You Belong to Me

1976 Words
Author’s POV Giandra menatap awas layar laptopnya. Sudah ada lima media online yang memberitakan sikapnya yang semena-mena ingin menggusur panti asuhan demi kepentingan usaha. Bahkan dua diantaranya memuat hasil wawancara dengan Keyra, yang saat ini tengah dielu-elukan sebagai wanita muda inpiratif yang berani melawan direktur utama perusahaan Angkasa Jaya untuk memperjuangkan nasib anak-anak panti. Tagar #savePantiAsuhanMatahari bergema dimana-mana, entah di f******k, twitter maupun **. Sebagian besar netizen memojokkan Giandra dan perusahaan Angkasa Jaya sebagai pihak yang bersalah dan tak punya perasaan. Padahal jelas, status kepemilikan tanah itu adalah milik Giandra. Bagaimana mungkin orang mengiranya egois, sedang Giandra rela meggunakan tanah pribadi untuk kepentingan perusahaan. Tanah Giandra cukup luas jika diukur dari panti dan tanah kosong di sekitarnya. Untuk membangun kompleks perumahan di situ, keberadaan panti akan sangat mengganggu dan mempersempit area perumahan. Karena itu Giandra ingin menggusur panti itu agar target membangun 30 unit rumah dapat teralisasi. Giandra mengamati foto Keyra yang muncul di salah satu artikel. Ia menatap lekat-lekat wajah gadis itu. Gadis yang sederhana, terlihat polos dan lugu. Di mata Giandra wajah Keyra memang manis tapi tidak bisa dikatakan cantik juga, jelas sama sekali bukan tipikal ideal untuknya. Ia juga tak suka melihat perempuan berhijab. Menurutnya namanya tubuh wanita itu memang sudah seksi dari sananya. Untuk apa ditutup-tutupi? Wanita akan terlihat semakin indah dengan lekukan tubuh yang ditonjolkan bukan dengan ditutupi kain panjang. Begitupun dengan rambut wanita yang bisa mempertegas karakter si perempuan dan menambah aura kecantikannya. Kenapa harus ditutupi kain juga? Giandra mengelus dagunya. Ia memikirkan banyak rencana untuk membungkam gadis itu agar tak berkoar-koar lagi di media. Mungkin saat ini dia harus melupakan sementara waktu mengenai rencananya untuk membangun kompleks perumahan di kawasan panti jika dia tak ingin menyulut kemarahan netizen lebih besar lagi. Dia harus membangun citra positif baik dirinya maupun perusahaan agar bisa menarik kembali para investor yang menarik diri dan agar perusahaannya kembali mendapat kepercayaan dari pelanggan. “Danar...” Giandra memanggil asisten pribadinya yang tengah duduk di sofa. Pemuda asal kampung itu menjadi orang kepercayaan Giandra karena sifatnya jujur. Jika kebanyakan direktur memiliki sekretaris pribadi, Giandra lebih memercayakan asisten laki-laki untuk membantunya menyiapkan segala keperluan kerjanya. Ia menilai karyawan laki-laki lebih cakap, tak mudah berubah mood dan lebih giat bekerja karena sedikit halangannya, beda dengan perempuan yang kadang menghadapi masa PMS, emosi dan sensitivitasnya bisa naik seketika. “Ada apa pak?” Giandra menatap pemuda 23 tahun itu dengan serius. “Antarkan aku ke SMA Flamboyan. Aku ingin bertemu Keyra.” Danar mengangguk, “baik pak.” ****** Seorang murid laki-laki duduk-duduk di teras depan kelasnya sembari mengunyah permen karet. Pandangannya menelisik sampai ujung koridor memastikan guru Biologi sekaligus wali kelasnya sudah datang atau belum. “Woi Erlan ngapain sendirian?” Tepukan di bahu dari Fadel mengagetkannya. “Pingin