Malam ini begitu sepi dari pada malam-malam sebelumnya. Tapi kalau menengok keluar, cahaya rembulan begitu terang. Tampaknya bulan membulat sempurna persis seperti yang sering kita lihat di film-film vampire atau warewolf. Suasana begitu sunyi, sepi, hanya terdengar suara binatang malam yang memecah kesunyian.
Setelah mendengar ketukan pintu bertubi-tubi dari arah luar, Alvin dan Novan mencoba untuk memberanikan diri melangkah maju. Keduanya bermaksud untuk membuka pintu karena semakin lama, suara ketukan tersebut terdengar semakin nyaring.
Berbeda dengan Novan yang begitu ketakutan, Alvin terlihat lebih tenang. Dengan penuh percaya diri, pria bertubuh tinggi tegap tersebut melangkah pelan. Memutar tuas pintu lalu membukanya dengan lebar, Alvin mendapati tiga sosok warga yang tampak begitu panik. Entah kenapa mereka bersikap demikian.
"Ada apa, Bu? Kok malam-malam begini kemari?" tanya Alvin keheranan.
Alvin dan Novan sebenarnya kenal siapa yang sedang berkunjung sekarang. Mereka adalah ibu-ibu kampung yang belakangan ini sering mengikuti kegiatan penyuluhan kesehatan di balai desa. Karena mengenal siapa yang berkunjung, kekhawatiran yang tadinya menguasai perlahan sirna. Ternyata suara ketukan nyaring yang sedari tadi keduanya dengar bukanlah berasal dari orang jahat apalagi makhluk halus yang ingin mengganggu.
"Mas Alvin, maaf kalau malam-malam kami lancang ganggu waktu istirahatnya. Saya mau minta tolong, anak saya mau melahirkan sekarang. Bidan yang ada di ujung kampung sedang tugas ke kota. Mas Alvin sama Mas Novan bisa bantu proses melahirkan anak saya?" pinta ibu itu memelas. Berharap sekali permintaannya malam ini tidak di tolak.
Alvin yang tidak tega melihat ibu itu memohon, akhirnya langsung masuk ke kamar. Ia langsung berganti pakaian. Detik kemudian, langsung mengambil semua peralatan medis lalu berjalan menuju luar. Jelas saja ini tindakan darurat yang harus ia lakukan.
"Van, kamu ikut aku ke rumah warga atau mau tinggal di rumah aja?" tanya Alvin saat keluar dari kamar. Penampilan pria itu bisa dikatakan sudah sangat siap.
"Ke rumah warga? Tengah malam gini?" tanya Novan memastikan. "Ya ... aku mending ikut kamu lah. Dari pada nanti pas tinggal, ternyata mati lampu lagi kayak kemarin."
"Kan ada Kak Maria juga di rumah," balas Alvin.
"Nggak, ah!" Novan dengan serta merta menggelangkan kepalanya berkali-kali. "Yang ada, ntar aku dimakan hantu kalo tinggal di rumah tanpa kamu."
Nyatanya, tawaran Alvin agar Novan tinggal di rumah langsung ditolak mentah-mentah oleh pria itu. Alvin bahkan heran, kenapa sahabatnya itu semakin hari semakin menunjukkan gelagat pria yang begitu penakut. Ya, memang. Novan dari dulu penakut. Hanya saja, saat berada di desa ini, kadar penakutnya semakin bertambah.
Namun, bagi Alvin, ada untungnya juga kalau Novan ikut malam ini. Siapa tau ia butuh bantuan saat melakukan proses persalinan nantinya.
Setelah berjalan kaki sekitar sepuluh menit, sampailah keduanya di rumah panggung di ujung jalan. Asal tahu saja, rumah di desa ini bentuknya hampir semuanya panggung dan terbuat dari kayu ulin.
Kalau diamati secara mendalam, tidak ada bangunan yang terbuat dari beton seperti rumah-rumah di kota pada umumnya. Kebanyakan para warga mempergunakan kolong rumah mereka untuk menyimpan bahan pertanian atau bahkan menjadikannya tempat untuk memelihara hewan ternak.
Begitu sampai di tempat tujuan, Alvin dan Novan langsung dituntun untuk masuk rumah panggung tersebut. Mereka dipersilakan untuk segera melihat kondisi anak si pemilik rumah yang ternyata sedang menahan sakit akibat kontraksi yang melanda.
Bulir-bulir air mata terlihat jatuh di pelupuk matanya. Saat Alvin memeriksa, ternyata anak yang belakangan diketahui bernama Rosa tersebut sudah hampir masuk ke pembukaan sepuluh. Itu artinya sudah sangat siap untuk melakukan proses persalinan.
