"Ayah ...."
Dengan begitu ceria, bocah laki-laki tampan itu berlari dari dalam rumah saat mendengar suara mobil sang ayah tapi rupanya ia terlambat hingga dirinya bertemu dengan sang ayah yang sudah memasuki rumah mereka.
"Jagoan Ayah yang ganteng!"
Dengan begitu bangga Ibram menyebut Sang putra dan lalu langsung menggendong bocah itu dengan tubuh kekarnya, Niswa yang berdiri di perbatasan ruang tengah dan ruang tamu tersenyum melihat interaksi ayah dan anak itu.
"Hem ... anak ayah udah wangi pasti udah mandi!" kata Ibram pada Sang putra yang sedang digendongnya, Niswa berjalan mendekat lalu mengambil alih tas kerja yang suaminya pegang untuk ia bawakan dan simpan di ruang kerja laki-laki itu.
"Udah dong," jawab Kama dengan begitu ceria.
"Istri Mas yang cantik juga udah wangi," kata Ibram pada sang istri yang baru selesai mencium punggung tangannya, laki-laki itu lalu mendekatkan wajahnya pada Niswa dan mencium pipinya.
"Iya, makanya sana Mas Ibram mandi biar wangi juga," kata Niswa untuk meledek sang suami.
"Emang Mas bau?" kata Ibram, "Mas juga selalu wangi."
Niswa dan Sang putra saling tatap lalu mencibirkan bibirnya mendengar apa yang Ibram katakan.
"Oh jadi gitu, kompak nih bilang ayah bau!" kata Ibram berlagak kesal, Kama
dan Niswa kembali saling tatap lalu tertawa geli.
"Oke, kalau gitu Ayah mau mandi, mau pakai shampo sama sabun sebotol biar wangi!" ujar Ibram sambil menurunkan Sang putra dari gendongannya, Niswa tertawa mendengar apa yang suaminya katakan.
"Tunggu ayah mandinya nanti aja, Aku mau cerita dulu tadi aku main sama dedek bayi yang lucu banget namanya Kalila," ujar Kama dengan penuh semangat, bocah itu begitu gembira bermain dengan Kalila tadi hingga tidak sabar untuk berbagai cerita bahagia pada sang ayah.
"Sayang, ceritanya nanti aja, Ayah kan juga capek jadi biar Ayah mandi dulu nanti ngobrolnya Sambil kita minum teh," ucap Niswa, sang suami tersenyum karena merasa istrinya itu selalu pengertian.
"Iya deh, aku tunggu di belakang ya Sambil main robot-robotan," jawab Kama yang sudah hafal kalau kedua orang tuanya itu selalu menghabiskan waktu untuk meminum teh sambil mengobrol di teras belakang rumah mereka, Niswa dan sang suami tersenyum manis menatap Kama berlari dengan penuh semangat ke tempat itu.
"Sana kamu mandi Mas, aku taruh tas kamu di ruang kerja. Aku juga udah bikinin kamu teh," ucap Niswa sambil mengelus lengan kekar sang suami.
"Terima kasih, Sayang," jawab Ibram, Niswa tersenyum saat dengan begitu cepat laki-laki itu mengecup bibirnya sebelum ia berjalan menuju kamar mereka yang ada di lantai dua sedangkan ruang kerja Ibram berada di lantai satu rumah itu.
"Bunda nanti kalau nilai sekolah aku bagus terus, beliin aku robot lagi ya," pinta Kama pada sang ibu padahal saat ini bocah itu sedang memainkan beberapa robot-robotan, Putra semata wayang Niswa itu memang begitu menyukai mainan robot-robotan dibandingkan dengan mainan lain.
"Boleh sayang tapi kita harus minta izin dulu sama Ayah," jawab Niswa yang selalu mengajarkan putranya untuk selalu menghormati kedua orang tuanya, termasuk meminta izin kepada mereka untuk membeli apapun.
"Mau minta izin buat apa sih?" tanya Ibram yang mendengar pembicaraan anak dan istrinya, laki-laki itu baru selesai mandi, terlihat begitu gagah dan tampan juga segar dengan rambut yang masih setengah basah.
"Kama minta dibeliin robot-robotan buat hadiah kalau nilai sekolahnya selalu bagus," terang Niswa pada lelaki yang sudah duduk di sebelahnya, di sebuah kursi santai yang ada di teras belakang rumah mereka. Kama yang duduk di atas playmate tidak jauh dari mereka menatap sang ayah dengan penuh harap.
"Oke, Ayah beliin robot-robotan, tapi selain nilai sekolah yang bagus Kama juga harus janji buat jadi anak yang baik," jawab Ibram, Niswa hanya tersenyum mendengar apa yang suaminya katakan.
Selama mereka berumah tangga mereka memang selalu bisa bekerja sama mendidik dan membesarkan Kama dengan segala nilai budi pekerti.
"Iya ayah aku janji, Aku kan selalu jadi anak yang baik. kata tante Jihan juga aku anak yang baik jadi Kalila suka main sama aku," jawab Kama, Ibram mengerutkan kening mendengar Sang putra menyebut dua nama asing itu, laki-laki itu lalu menatap sang istri yang duduk di sebelahnya.
"Tetangga baru kita itu namanya Jihan Mas, tadi aku kan ngajak Ibram berkunjung dan kenalan sama mereka, anaknya Jihan perempuan namanya Kalila dia masih berusia delapan bulan tapi Kama senang banget main sama dia tadi aja sampai nggak mau aku ajak pulang," jelas Niswa, Ibram tersenyum mendengar apa yang istrinya katakan lalu menatap Sang putra yang sedang berjalan mendekati mereka.
"Dedek Kalila itu lucu banget, Yah, dia belum bisa ngomong tapi udah bisa ketawa. ketawanya begini nih," kata Kama yang berdiri di depan sang ayah dengan penuh semangat, Ibram dan Niswa tertawa saat Putra mereka menirukan cara bayi itu tertawa.
"Dedek Kalila juga belum bisa jalan, tapi dia senang kalau dipegangin terus dia lompat-lompat. Rambutnya belum panjang, Yah, tapi Dedek Kalila dipakaiin bando lucu banget," sambung Kama seolah tidak ada jeda dari membicarakan kelucuan bayi tetangga baru mereka itu, Ibram hanya bisa tersenyum mendengar apa yang putranya itu tuturkan dengan begitu ceria.
"Ayah tahu nggak tadi rambut aku dijambak sama dedek Kalila, tapi nggak sakit aku malah suka karena dedek Kalila jadi ketawa," kata Kama lagi seolah tidak akan habis cerita bocah itu tentang teman barunya.
"Ayahnya Kalila kerja di mana?" tanya Ibram pada sang istri, Niswa tersenyum karena ternyata suaminya juga penasaran tentang tetangga baru mereka itu.
"Ayahnya Kalila nggak ada, yang jagain Kalila cuma tante Jihan sama suster Rini," sambar Kama menjawab pertanyaan sang ayah, Niswa tertawa kecil karena sepertinya putranya itu selalu ingin membicarakan semua hal tentang Kalila, Ibram kembali mengerutkan kening mendengar apa yang putranya katakan.
"Suaminya Jihan kerja di kapal pesiar Mas, jadi jarang pulang, rumah itu cuma ditempatin Jihan sama suster yang jagain Kalila. Jihan pindah ke sini karena katanya nggak nyaman tinggal bareng mertuanya," kata Niswa menjelaskan sesuatu yang tidak dimengerti oleh sang Putra, Ibram hanya membulatkan bibirnya lalu mengangguk merespon ringan cerita sang istri tentang tetangga baru mereka.
"Syukur deh kalau kalian menyukai tetangga baru kita itu, kita kan emang harus rukun sama tetangga," sahut Ibram ringan.
"Suka banget, Yah, apa lagi sama dedek Kalila yang lucu. Besok aku mau main lagi ke rumah tante Jihan."
***
Ibram dan sang istri merasa gemas pada Putra mereka yang sepertinya tidak ada lelahnya bercerita tentang kelucuan Kalila.
"Sayang, kayaknya Kama senang banget sama anak kecil, kayaknya dia udah siap buat dibikinin adik," kata Ibram pada sang istri sambil mengerlingkan sebelah matanya genit, Niswa hanya menahan senyum lalu mencubit pinggang sang suami yang duduk di sebelahnya.
Mereka berdua sudah sepakat untuk tidak menambah momongan dalam waktu dekat, mereka masih ingin fokus membesarkan Kama hingga Niswa tahu ucapan sang suami untuk membuatkan adik untuk kama hanya merujuk pada kegiatannya saja.
"Ayah aku lupa, tadi aku dikasih project sama Miss Ellya buat bikin bangau dari kertas origami sama ayah," kata Kama yang baru teringat akan tugas sekolahnya.
"kok Kama nggak cerita sama Bunda?" tanya Niswa yang memang tidak mengerti jika Sang putra mendapatkan tugas dari sekolahnya.
"Maaf Bunda tapi aku lupa karena aku asik main sama Kalila tadi," jawab Kama dengan wajah terlihat penuh sesal, kedua orang tuanya yang duduk berdampingan di sofa ruang tengah menatapnya dengan tatapan kecewa.
"Kama, Ayah nggak ngelarang kamu main sama Kalila, tapi kamu nggak boleh melalaikan tugas kamu. Lain kali kalau mau main sama Kalila, kamu harus selesaikan tugas sekolah kamu dulu ya atau paling nggak kamu bilang sama Bunda kalau kamu ada tugas," kata Ibram dengan begitu lembut sambil menatap wajah sang Putra.
"Iya Ayah aku janji, maafin aku ya Ayah, Bunda," jawab Kama sambil menatap kedua orang tuanya, Niswa tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.
"Ya udah kalau gitu ayo kita bikin sebelum kamu tidur," kata Ibram sambil mengajak Sang putra untuk naik ke kamarnya dan mengerjakan tugas yang gurunya berikan.
"Nanti Bunda nyusul ya, Bunda kunci pintu dulu," kata Niswa pada suami dan putranya.
Tapi wanita itu masih duduk di sofa sambil menatap kedua laki-laki berbeda usia yang begitu ia cintai, pandangan Niswa tertuju pada ponsel sang suami yang tergeletak di meja sepertinya laki-laki itu melupakannya.
Seperti biasa tanpa beban Niswa membuka ponsel sang suami, mengecek galeri foto laki-laki itu yang hanya diisi foto-foto anak dan istrinya.
Wanita itu juga membuka beberapa akun media sosial sang suami dan semuanya tampak biasa saja tidak ada sesuatu apapun yang mencurigakan, terakhir yang wanita itu buka adalah aplikasi telekomunikasi berwarna hijau.
Niswa membaca beberapa pesan yang suaminya kirim pada orang tuanya, hanya ada pembicaraan ringan tentang menanyakan kabar masing-masing, hanya pembicaraan biasa antara orang tua dan anaknya tetapi begitu membuat hati Niswa trenyuh.
Bisa dibilang Niswa merasa iri, karena seumur hidup wanita itu tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua selain ibu-ibu panti tempat di mana wanita itu dibesarkan, lalu saat memiliki mertua yang dia harap bisa menggantikan kasih sayang orang tua kandungnya Ternyata wanita itu harus dihadapkan dengan kenyataan kalau dirinya tidak bisa berhubungan baik dengan kedua orang tua Ibram seperti yang dia impikan.
Usai membaca pesan yang Ibram kirimkan kepada ibunya langsung keluar dari chat room itu entah mengapa seperti ada yang menuntun jarinya untuk membuka daftar nomor yang suaminya blokir.
Hanya ada sebuah nomor di sana, tapi Niswa merasa mengenali nomor tersebut karena memang nomor itu begitu cantik hingga mudah dihafal, itu adalah nomor yang sempat mengirimkan pesan sayang kepada Ibram waktu itu.
"Karena merasa terganggu jadi Mas Ibram langsung blokir nomor ini," batin Niswa tapi sepertinya pikiran dan hatinya tidak sinkron saat itu hingga Niswa langsung membuka blokiran nomor tersebut.
Tapi ternyata tidak begitu lama setelah Niswa membuka blokiran nomor itu, langsung masuk sebuah pesan dari nomor itu.
[Mas Ibram, Istri kamu udah tidur?]
Jelas sang pemilik nomor tidak salah kirim karena tertulis nama Ibram di pesan itu, kedua mata Niswa terbelalak berpikir jika pesan sayang yang waktu itu masuk ke ponsel sang suami pesan bukanlah salah kirim.
[Udah]
Niswa sengaja membalas pesan itu, seakan yang membalasnya adalah Ibram.
[Terus kapan kamu ke sini? aku udah kangen banget]
Tangan Niswa gemetar dengan jantung yang berdebar begitu cepat saat membaca pesan itu, Rasanya tidak percaya tapi ini terasa begitu nyata, Sepertinya Ibram memang menghianatinya.
[Mas, ternyata uang yang kamu kasih buat bayar orang itu kurang, Jadi aku pakai harus pakai uang yang mana buat bayar mereka?]
Niswa tidak tahu pesan apa lagi yang harus dia kirimkan, wanita itu bahkan tidak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh orang misterius yang tampaknya sudah begitu dekat dengan suaminya.
Hingga sekarang yang Niswa lakukan adalah kembali memblokir nomor itu lalu menghapus pesan yang ada di dalam chat room itu, tapi sebelumnya Niswa sudah menyalin nomor misterius itu di ponselnya sendiri.
"Apa yang sebenarnya kamu rahasiakan di belakangku, Mas?"