Malampun datang, Syahla kini sedang memandangi tangannya yang terus memerah akibat rotan yang dipukulkan ke tangannya. Rasanya perih. Ah, Syahla tidak tahu namanya apakah dipukul atau disabet, yang jelas rasanya perih hingga tangannya merah.
Syahla terus duduk sambil memandangi tangannya yang terasa perih. Rasanya Syahla ingin menangis karena rasanya begitu sakit namun, dia takut kalau orang tuanya mendengar tangisannya dan kembali merasa terusik hingga kembali memberikan hukuman kepadanya.
“Ani!” seru ibu angkat dari Syahla.
“Iya, Mak?” kata Syahla yang langsung keluar dari kamarnya dan berjalan keluar dari kamarnya.
“Tuku kena gula! (Beliin gula!)” kata ibu angkatnya Syahla sambil memberikan uang seribuan kepada Syahla.
Di kampung Syahla gula pasir bisa dibeli dengan uang seribu upiah karena penjualnya memang sengaja membungkusinya kecil-kecil agar bia dijual dengan harga seribu.
“Iya, Ma.” kata Syahla sambil mengambil uang tersebut.
Syahla pun mulai berjalan menuju warung untuk membeli gula. Tidak ada yang spesial saat dirinya harus berjalan menuju warung membeli gula seperti permintaan ibunya tersebut.
Setelah membeli gula, dirinya tidak langsung bergegas ke rumahnya. Dia lebih memilih duduk dulu di samping kebun milik salah satu warga sambil melihat ke langit, menikmati keindahan bintang dan bulan yang mempesona.
Tangan Syahla mencoba menggapai-gapai bintang itu. Diam-diam Syahla merindukan orang tua kandungnya. Ntahlah, setiap melihat bintang, dia selalu merindukan keluarga kandungnya walaupun dia sama sekali tidak bisa mengingat bagaimana wajah kedua orang tuanya.
Setelah puas memandangi langit sendirian, dia langsung bergegas untuk pulang. Dia sudah siap untuk dimarahi oleh orang tuanya lagi.
Namun, betapa terkejutnya dirinya saat dirinya sampai di rumah, dia melihat banyak sandal di depan rumahnya. Dia sangat penasaran dengan apa yang terjadi. Lalu dirinya pun langsung masuk ke dalam rumah.
“Assalamualaikum.” salam Syahla.
“Waalaikumsalam, nah ini Si Aninya sudah datang.” kata ibu angkat Syahla yang tiba-tiba bicara dengan sangat ramah menggunakan bahasa Indonesia.
Syahla menyusuri semua orang yang ada di sana. Dia melihat ada seorang bapak-bapak yang tengah duduk memandangi dirinya dengan rokok di tangannya, dan ada empat laki-laki di belakangnya yang menggunakan baju berwarna hitam.
Dan betapa terkejutnya Syahla melihat dua orang penjahat yang mengejarnya juga ada di sana. Dia mulai cemas dan mulai bertanya-tanya mengenai apa yang terjadi di rumahnya.
“Salim dulu sama Juragan Tagor, nak!” seru ibu angkat Syahla dengan ramah.
Meski tidak tahu maksudnya namun Syahla tetap menuruti permintaan ibu angkatnya, dia pun mencium tangan Juragan tersebut, tidak mencium memang dia hanya menempelkan tangan itu ke pipinya, itupun yang ditempelkan ke pipi punggung tangannya.
“Cantik sekali, cantik sekali.” kata Juragan Tagor.
Tangan Syahla tidak langsung dilepaskan oleh Juragan Tagor. Syahla sontak terkejut dan langsung melepaskan dengan paksa hingga kedua orang tua angkatnya melotot kepadanya. Namun, saat Juragan Tagor melihat ke arah mereka, mereka langsung tersenyum.
“Sini, Ani!” seru ibu angkatnya dengan sangat ramat dan menyuruh Syahla untuk duduk di sampingnya.
Meski terkejut, namun, Syahla tetap menurut. Dia pun duduk di sana, di samping ibu dan bapaknya.
“Ada apa, Mak, Pak?” tanya Syahla.
“Oh, ini lho. Ini Juragan Tagor mau melamar kamu untuk jadi istrinya.” kata bapak angkat Syahla.
“Lho, melamar, Pak? Ani emoh! (Ani nggak mau).” seru Syahla.
