PROLOG
“Jatuh cinta padanya memang mudah. Sebab dia adalah kesempurnaan yang berbalut manisnya kekurangan. Karena hanya dua yang membuatnya meragu; bagaimana caranya agar terlihat layak? Atau, bagaimana caranya tetap bertahan ketika rindu merajam dadanya setiap detik?”
***
Ghea bersembunyi di balik pagar, menunduk, bagai seorang mata-mata yang sedang mengawasi penjahat kelas kakap. Seragam putih-biru yang ia kenakan bahkan sudah terkena bercak lumpur, kotor di beberapa sisi. Jemari mungilnya menggenggam satu cone es krim yang sudah meleleh.
Lama menanti, akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Seorang cowok bertubuh tinggi dengan wajah tampan dan raut dingin—tetangga baru yang Ghea kagumi diam-diam sejak kepindahannya dua bulan lalu. Ghea memandang sosok itu lekat. Berminggu-minggu mengamatinya tak membuat Ghea punya keberanian untuk mendekat. Tidak apa-apa, yang terpenting, Ghea tak akan kehilangan momen untuk melihat wajah itu setiap hari.
Bibir Ghea hendak terbuka untuk menyapa saat cowok itu tiba-tiba menoleh. Tatapan mereka bertemu. Lima detik. Dan jantung Ghea langsung berdentum gila. Tanpa Ghea duga, cowok itu akhirnya bersuara, berat dan dingin.
“Kenapa kamu selalu sembunyi di sana pas saya pulang? Kamu sengaja nguntit saya, ya?”
Ghea cuma bisa menggeleng panik sambil cepat-cepat masuk rumah. Nyatanya, Ghea masih selugu itu saat berhadapan dengan cowok yang ia taksir. Apalagi, mereka tak pernah bicara akrab sebelumnya. Hanya Ghea yang terkadang disuruh ibunya mengantar kue ke rumah cowok itu.
Sampai pada akhirnya, perpisahan yang Ghea takutkan tiba juga. Ghea yang saat itu dalam perjalanan pulang sekolah nyaris tertabrak gara-gara menyelamatkan seekor kucing. Sepeda butut yang ia tumpangi pun ikut jatuh dengan lengan dan lututnya yang menjadi korban. Tapi anehnya, Ghea justru mensyukuri kejadian itu sebab pria pujaannya justru tampil sebagai pahlawan. Untuk pertama kalinya, mereka akhirnya bisa berada dalam jarak sedekat ini, dalam boncengan sepeda butut milik Ghea yang bannya sedikit kempes. Momen yang tak akan pernah Ghea lupakan sepanjang hidup.
Ketika cowok itu hendak pamit, Ghea memberikan sebuah benda pada cowok itu, sebuah gantungan perak berbentuk hewan zebra yang Ghea beli dengan mengumpulkan uang jajannya selama dua bulan. Meski wajah cowok itu tampak masam, tapi bibirnya tetap mengukir senyuman tulus dan mengucapkan terima kasih.
Sejak saat itulah Ghea tak pernah melupakan sosok cowok yang pernah menemani masa remajanya. Entah karena ia bertindak sebagai pahlawan, atau hati Ghea sendiri yang telah jatuh sejak pandangan pertama?