Melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah, lagi-lagi Kak Maria tampak langsung menutup rapat pintu kamarnya. Wanita itu bersikap seolah-olah seperti tidak ingin seorang pun mengganggunya. Alvin dan Novan sempat keheranan, sebenarnya ada apa dengan Kak Maria. Kenapa sikapnya sungguh berbeda 180 derajat ketika bang Raffi masih berada di rumah. Apakah memang benar ada sesuatu yang disembunyikan oleh wanita itu?
Alvin bahkan ingat dengan jelas bagaimana ramahnya Kak Maria saat pertama ia datang. Sering menegur, mengajak untuk ngobrol, bahkan sering mengingatkan makan dan lain sebagainya. Sekarang? Tidak satu pun hal itu dilakukan.
"Vin, kamu ngapain melamun di pintu, gitu? Pamali nanti susah dapat jodoh," tegur Novan tiba-tiba menyadarkan Alvin dari lamunannya.
Sontak Alvin mendengkus kesal. Padahal sebelumnya ia tengah berpikir keras sembari menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi pada kakak iparnya itu.
"Nggak ada hubungannya jodoh sama pintu, Van. Jangan kebanyakan ngomongin takhayul kamu. Mirip orang tua zaman dulu aja," sahut Alvin lantas berlalu meninggalkan sahabatnya melangkah masuk.
"Lah kamu nggak percaya? Buktinya aku sering duduk di bibir pintu sampai sekarang nggak dapet-dapet jodoh," kilah Novan sembari mengekor langkah Alvin untuk masuk ke kamar.
Lagi, Alvin menggelengkan kepala mendengar ucapan Novan. Kebiasaannya, kalau semakin di lawan maka Nova semakin melunjak. Ya seperti sekarang ini.
"Itu bukan karena pintunya yang salah, Van. Tapi emang kamunya yang nggak laku. Atau mungkin juga terlalu pemilih," jawab Alvin tanpa beban.
Novan berdecak. Ia tidak setuju dengan tuduhan sahabatnya barusan.
"Bukan pemilihan, Van. Tapi aku emang selektif untuk cari calon ibu untuk anak-anakku. Lagian, bukannya kamu juga nggak punya pacar juga sampai sekarang?"
"Siapa bilang aku nggak punya pacar? Dasar sok tau!"
Novan langsung terperanjat mendengar ucapan Alvin. Sudah dipastikan pria itu pasti akan mencecar Alvin dengan banyak pertanyaan. Sudah tabiatnya jadi orang yang selalu ingin tahu urusan orang lain.
"Siapa pacarmu? Kok aku nggak pernah tau?"
Benar dugaan Alvin. Belum disuruh, sahabatnya itu sudah kembali bertahya. Kalau ini dijawab, maka ceritanya akan semakin panjang. Itu sebabnya, Alvin mencoba untuk memilih kata-kata yang pas agar Novan tidak menginterogasinya terus menerus.
"Ra-ha-sia!"
Novan mengetatkan rahangnya keras. Pria itu bersiap untuk melayangkan u*****n. Tapi sebelum kata-kata itu lolos dari bibirnya, Alvin sudah membungkam mulut sahabatnya itu dengan sepotong roti cokelat hingga bibir Novan tidak mampu untuk mengeluarkan sepatah kata pun.
***
Malam ini, Alvin bisa merasa ada sesuatu yang berbeda dari malam-malam biasanya. Entah, seperti ada perasaan yang sangat mengganjal di dalam dadaa.
Setelah menyelesaikan ritual mandi dan makan malam, Alvin dan Novan memutuskan untuk langsung masuk ke kamar dan memilih untuk beristirahat. Biasanya setelah makan malam Novan memiliki kebiasaan membawa masuk segelas air putih sehingga tidak perlu repot keluar kamar lagi nantinya.
Entah kenapa, malam ini mungkin pria itu lupa menyiapkan air minum untuk dibawa ke kamar. Sehingga, mau tidak mau Novan harus kembali melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil segelas air minum.
Namun, tak berapa lama setelah ke dapur, Novan tampak berlari tergesa-tegas masuk ke dalam kamar. Tingkahnya aneh, ia langsung menutup pintu dengan kencang bahkan terkesan membantingnya. Napas pria itu kentara sekali terlihat terengah-engah seperti orang yang baru saja melihat makhluk halus.
"Kamu kenapa sih, Van? Ngagetin aja!" tanya Alvin kesal karena terkejut mendengar suara pintu dibanting.
"Itu loh, Vin ... " jawab Novan terbata-bata.
"Iya, itu apa, Van?"
Novan menarik napas berulang kali. Memantapkan diri untuk menjawab pertanyaan sahabatnya.
"Tadi waktu ambil minum, aku nggak sengaja liat kak Maria di kamarnya," bisik pria itu.