ngadem aja, sumpek di dalem. Gue berharap Bu Keyra datang, kok belum datang juga ya.” Cowok yang dijuluki the most wanted boy dari segi fisik itu memasang tampang kesalnya. Semua warga SMA Flamboyan tahu, Erlan si badboy bengal memiliki wajah dengan kegantengan mendekati paripurna dan digilai banyak murid perempuan itu sebenarnya tak lebih dari murid bandel yang kerap terlambat sekolah, sering ikut balapan liar, hobi clubbing dan kabar bagusnya, status masih jomblo. Tapi tentu saja di mata cewek-cewek Rohis atau yang biasa disebut akhwat Rohis, Erlan hanyalah bakteri patogen yang wajib dijauhi. Siapa juga yang mau jadi jodoh pemuda b******k macam Erlan? Salah satu pentolan Rohis yang antipati terhadapnya bernama Ghaza, cewek berhijab yang juga satu kelas dengannya. Permusuhan antar mereka kerap meramaikan suasana kelas. Meski SMA Flamboyan dikenal gudangnya trouble maker alias tempat ngumpulnya pelajar yang terjerat kenakalan remaja namun organisasi Rohis cukup hidup di sana. “Lo suka ya ama Bu Keyra? Dia masih single man... Masih kelihatan cute juga kok. Paling selisih delapan tahun ama lo. Nggak masalah sih.” Fadel duduk di sebelah Erlan. “Gue nggak suka ama dia. Sembarangan lo ngomong. Dia ngingetin gue ama almarhumah kakak gue. Bisa dicekek Raynald gue kalau ikutan ngecengin Bu Keyra” Erlan langsung menyangkal. Di matanya Keyra memang agak mirip dengan almarhumah kakaknya. Tiba-tiba dua murid yang lain ikut bergabung bersama mereka. Satu siswi bernama Kaisha, si tomboy berambut cepak yang lebih suka dipanggil Kai. Satu lagi siswa bandel bernama Raynald, another handsome boy yang terkenal playboy dan saat ini tengah naksir berat dengan wali kelasnya. “Pada ngomong apaan sih? serius amat.” Raynald duduk di sebelah Fadel. “Nggak ngomongin sesuatu yang serius kok.” Balas Fadel. “Ke kantin yuk, laper. Daripada nungguin Bu Keyra yang belum dateng-dateng mending makan dulu.” Tukas Kaisha. “Males ah.. Eh bro ntar malam clubbing yuk. Penat gue. Udah sebulan lho gue belum clubbing lagi.” Ujar Raynald sambil menatap ketiga sahabat satu gengnya. “Lo mau bayarin? Gue lagi boke.” Balas Fadel setengah mencibir. “Eh Bu Keyra datang tuh.” Erlan memicingkan matanya dan teman-temannya ikut mengarahkan pandangan ke ujung koridor. Mereka semua beranjak masuk ke kelas. Keyra memasuki kelas dengan wajah sedikit pucat. Dia belum lama mengajar. Salah satu kendala yang ia hadapi saat awal mengajar di kelas adalah kadang murid-muridnya meremehkan kemampuannya hanya karena usia yang tergolong muda ditambah perawakan mungil yang membuatnya terlihat seumuran dengan murid-muridnya. Tapi semua murid mengakui, gaya mengajar Keyra begitu fresh dan berbeda dengan guru-guru lain. Dia menggunakan metode pendekatan dengan murid seperti seorang best friend yang siap mendengar apapun keluhan dan curhatan muridnya. Tak heran banyak yang menyukai dan memercayakannya sebagai tempat curhat. “Selamat pagi murid-murid. Maaf ya Bu guru telat karena harus mengantar anak panti ke dokter terlebih dahulu. Ada yang sakit.” Sapa Keyra sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. “Nggak apa-apa Bu. Semoga cepat sembuh ya buat anak panti asuhan yang lagi sakit.” Balas Ghaza ramah dan ditanggapi cibiran oleh Erlan. “Cari muka lo.” Erlan