Alvin langsung mencuci tangan. Pria itu kemudian memasang sarung tangan dan tak lupa pula memakai masker. Sedangkan Novan, membantu menyusun alat-alat perlengkapan melahirkan di atas meja seperti kain kasa, gunting, alat hacting, pemecah ketuban, serta suntikan dan obat-obatan termasuk obat anti pendarahan. Setelah semua peralatan tersusun rapi, Novan kemudian mengambil tensi meter lalu memeriksa tekanan darah Rosa. Memastikan kembali wanita yang akan mereka tangani dalam keadaan aman dan siap. Setelah semuanya tindakan dasar sudah dilakukan, Alvin bersiap untuk melakukan proses persalinan.
"Kalau saya nyuruh mengejan, mba Rosa langsung ngejan, ya. Jangan ngejan kalau saya nggak minta. Nanti tenaga Mba bisa habis," perintah Alvin.
Satu.
Dua.
Tiga.
Terlihat Rosa begitu susah payah mengeluarkan bayinya. Alvin bahkan terlihat terus mencoba untuk memberi aba-aba kepada wanita tersebut untuk terus mengedan.
Setelah empat puluh menit tanpa hasil, keringat mulai bercucuran di kening Alvin. Ia merasa aneh sekaligus cemas karena tidak biasanya menghadapi persalinan yang lama seperti ini. Padahal semua prosedur sudah ia jalani tanpa terlewati satu pun. Kalau pun harus ke rumah sakit, pasti memakan waktu yang lama di perjalanan. Bisa-bisa Rosa melahirkan di jalan atau buruknya malah kehilangan nyawa.
Tak lama, ibu Rosa pun masuk ke kamar dengan di ikuti seorang nenek tua, raut wajahnya sangat cemas. Mungkin nenek tua ini adalah neneknya Rosa, pikir Alvin saat itu.
"Biasanya kalau melahirkan malam dan bayinya susah keluar tandanya ada yang gangguin, Nak," celetuk nenek tadi.
Alvin tentu saja bingung. Sambil menyipitkan mata, ia mencoba untuk bertanya.
"Maksudnya Nenek gimana?"
"Mamak Rosa," panggi si Nenek seraya melambaikan tangan ke arah ibunda Rosa. "Coba kamu sama yang lainnya tengok di kolong rumah. Liat di sana, ada yang lagi nungguin nggak," pintanya.
"Hah?"
Alvin langsung terperanjat. Ia semakin bingung sebenarnya apa yang sedang Nenek tua ini rencanakan. Terdengar jelas kalau wanita lansia itu menyuruh seluruh anggota keluarga untuk mengecek kolong rumah panggung ini.
Memang apa hubungannya susah melahirkan sama ngecek kolong rumah?
Nggak habis pikir, Aku.
Novan yang super kepo pun penasaran. Pria itu tanpa disuruh langsung mengikuti ibu Rosa dan lainnya mengecek kolong rumah. Benar saja, tak lama setelah di cek, Novan terlihat berlari masuk kamar. Napas pria itu bahkan tampak begitu terengah-engah. Entah apa yang sebenarnya ia lihat sebelumnya.
"Vin, sumpah demi apapun, kamu pasti nggak akan percaya dengan apa yang baru aja aku liat."
"Emangnya apa?" tanya Alvin penasaran.
"Ini beneran gawat, Vin! Pokoknya gawa."
"Iya! Gawat apaan? Emang kamu liat apa di bawah sana?"
Bukannya langsung menjawab, Novan terus saja menghela napas berulang kali. Raut penuh ketegangan tergambar jelas di wajah pria itu.
"Apaan, sih, Van? Jangan bikin aku penasaran!" ketus Alvin. Pria itu mulai terlihat tidak sabaran.
"Barusan, aku sama yang lainnya lihat kepala terbang, Vin. Kepala manusia tanpa badan di bawah kolong rumah, mungkin persis di bawah kamarnya mba Rosa."
Mata Alvin membulat sempurna. Ia tidak habis pikir dengan apa yang baru saja Novan ceritakan. Karena terkadang, sahabatnya itu suka mendramatisir keadaan.
"Sumpah demi Tuhan. Aku nggak bohong," sambar Novan kemudian. Ia seolah paham kalau Alvin terlihat menyangsikan ceritanya. "Ini beneran, Vin. Kepala manusia terbang ke sana ke mari tanpa badan."
"Yang dilihat temanmu itu memang benar," sela Nenek tua yang sedari tadi berada di kamar Rosa. "Orang-orang sini nyebutnya itu KUYANG. Di mana ada ibu hamil atau ibu yang mau melahirkan, di situ mereka pasti ada. Mereka juga mengincar bayi, aro-ari sampai bekas darah melahirkan. Biasanya kalau ada ibu yang susah melahirkan pasti itu ulah mereka."
"Kuyang?" Alvin nampak mengangkat tinggi salah satu alis matanya. Ia merasa tidak begitu familiar dengan apa yang barusan didengarnya.
"Iya," sahut Nenek tua tersebut. "Kuyang itu sama aja seperti siluman. Mereka berwujud kepala manusia dengan isi tubuh yang menempel tanpa kulit serta anggota badan dan dapat terbang ke sana kemari. Incaran mereka biasanya darah bayi atau darah wanita yang baru saja melahirkan."
Alvin bergidik ngeri mendengarkan penjelasan Nenek tua tersebut. Baru kali ini ia tau kalau ada makhluk jadi-jadian seperti itu.
"Asal kamu tau, Vin," lanjut Novan. "Kuyang itu sebenarnya adalah manusia (wanita) yang menuntut ajaran ilmu hitam untuk mencapai kehidupan abadi. Biasanya, siang hari mereka berlagak seperti manusia pada umumnya. Terus malam hari ya bakal terbang mencari mangsa. Mengincar anak bayi yang baru dilahirkan atau darah persalinan untuk dihisap sebagai sarana untuk menambah kekuatan ilmu yang sedang mereka pelajari. Orang yang melihat kuyang terbang selalu melihatnya seperti burung besar," jelas Novan panjang lebar.
"Tau dari mana kamu informasi seperti itu?" selidik Alvin. Kenapa tiba-tiba ia merasa sahabatnya itu banyak tau, sekarang.
"Ini aku sambil googling cari tau kuyang itu apaan," jawabnya santai.
"Astaga." Alvin berseru. "Sempat-sempatnya kamu googling di waktu mencekam seperti sekarang."
Alvin geleng-geleng kepala. Sementara Novan hanya meringis sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Terus kita harus gimana, Nek?" tanya Alvin kemudian. Pria itu sadar kalau kondisi Rosa semakin lama semakin lemah. Wanita itu pasti kesakitan menahan gelombang kontraksi yang terus datang.
"Mamak Rosa!" teriak nenek tua tadi. "Coba ambil paku terus bakar ujungnya sampai merah. Kalau sudah memerah, langsung tancapkan saja di bawah kolong kamar Rosa."
Tak pelak orang rumah langsung melaksanakan apa yang diperintahkan. Tanpa banyak bertanya, mereka mencari paku. Lalu mulai membakarnya hingga kemerahan.
"Cepat!" perintah si Nenek. "Kalau terlambat Rosa bisa celaka."
Ibu Rosa dan suaminya langsung berlari ke bawah kolong rumah. Mereka berdua tanpa rasa takut langsung menancapkan paku yang sudah dibakar sebelumnya. Tak lama setelah itu, Alvin mengikuti perintah si Nenek untuk mencoba menuntun Rosa kembali berkonsetrasi mengedan. Alvin kemudian mengarahkan agar Rosa fokus mengikuti aba-aba yang ia berikan. Tak butuh waktu lama, sepuluh menit kemudian, bayi yang ditunggu-tunggu akhirnya lahir dengan selama.
Dengan sigap Novan langsung menyambut kehadiran sang bayi tersebut. Dengan segala kemampuan yang ia punya, epat-cepat pria itu memandikan lalu membalut tubuh si bayi dengan pakaian yang sudah disediakan.
Setelah si Bayi aman, kini giliran Alvin yang mengurus Rosa. Dengan hati-hati pria itu mulai membantu Rosa untuk mengeluarkan plasenta dari dalam perutnya. Setelah berhasil melakukan semua prosedur persalinan dengan baik, lagi-lagi Alvin menangkap suatu keganjilan. Ia bisa melihat dengan jelas bagaimana tubuh Rosa yang seketika berubah membiru. Seumur hidup menjadi dokter, ia tidak pernah menemui kasus aneh seperti ini. Padahal menurutnya proses persalinan berjalan dengan begitu lancar. Lalu, kenapa kondisi Rosa jadi aneh seperti sekarang? Sebenarnya apa yang tengah terjadi pada wanita itu? Begitu banyak hal-hal di luar nalar yang Alvin alami malam ini.
.
.
(Bersambung)