Seketika wajah kedua orang tua Syahla mengeras, dia merasa dipermalukan oleh Syahla. Namun, seketika ibu angkat Syahla langsung berinisiatif untuk masuk ke dalam kamar membawa Syahla dan mengajak Syahla bicara.
“Sebentar ya, Juragan. Mau bicara dulu sama anak saya.” kata ibu angkat Syahla dengan sangat sopan.
“Oh, iya, silakan-silakan!” kata Juragan Tagor.
Ibu angkat Syahla langsung memegangi tangannya Syahla dan membawa Syahla ke dalam kamar. Syahla sempat meringis kesakitan namuun, ibunya tidak memperdulikannya dan teru mencengkeram lengan Syahla dengan kasar.
Ibu Angkat Syahla melepaskan tangan Syahla seketika sampai di kamar paling ujung dan langsung menutup pintu. Beliau sangatlah marah kepada Syahla.
“Mak, Ani ndak mau dijodohin sama Juragan itu, Mak.” kata Syahla.
“Enak aja kalau ngomong! Kamu harus nikah sama Juragan Tagor. Dia itu orang kaya, paling kaya di desa sebelah. Kamu harusnya beruntung dia mau melamar kamu!” seru Ibu angkat Syahla.
“Bu, Ani masih pengen sekolah. Lagian Juragan keliatannya udah tua, istrinya banyak, Ani ndak mau nikah sama Juragan itu. Ani ndak mau nanti disiksa sama istri-istrinya.” kata Syahla.
“Ndak bisa! Pokoknya kamu harus nikah sama Juragan Tagor. Dia wong kaya, Ni. Kalau kamu nikah sama dia derajat keluarga kita akan naik. Kita ndak akan miskin lagi!” kata ibu angkat Syahla.
“Ya kalau kayak gitu kenapa ndak emak aja yang nikah sama juragan itu?” kata Syahla kesal.
PLAK!
Satu tamparan dari Bu Astuti atau ibu angkat Syahla mendarat bergitu saja di pipi Syahla. Syahla pun memegangi pipinya yang terasa sangat sakit dan perih. Meski saat ini tidak bisa melihat bagaimana keadaan dari pipinya, dia berani bertaruh kalau pipinya kali ini sudah sangat merah.
“Kamu jangan kurang ajar ya, Syahla. Udah kita rawat, kita sekolahin, tapi ndak mau nyenengin bapak sama emak!” seru ibu angkat Syahla.
“Mak, Ani bukannya ndak mau nyenengin bapak sama emak, cuma Ani ndak mau nikah sama orang tua itu. Ani malu, ani juga masih mau sekolah, mau jadi orang sukses, Mak.” kata Syahla.
Tangan Syahla masih ada di pipinya.
“Sampai kapan? Kamu lulus sekolah aja belum tentu bisa bikin kaya. Ini ada cara cepet, kamu gak boleh sia-siain kesempatan! Pokoknya kamu harus nikah sama Juragan Tagor!” seru ibu angkat Syahla.
Bu Astuti langsung keluar dari kamar tersebut dan langsung mengunci Syahla dari luar. Beliau tidak mau kalau Syahla sampai menggagalkan rencana pernikahan itu. Beliau tidak ma uterus menerus hidup miskin. Beliau menganggap lamaran ini adalah jawaban atas doanya selama ini.
“Mak, Ani emoh, Mak. Ani emoh!” seru Syahla sambil menggedor-gedor pintu.
Syahla benar-benar tidak mengerti mengapa ibu angkatnya mau menjodohkannya dengan pria tua seperti yang ada di film-film. Dia bahkan belum lulus sekolah, masih ingin main, dan masih bermimpi memiliki kehidupan yang layak dan memiliki suami yang sangat tampan.
Memiliki calon suami seperti Juragan Tagor tentulah menjadi sangat masalah baginya. Pertama, dia tidak mau jadi bahan olokan satu kampung. Kedua, dia tidak mau dijadikan istri kesekian. Dan yang ketiga, dia tidak suka kepada Juragan Tagor yang tampangnya sangatlah tua dan terlihat m***m.
Syahla duduk di atas kasur dan mengusap wajahnya dengan gusar, dia bahkan sedikit meringis karena tangannya tadi pagi menjelang siang kena rotan dan pipinya baru saja kena tamparan.
“Uripe nyong kayak kie nemen sih, Gusti? (Kenapa hidupku seperti ini, Ya Allah?)” kata Syahla.