menatap Ghaza dengan ketus. “Apaan sih lo.” Ghaza tak kalah ketus menanggapi Erlan. “Udah jangan berantem mulu Ghaza dan Erlan.” Keyra melemparkan senyum pada dua rival itu. “Jangan terlalu benci nanti jadi cinta.” Fadel menyeringai disusul ledekan oleh teman-teman yang lain. Wajah Ghaza terlihat memerah. “Ya apa yang Fadel bener juga sih. Makanya mending baikan aja.” Tukas Keyra. “Tuh kan bener kata gue.” Fadel tersenyum lebar. “Okey sebelum kita lanjutkan pelajaran, ada yang tengah mengganggu pikiran kalian nggak? Kalau kalian nyimpen masalah, biasanya jadi nggak konsen ngikutin pelajaran. Jadi mending masalahnya dilupain dulu biar kalian bisa lebih fokus.” Keyra mengedarkan pandangan ke segala sudut kelas. “Bu, nggak bisa lupain masalah gimana ya? Saya lagi nggak mood hari ini.” Ucap Bianca, sang primadona sekolah. “Emang kamu punya masalah apa Bianca?” Tanya Keyra sembari mendekati muridnya yang terkenal sebagai selebgram tersebut. “Diputusin Bu..” Jawab Bianca. Teman-temannya menyoraki. “Kasihan banget neng. Udah lupain aja cowok nggak tahu diuntung itu, mending ama aa aja.” Rizal, cowok berkulit eksotis dan berambut ikal menaikan alisnya. Teman-teman yang lain serempak meneriakan “huuhhhh....” “Kalau nggak ingin galau gara-gara diputusin ya jangan pacaran donk.” Balas Keyra. “Susah atuh Bu kalau nggak pacaran. Hari gini gitu lho, nggak punya pacar rasanya ngenes banget.” Tukas Bianca. “Itu Ghaza juga nggak pacaran.” Balas Keyra lagi. “Iya aku nggak pacaran, nggak pernah galau-galauan.” Ujar Ghaza bangga. “Lo nggak pacaran karena emang nggak ada yang mau ama lo.” Erlan mengejek dan membuat Ghaza cemberut. “Maaf ya, yang mau ama gue banyak. Tapi gue emang nggak mau pacaran. Dalam Islam nggak mengenal pacaran. Kalau mau nikah ya ta’arufan dulu, bukan pacaran.” Cerocos Ghaza ditimpali tepukan oleh teman-temannya. “Iya mamah Dedeh... “ Balas Erlan membuat seisi kelas tertawa. “Apa yang dikatakan Ghaza benar. Coba deh contoh Ghaza.” Keyra mengulas senyum tipisnya. “Berarti ibu nggak pacaran donk?” Raynald menaikkan alisnya. Keyra menggeleng, “enggak.” “Mau nggak jadi pacar saya, ehm maksudnya ta’arufan ama saya?” Raynald mencoba menggoda ditanggapi sorakan oleh teman-temannya. “huuuhhhhhh...” “Dasar nggak sopan lo.” Devi cewek kutu buku mencibir ke arah Raynald. “Ibu mau ta’arufan ama Raynald, tapi ada syaratnya.” Ucapan Keyra membuat mata Raynald berbinar, berkilau seperti bintang-bintang yang bertebaran di langit malam. “Apa syaratnya Bu?” Tanya Raynald dengan wajah sumringah. “Kamu terbang dulu sampai Pluto baru ibu mau ta’arufan.” Jawab Keyra sekenanya. Semua murid pun serempak menertawakan Raynald. “Udah tenang... sekarang kita mulai pelajaran ya. Buka halaman limapuluh empat.” Para murid kembali mengeluh dan dengan agak malas membuka buku masing-masing. ***** Giandra duduk di dalam mobil yang diparkir di seberang jalan SMA Flamboyan. Jam ini adalah jam pulang sekolah. Giandra pernah menjemput ponakannya yang kebetulan bersekolah di SMA Flamboyan juga, karena itu dia paham jam berapa biasanya murid-murid SMA elit tersebut pulang. Tatapan mata Giandra tak lepas dari pintu gerbang sekolah. Dia tengah menantikan guru muda berhijab itu dengan penuh harap bahwa Keyra akan menyetujui penawarannya. Penantiannya berakhir kala sosok yang ia cari tengah melangkah keluar dari pintu gerbang. Giandra keluar dari mobilnya. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan situasi jalan aman untuk menyeberang. Keyra kaget bukan main melihat Giandra sudah berdiri di hadapannya. “Mau apa anda kemari?” Keyra bicara dengan ketus. “Aku ingin bicara. Bisa kita bicara sebentar?” Mata Giandra menyasar sebuah coffee shop di seberang, berdekatan dengan tempatnya memarkir mobil. “Di coffee shop itu.” Lanjut Giandra. Keyra agak ragu tapi akhirnya dia mengiyakan. Dia menduga Giandra hendak membicarakan soal panti asuhan. ***** Dua orang yang berseteru itu duduk saling berhadapan dengan keegoan masing-masing. Dari pembicaraan mereka barusan, jalan keluar terbaik seolah sulit untuk diraih karena keduanya sama-sama berpegang teguh pada pendirian masing-masing. Giandra meminta Keyra untuk meminta maaf pada publik dan meralat ucapannya yang telah menyudutkan Giandra dan perusahaannya jika ingin panti asuhannya tidak digusur, namun Keyra tak mau melakukannya, itu sama saja dia mengakui kalau dirinya yang salah. Keyra merasa berada di pihak yang benar. “Ingat Keyra, aku punya bukti kepemilikan atas tanah itu. Aku bisa saja melaporkanmu atas penggunaan tanah milik orang lain tanpa seizin pemiliknnya. Ini sama saja pencurian.” Giandra menatap Keyra tajam. Rasanya kesabarannya sudah habis menghadapi gadis keras kepala di hadapannya. “Ingat ayahmu telah memberi izin pada almarhum kakekku untuk membangun panti asuhan di tanah yang ayahmu beli. Kamu cuma numpang nama doang di sertifikat itu. Lagipula aku punya banyak dukungan dari masyarakat. Apa kamu ingin usahamu semakin merosot?” Keyra tetap berpendirian pada prinsipnya. “Kamu benar-benar keras kepala. Aku tak peduli apa tanggapan orang, aku akan tetap menggusur panti itu. Kecuali kalau kamu mau menuruti keinginanku, aku akan membiarkan panti itu tetap berdiri.” “Aku tidak mau melakukannya Giandra Daniswara. Aku punya harga diri. Kalau aku menuruti kemauanmu, sama saja aku merendahkan diriku sendiri.” Mata Keyra membulat. Ia sama sekali tak tertarik dengan penawaran Giandra. “Okey, atau kamu mau uang juga? Aku bisa memberikannya. Perempuan sepertimu mungkin baru akan luluh jika ditawarkan uang.” Keyra tersenyum sinis, “kamu pikir aku perempuan materialistis? Tidak semua hal bisa kamu beli dengan uang.” Giandra menyeringai, “rupanya kamu begitu sombong ya. Mentang-mentang kamu mendapat banyak dukungan dari netizen kamu bisa seenaknya begitu? Aku akan membuat perhitungan denganmu Keyra.” Keyra tersenyum, “aku tidak takut bapak Giandra Daniswara.” Keyra bicara begitu tegas, begitu menguji kesabaran Giandra. Keyra beranjak dan berlalu meninggalkan Giandra tanpa sepatah katapun. Giandra masih terpekur dan sibuk dengan pikirannya. Haruskah ia menjalankan rencana kedua? Ia teringat akan perbincangannya dengan Steven, teman baiknya. Apa yang paling ditakutkan oleh perempuan berhijab? Kata Steven, kehilangan kehormatannya..! Kau yang memaksaku Keyra. Bersiaplah untuk kekalahanmu. Akan kupastikan sebentar lagi kau ada dalam genggamanku. Kamu milikku Keyra. Giandra mengeluarkan smartphonenya dan menelpon Danar, “laksanakan rencana kedua.” *******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD