikir lagi, ia langsung bergegas masuk. Sementara Novan yang bingung melihat tingkah laku sahabatnya hanya mengekor. Tidak satu pun pertanyaan ia lontarkan seperti biasa. Lebih memilih untuk memerhatikan sejenak sampai akhirnya mereka benar-benar berada di dalam rumah. "Kamu ngapain, sih, Vin? Kenapa lari-lari nggak jelas gitu?" tanya Novan begitu penasaran. "Husstts ..." Alvin mendesis. Sambil menatap wajah Novan, pria itu mengarahkan telunjuknya tepat di atas bibir. "Nggak usah ribut. Diam dan perhatikan aja aku bakal ngapain." Lantas tak berapa lama, Alvin berjalan pelan mendekati kamar bang Raffi. Mengumpulkan seluruh keberanian, pria itu mencoba untuk memanggil. "Kak Maria ... Kak ... Kakak ada di dalam?" Alvin terus memanggil seraya mengetuk pintu berulang kali. Berharap sekali kalau kakak iparnya tersebut dengar lalu membukakan pintu. Kalau dihitung-hitung, mungkin ada 10 menit Alvin dan Novan menunggu di depan kamar. Tidak ada satu pun sahutan terdengar dari dalam sana. Tentu saja hal ini membuat keduanya semakin khawatir. Cemas juga kalau sesuatu yang buruk terjadi pada kak Maria. "Coba ketuk sekali lagi, Vin," saran Novan. Alvin pun menyetujui. Pria itu kembali mengulurkan tangan. Mengetuk pelan seraya memanggil-manggil. Karena merasa usaha mereka tidak membuahkan hasil, keduanya memilih untuk beranjak pergi. Namun, baru saja memutar badan, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Dengan santai Kak Maria keluar dari kamarnya seraya menegur. "Ada apa, Vin?" Alvin dan Novan yang sudah memutar badan awalnya saling tatap. Detik kemudian, Alvin yang memberanikan diri untuk bertanya. "Kakak baik-baik aja di dalam? Nggak terjadi sesuatu sama Kak Maria, kan? Alvin khawatir soalnya barusan ---" "Nggak," potong kak Maria. "Kakak baik-baik aja. Dari tadi emang tidur. Beberapa hari ini lagi nggak enak badan. Makanya lebih banyak ngabisin waktu untuk istirahat di kamar." "Ohh, Alvin pikir kak Maria kenapa-kenapa." Maria tersenyum lantas menggeleng. "Kakak nggak kenapa-kenapa. Lagian, kalian dari mana malam-malam begini? Kok ada di depan kamar kakak?" "Tadi kami berdua habis bantu warga yang melahirkan, Kak. Waktu Alvin pamit, Kak Maria nggak nyahut sama sekali. Mungkin pas nyenyak-nyenyaknya tidur." "Mungkin aja." Maria langsung mengangguk. "Ya udah, kalian cepat istirahat. Ini udah larut malam. Besok mesti pagi-pagi ke balai desa, kan?" "Iya, Kak. Kalau gitu kami berdua istirahat dulu." Belum lagi sempat melangkah, Kak Maria hanya mengangguk lalu buru-buru menutup pintu. Hal ini jelas saja membuat Alvin semakin heran. Kenapa gelagat kakak iparnya tersebut tampak aneh semenjak ditinggal Bang Raffi keluar kota. Sebenarnya Kak Maria sakit apa, sih? Kok aneh gini? Lagian, kalau emang bener sakit, kenapa nggak periksa sama aku aja? Apa dia meragukan kemampuanku? Tak ingin berlarut-larut, Alvin dan Novan memutuskan untuk membersihkan diri lalu kembali masuk kamar. Gegas beristirahat agar besok tidak kesiangan ketika masuk kerja. *** Pagi ini cuaca lebih cerah dari pada biasanya. Tidur Alvin dan Novan juga lumayan nyenyak semalam. Walaupun sebelumnya sempat melewati begitu banyak kejadian aneh. Sesampainya di balai desa, Keduanya langsung melakukan kegiatan seperti biasa. Alvin bahkan baru sadar ternya Juliar pagi ini datang terlambat tidak seperti boasanya. Bahkan keadaan pria itu tampak kacau seperti orang yang kurang tidur. "Tumben kamu telat, Jul. Biasanya paling pagi datang kemari," tegur Novan. "Iya, semalam susah tidur. Jadi aja tadi pagi kesiangan bangunnya," jelas pria itu sembari membantu Alvin membereskan alat-alat medis di atas meja. "Asal kamu tahu, Jul, kami berdua juga kurang tidur," cerita Nisa. "Semalam kami cuma bisa tidur dua jam saja. Untungnya dua jam itu bisa nyenyak." Juliar tampak mengerutkan alisnya penuh tanya. "Memangnya kalian pada ngapain sampai kurang tidur begitu?" Novan mengembuskan napas panjang. Terlihat sekali raut wajahnya seperti orang yang sedang frustrasi. "Semalam dapet pasien dadakan. Ituloh, si Rosa anak ujung jalan. Dia melahirkan tengah malam. Jadi, mau nggak mau kami membantu. Persalinannya sih lancar. Anak sama ibunya bahkan selamat. Tapi rintangan selama proses melahirkannya ini yang banyak." Tak pelak Juliar semakin menarik wajahnya dalam. Penasaran juga dengan cerita Novan yang terkesan setengah-setengah dalam memberikan informasi. "Maksudmu gimana? Kalo cerita jangan nanggung gitu, Van," protesnya. "Kamu tau nggak?" Nisa memajukan tubuhnya. Sengaja sekali mendekati posisi di mana Juliar sedang duduk. "Masa semalam Rosa hampir mati gara-gara kehabisan darah. Ya emang, sih, ibu melahirkan emang rentan pendarahan tapi ini penyebabnya berbeda. Rosa semalam dihisap makhluk yang namanya 'kuyang' kalau nggak salah. Badannya biru mukanya udah pucat pasi. Aku sama Alvin aja khawatir bukan main kalau Rosa sampai kenapa-kenapa." Novan berhasil membuat Juliar terperanjat mendengar apa yang di ceritakannya. Pria itu tampak semakin antusias mendekatkan dirinya dengan Novan untuk mendengar lebih jauh apa yang akan Novan ceritakan selanjutnya. Sementara Alvin sendiri tampak bergeming. Memilih mendengarkan kedua temannya saling bertukar cerita. "Bayangkan saja, seumur hidup jadi dokter, baru kali ini kami berdua ketemu makhluk yang gangguin orang persalinan. Aku kira kepala terbang-terbang begitu cuma ada di Bali. Eh, jauh-jauh datang ke sini, aku malah liat dengan mata kepalaku sendiri kejadian itu. Parahnya lagi, paha Rosa bahkan sempat memar dan membiru seperti digigit sama kuyang itu," jelas Nisa panjang lebar. "Trus, kuyangnya kalian buru nggak? Itu sih bahaya sampai bikin badan orang jadi biru gitu. Bisa-bisa Rosa mati kehabisan darah," balas Juliar. "Aku sama Alvin ya nggak bisa apa-apa. Wong ini pengalaman pertama kami ketemu makhluk seperti itu, Jul. Untung semalam ada Nek Iring yang bantuin. Jadi Rosa bisa selamat dan sembuh dari luka gigitan kuyang itu." Mendengar cerita Novan, Juliar langsung terkesiap. Lebih-lebih setelah mendengar nama Nek Iring disebut. "Jadi semalam ada Nek Iring juga di sana bersama kalian? Biasanya nek Iring selalu menangkap makhluk itu kalau berkeliaran. Kan Nel Iring pawang hantu disini," jawab Juliar begitu santai. "Udah kaya hujan aja pake pawang segala," seloroh Novan. Alvin yang dari tadi hanya diam akhirnya turut penasaran. Apalagi setelah mendengar Juliar menyinggung soal pawang hantu. Menarik untuknya. Mengingat di zaman modern seperti ini masih ada saja orang yang melabeli nama mereka dengan sebutan pawang yang artinya ahli menjinakknya sesuatu dan dalam hal ini mengenai alam ghaib. Karena begitu penasaran Alvin mulai mendekat dan bermaksud menanyakan lebih jauh tentang peristiwa yang ia alami semalam. Menurutnya, Juliar punya banyak informasi yang tidak ia ketahui mengenai desa yang sedang mereka tinggali. "Memangnya disini udah biasa makhkuk seperti itu berkeliaran?" tanya Alvin penuh antusias. "Nggak juga." Juliar mengedikkan bahunya. "Saat malam bulan purnama, memang banyak makhluk-makhluk ghaib yang berkeliaran. Ya, malam biasa sih sebenarnya juga banyak yang berkeliaran. Tapi menurut kepercayaan orang sini, kalau dapat mangsa di saat bulan purnama, ilmu