"Ya trus kak Maria kenapa?" Alvin makin keheranan.
Novan kembali terdiam bahkan wajahnya terlihat sedikit pucat. Seperti ada sesuatu yang pria itu sembunyikan.
"Van, kalau cerita jangan di potong-potong gini, ah!Kamu kebiasaan banget bikin aku makin penasaran."
Karena penasaran dengan apa sebenarnya maksud ucapan Novan, Alvin memilih untuk langsung beringsut turun dari ranjang dan melangkahkan kaki keluar kamar.
Novam yang masih saja takut ditinggal sendirian di kamar langsung mengejar Alvin lalu mengekori langkah pria itu dari belakang.
Mereka berdua tak ubahnya seorang maling yang jalan mengendap-endap di dalam rumah sendiri.
Pucuk di cinta ulam tiba, saat posisi mereka sudah sampai di depan kamar kak Maria, ternyata pintu kamarnya tidak tertutup rapat. Apa mungkin kak Maria lupa menutupnya?
Pelan pelan Alvin mencoba untuk mengintip di balik pintu, apa yang sebenarnya Novan lihat sampai ia lari ketakutan. Pria bertubuh tegap itu sampai mengerutkan kening karena bingung, karena saat dirinya mengedarkan pandangan ke segala arah, tidak ada yang aneh atau mencurigakan di kamar kakak iparnya itu.
Alvin yakin benar kalau di depannya cuma ada pemandangan Kak Maria yang sedang terbaring di atas ranjang. Lalu kenapa Novan sampai ketakutan.
Sambil berdecak pelan, Alvin menoleh ke arah Novan dan menaikkan sebelah alis matanya. Mengisyaratkan pertanyaan tentang apa yang ia lihat sebelumnya.
Sementara Novan hanya membalas tatapan mata Alvin dengan menggerakkan dagunya ke arah depan. Mereka persis sekali seperti anak pramuka yang sedang bermain sandi bahasa.
Karena menurut Alvin sendiri tidak ada suatu keanehan di kamar kak Maria, ia berencana merapatkan pintu dan bermaksud untuk kembali ke kamarnya.
Namun.
Belum lagi sempat pintu itu tertutup rapat, Alvin akhirnya tersadar apa yang membuat Novan sedari tadi ketakutan. Ia sadar benar kalau tubuh Kak Maria memang sedang terbaring layaknya orang yang sedang tertidur nyenyak. Mengenakan piyama tak lupa selimut tebal juga membalut tubuh putihnya. Tapi, sekali lagi bukan itu yang membuat jantung Alvin tiba-tiba berdegup kencang.
Satu hal yang membuat bulu kuduk Alvin seketika meremang ketika menyadari kalau kepala kak Maria sedang tidak berada di tempatnya. Ya, Kak Maria saat ini sedang dalam posisi berbaring. Tapi kepalanya tidak berada di sana. Entah ke mana kepala itu pergi. Bisa dibayangkan kengerian yang Alvin dan Novan hadapi. Dengan mata kepala sendiri mereka melihat dengan jelas tubuh manusia tanpa kepala yang melekat.
Alvin yang syok langsung terduduk dibalik pintu. Tangannya reflek menutup mulut menahan diri agak tidak berteriak saat itu juga. Sedang Novan yang posisinya berada di belakang Alvin langsung menarik sahabatnya itu untuk bergegas mundur dan kembali masuk kamar.
Sekuat tenaga, Alvin mencoba untuk menyeret kakinya yang tiba-tiba merasa kaku. Tentu saja ia merasa ngeri sekaligus terkejut dengan kenyataan yang baru saja ia temukan.
"Vin, kita harus gimana sekarang? Aku nggak mau mati kehabisan darah karena dihisap sama kak Maria. Aku kesini mau nolong orang bukan mau mati!" ucap Novan ketakutan.
Alvin masih bergeming, jujur ia sendiri tentu saja bingung harus melakukan apa saat ini. Tapi, setelahnya pria itu kembali berbicara kepada Novan.
"Pastiin pintu sama jendela kamar kita terkunci rapat, Van. Kita berdoa aja malam ini bisa selamat. Besok pagi-pagi kita berdua langsung temuin Juliar untuk minta bantuan. Kalau nunggu bang Raffi, lusa baru dia pulang kerumah," jawab Alvin mencoba untuk menenangkan Novan.
Alvin dan Novan akhirnya sepakat mencoba untuk tidur dan bersikap se-normal mungkin agar kak Maria tidak sedikit puncuriga dengan apa yang barusan mereka lihat. Walau pun tetap saja kengerian tengah menghantui mereka berdua.
Yang jadi pertanyaan, apa yang bisa Alvin dan Novan lakukan saat ini? Berpura-pura untuk bersikap biasa saja padahal posisinya tengah tidur bersebelahan kamar dengan sosok 'hantu' desa yang selama ini melalang buana mencari darah untuk di mangsa? Ya, kalian pikirkan saja sendiri bagaimana sensasinya jika kalian tidur tiba-tiba kepala itu ada di samping tubuh kalian. Kengerian itulah yang mungkin keduanya rasakan.
****
Keesokan harinya saat di balai desa, Alvin langsung ceritakan apa yang ia dan Novan lihat semalam pada Juliar. Anehnya Juliar terlihat biasa saja bahkan terkesan santai dengan apa yang ia dengar. Alvin sempat berpikir apa memang Juliar sudah terlalu sering melihat atau merasakan fenomena ini makanya pria itu tidak sedikit pun tekejut.
"Bener dugaanku kalau kak Maria mencurigakan," ucap Julia sembari mengusap halus dagunya.
"Memang kamu curiga gimana ke kak Maria, perasaan aku selama ini dia biasa-biasa aja nggak ada yang aneh," balas Alvin.
Juliar berpindah posisi duduk berisisian dengan Alvin. Tak berapa lama pria itu berbisik lagi.
"Aku kasih tau ya, Vin. Beberapa kali aku singgah di rumah kalian kak Maria sikapnya udah aneh.
Waktu aku anterin kamu pulang sekitar jam sepuluh pagi kak Maria lagi tidur, ka ? Wajar nggak pagi-pagi udah tidur. Ya kalau pun dia lagi sakit tapi aneh aja kalau setiap pagi tidurnya. Lalu beberapa hari yang lalu sebelum waktu magrib aku nggak sengaja lihat kak Maria ngikutin Ester yang lagi hamil pergi ke sungai. Ngapain coba dia ngikutin Ester diam-diam gitu kalau nggak ada apa-apanya. Terakhir waktu sore-sore aku anterin kalian pulang, kalian sadar nggak sih kalau mata kak Maria dan pinggiran bibir nya memerah?"
"Memangnya kalau tidur pagi ada yang salah? Trus soal mata atau pinggiran bibirnya memerah apa hubungannya, Jul? Mungkin kak Maria lagi alergi makanan kali," bantah Novan.
Juliar menggelengkan kepalanya berkali-kali.
"Bukaan, Van. Setau aku orang yang menganut ilmu kuyang itu kalau mata dan pinggir bibirnya memerah artinya mereka lagi haus darah dan harus segera minum darah kalau nggak ilmunya bisa luntur."
Novan dan Alvin terperanjat. Keduanya langsung saling tatap.
"Lalu soal tidur pagi hari, kan mereka itu keliarannya malam dan kembali lagi ke rumah sebelum waktu subuh. Jadi pagi hari dimanfaatkan sama mereka untuk istirahat. Asal kalian tau, mereka ngga tahan di bawah sinar matahari lama-lama. Konon katanya kulit mereka bisa terbakar dan langsung keriput seketika," lanjut Juliar.
Lagi lagi penjelasan Juliar membuat Alvin dan Novan langsung berpikir keras. Ada perasaan untuk menolak kenyataan kalau kak Maria istri dari abangnya sendiri menganut ilmu hitam yang nyata-nyatanya sesat. Di sisi lain, mau tidak mau Alvin juga harus mempercayai Juliar karena semalam ia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Kak Maria memang benar-benar telah menjadi kuyang.
Lalu langkah apa yang harus ia lakukan sekarang ?
Apakah Alvin harus menghentikan semua perbuatan kak Maria yang selama ini sesat.
Ataukah ia harus menunggu bang Raffi dulu pulang dari kota lalu memeberi tahukan semua ini.
Tapi ia tidak yakin bang Raffi bakal percaya dengan semua ucapakannya.
"Vin, kebiasaan ngelamun kalau lagi diajakin ngomong! Nanti kamu kesambet setann, loh," protes Novan.
"Aku lagi bingung aja, kasian bang Raffi kalau sampai tau istrinya ternyata aneh-aneh di belakang dia."
"Mungkin aja Kak Maria melakukan ini karena ada alasannya," jawab Juliar.
"Tapi apapun alasannya ini nggak bisa di biarin. Kalau besok-besok mereka punya anak terus anaknya di jadiin tumbal ilmu hitamnya gimana? Kan jelas-jelas bahaya!"
"Terus kamu punya rencana apa, Vin?" tanya Juliar.
Alvin terdiam sesat. Ia terus mencoba untuk berpikir cepat, langkah apa yang harus dilakukan untuk menghentikan ini semua. Lantas sebuah ide muncul di kepalanya.
"Kita lihat aja nanti malam apa yang bakal aku lakuin."
.
.
(Bersambung)