mereka bisa tambah tinggi dan mumpuni." "Tunggu dulu," sela Alvin. "Mereka itu sebenarnya hantu atau manusia jadi-jadian sih?" Bukannya langsung menjawab, Juliar malah beranjak berdiri. Pria itu tampak memberikan sebuah perintah. "Mending kalian segera beresin perlengkapan media yang ada di atas meja. Kalau udah selesai, aku bakal ajak kalian buat lihat sesuatu." **** Setelah selesai membersihkan balai desa. Alvin dan Noval melangkah dengan ringan mengikuti ke mama Juliar membawa mereka pergi. Ketiganya berjalan kaki sekitar satu kilo meter dari permukiman warga menuju tempat yang entah sebelumnya belum pernah dikunjungi. Ketiganya berjalan memasuki kawasan taman bunga anggrek, melewati air terjun hingga pada akhirnya sampai ke sebuah tepi danau. Danau itu sendiri di kelilingi begitu banyak pepohonan rindang. Mirip sekali seperti di film-film yang sering tayang di layar kaca. Alvin bahkan baru menyadari ada tempat seindah ini di pelosok desa. Ia bahkan yakin tempat ini memang belum terjamah oleh banyak orang. Puas melihat-lihat pemandangan sekitar, mata Alvin mengangkap pemandangan yang tidak biasa. Di ujung danau, berjejer guci dan peti-pati antik yang sepertinya memang sengaja disusun mengelilingi danau. Juliar sendiri terlihat terus saja berjalan menyisiri danau tersebut. Mengabaikan benda-benda antik yang sedari tadi mengusik pikiran Alvin. Sementara Novan yang ternyata sama penasarannya dengan Alvin, tampak terhipnotis dengan pemandangan benda-benda atik yang ada di hadapannya. Tanpa bertanya sedikitpun, tiba-tiba Novan menghentikan langkah. Memberanikan diri untuk mecoba mendekati guci dan peti yang tersusun rapi tersebut. Tidak usah heran, bukan Novan namanya kalau tidak kepo sedunia, kan? Saat Novan hendak membuka salah satu peti yang ada di pinggir danau, tiba-tiba Juliar tersadar. Dari kejauhan pria itu langsung berteriak. "Novan!" Refleks Alvin dan Novan langsung menoleh ke arah Juliar. "Jangan sekali-kali buka petinya! itu bahaya," teriak pria itu dari kejauhan. Mendengar teriakan Juliar, Novan yang terkejut langsung mengurungkan niatannya untuk melihat isi peti tersebut. Sementara Juliar langsung berlari ke arah Novan dengan tergesa. Entah apa alasan pria itu memberikan larangan untuk tidak membuka penutup peti yang ada di pinggir danau. "Jangan di buka, ini bahaya Van!" Juliar kembali bersungut-sungut sambil menunjuk peti yang di maksud. Sementara Novan hanya bisa melongo mendengarnya. "Kalian tau nggak? Kalau peti ini dibuka, kalian berdua bisa jadi salah satu dari mereka." Alis mata Alvin langsung terangkat tinggi. "Maksudnya? Jadi salah satu mereka gimana?" "Ya Jadi Kuyang!" jawab Juliar dengan mantap. Alvin dan Novan kompak melongo. Jujur mereka tidak paham dengan apa yang baru saja Juliar sampaikan. "Gimana korelasinya, Jul? Masa iya buka guci bisa jadi Kuyang? Kalau berbahaya, kenapa benda ini ditaruh begitu aja di pinggir danau? Kesannya kayak jebakan." Juliar menarik napas berulang kali. Pria itu mengarahkan tangannya. Mengajak Alvin dan Novan untuk duduk di salah satu tempat rindang di bawah pohon beringin. "Aku ceritain sama kalian berdua, tapi janji kalian harus percaya dengan apa yang akan aku ceritakan." . . (Bersambung) . . ==== WARNING ==== *Yang baru bergabung, boleh banget follow ig/sss ku @novafhe. Semua visual/jadwal update/spoiller cerita aku publish di status/story. *Yang mau gabung grup pembaca di f*******:, bisa cari nama grupnya : Fhelicious. *Yang mau gabung grup khusus pembaca di WA. Boleh klik link-nya di profile ig. . Thankiss semuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD