"Mami, kenapa Rian itu nyebelin banget sih?"
Ratih duduk di dekat anaknya yang melempar tasnya di sofa. "Kamu kenapa sih? Pulang-pulang kok bete banet, memangnya Rian apain kamu?"
"Barusan aku ketemu sama dia di mall, dia lagi nongkrong gitu kalau sian. Aku nggak sengaja ketemu dia,"
"Terus?"
"Dia samperin aku,"
"Kamu sama siapa?"
Dinda mengigit bibir bawahnya. "Sama teman, Ma,"
"Cowok?"
Gadis itu menganggukkan kepalanya. "Iya, Ma. Tapi nggak harus kan ngaku jadi calon suami aku? Itu tuh temen aku yang sebenarnya,"
"Kamu suka sama dia?"
Dinda menghela napasnya lalu bersandar. "Udah nggak lagi, cowk yang aku taksir pergi gara-gara Rian"
Perempuan paruh baya itu mengelus kepala anaknya. "Nggak boleh begitu sayang, Rian begitu karen dia kan memang disuruh sama Papi kamu buat jagan kamu,"
"Mami juga percaya sama duda m***m itu?"
Ratih terkekeh ketika Dinda menyebut Rian duda m***m. "Diawal bukannya kamu yang pengin dikenalin sama dia? Sekarang kok kesal, dia udah berjuang buat dapatin hati papi lho sayang. Nggak ngerasa gitu kalau Rian ingin sesuatu dari kamu?"
"Mami juga, kenapa malah belain dia sih? Mami nggak tahu aja gimana dia diluar,"
Karena terlalu posesif, Dinda tidak suka cara Rian memperlakukannya di depan umum yang terlalu berlebihan. Apalagi mengaki dirinya sebgai calon suami Dinda, yang di mana gadis itu benci dengan pengakuan yang dibuat oleh Rian.
Pria yang diincarnya selama bertahun-tahun itu juga mengatakan bahwa dia tidak bisa merebut gadis yang hendak bertunangan. Itu artinya pria yang dia incar juga sempat memiliki perasaan kepadanya tapi sudah terlanjur menyerah karena pengakuan sialan Rian.
"Saran Mami, jangan terlalu cuek sama orang. Kalau Rian sampai ngaku dia calon suami kamu, itu artinya dia tahu kalu cowok itu nggak baik untuk kamu,"
"Mami nggak tahu tuh cowok baik, Mi. cuman duda sialan itu aja yang berlebihan,"
"Kebiasaan dimanjain, kamu sampai luupa etika sama orang, Nak. Bagaimanapun juga dia lebih tua dari kamu, nggak baik ngomong gitu sama dia. Walapun dia nyebelin menurut kamu tapi jangan sampai ngomong gitu, Mami nggak suka. Kalau Papi tahu dia juga bakalan marah sama kamu yang ngomong gini sama Rian,"
Dinda terdiam karena ucapan Ratih tadi. Dia tidak mau anaknya marah-marah seperti barusan. Karena bagaimanapun juga Rian sudah membantunya menjaga Dinda selama suaminya tidak ada di rumah. "Besok Papi pulang, jadi mau ke mana pun harus izin sama Papi. Mami nggak mau kalau sampai terjadi apa-apa sama kamu malah Mami yang disalahin,"
"Ya, Mi. Kalau gitu aku balik ke kamar dulu ya,"
"Lain kali kalau mau ketemuan sama cowok, bawa ke rumah. Jangan ketemuan di luar kayak gitu, Mami nggak mau kalau kamu ketahuan, justru Mami yang dimarahin,"
"Siap ibu, Boss,"
Ratih tidak berkata apa pun melihat anaknnya yang memang terlihat kesal ketika dijemput paksa oleh Rian tadi. Betapa terkejutnya dia melihat anaknya berteriak ketika tiba di rumah dan mengusir Rian.
Malam tiba, asistennya memanggil Ratih ketika ada tamu yang datang malam-malam begini. "Ada apa, Rian?"
"Papinya Dinda pulang malam ini, tante. Jadi saya mau jemput, katanya disuruh ajak Dinda,"
Ratih hanya ber oh Ria. "Pulangnya mendadak, jadi tadi sebelum berangkat beliau telepon," jelas Rian.
Melihat ekspresi itu tidak mungkin Rian berbohong. Sekarang ini dia hanya perlu memanggil Dinda untuk mengizinkan anaknya pergi dengan pria itu.
Ratih menghampiri anaknya ke kamar. Setelah mengetuk pintu beberapa kali, si pemilik kamar keluar. "Ada apa, Mi?"
"Tadi Papi telepon nggak?"
"Oh iya, Mi. Tadi sebelum kita makan malam, Papi minta dijemput di bandara. Papi nyuruh aku sama Rian,"
"Rian udah datang, sana kamu ikut dia,"
"Mami sama Papi kenapa sih? Katanya nggak suka sama dia, tapi apa-apa dia yang disuruh sekarang,"
"Dinda, Papi kamu yang nyuruh. Hitung-hitung PDKT sama dia,"
"Ogah,"
"Nanti kena karma, kamu yang jatuh cinta sama Rian lho,"
Dinda keluar dari kamarnya dan tersenyum menyembunyikan rasa kesalnya kepada pria yang seolah tidak mau jauh darinya itu.
Kenapa pria itu tidak menola saja. Dann juga kenapa semenjak kedatangan Rian di dalam hidupnya semuanya menjadi jauh lebih berantakan. "Awas aja nih orang bakalan aku buat benar-benar gila sama aku,"
"Mikir apa? Kok sampai senyum sinis gitu?"
Dinda menggeleng lalu dia mencium pipi maminya. "Aku berangkat, Mi,"
Ratih ikut turun ke lantai bawah untuk mengantar anaknya ke depan.
"Ayo pergi, mau diam di sini? Kasihan Papi nunggu di sana nanti," ujar Dinda yang membuat Ratih tidak mengerti dengan anaknya.
"Ini anak kenapa tiba-tiba jadi lembut gini?" ucapnya di dalam hati.
Sedangkan Rian yang tadi sedang duduk langsung berdiri, "Kalau gitu au pamit, tante," pamit Rian dengan baik-baik.
Ratih tidak bisa menolak Rian karena anak itu memang baik. apalagi bisa menjaga Dinda dengan baik ketika sedang berada di luar.
Di dalam perjalanan, Dinda yang sedang mengenakan earphone untuk mendengarkan musik sambil bernyanyi membuat Rian merasa ada yang berbeda dari gadis ini. Suaranya yang cukup bagus membuatnya harus mengakui itu.
"Bisa diajak karaoke nih," kata Rian.
Dinda menoleh ke arah Rian. Dia ingin benar-benar menjebak pria ini untuk bisa jatuh cinta kepadanya lalu dia akan meninggalkan Rian nanti sampai pria itu jera untuk mengenalnya. "Boleh, maunya kapan?"
"Terserah, kamu maunya kapan aku sih ayo aja,"
"Boleh, izin sama Papi ya,"
"Oke, nanti kalau udah dikasih izin apa iya kamu beneran mau?"
Dinda masih terus mengalunkan lagu Lyodra Ginting-Mengapa kita
Aku telah tahu kita memang tak mungkin
Tapi mengapa kita selalu bertemu?
Aku t'lah tahu hati ini harus menghindar
Namun kenyataan ku tak bisa
Maafkan aku terlanjur mencinta
Rian terdiam ketika mendengar Dinda bernyanyi dan menikmati nyanyian gadis itu.
Kalau untuk bersama, barangnkali itu juga tidak akan pernah mungkin. Mengingat status dia yang akan dipandang sebelah mata oleh orang tua Dinda.
Sedangkan Dinda sengaja membuat Rian merasa lebih nyaman dengannya. Tidak ingin lagi membuat pria itu kesal dengan tingkahnya. "Kak, kakak memangnya nggak kerja ya? Aku perhatikan kakak itu lebih banyak diluar,"
"Perasaan kamu aja. Aku kerja kok, cuman kalau lagi nongkrong ya nongkrong," ucapnya.
"Kalau gitu bisa mampir bentar kan beli minum aja?"
Rian tak berkata apa-apa. Namun dia berhenti di sebuah minimarket untuk membeli minuman yang diinginkan Dinda.
Dinda yang sibuk memilih minuman dan beberapa makanan ringan itu dia biarkan saja sementara dia menunggu di kasir.
Ketika belanjaan itu dilepas. "Kamu udah sele..." Rian menoleh ketika melihat mantan istrinya yang sedang berbelanja di minimarket itu.
"Aku udah selesai kak," kata Dinda yang kemudian berhenti ketika melihat Rian tercengang
Perempuan itu berbalik dan menatap ke arah Dinda. "Ini pacar baru kamu?"
Rian cukup kesal dengan tingkah mantan istrinya yang menatap Dinda dengan tatapan yang menghina. "Aku calon istrinya, kenapa memangnya?" kata Dinda di depan perempuan yang tidak dia kenal itu.
"Dinda,"
"Hah, calon istri? Kamu memangnya siap nggak di urus sama dia? Dia gila kerja sampai nggak ada waktu buat istri, kamu belum tahu aja gimana rasanya jadi istri dia,"
Dengan ucapan itu, dia mengerti bahwa perempuan yang ada di depan Rian ini adalah mantan istrinya. "Nggak masalah kok, dia mau kerja juga nggak apa-apa,"
"Kamu kalau mau bangun rumah tangga sama dia mikir-mikir dulu deh!"
Rian ingin rasanya mengamuk sekarang juga di tempat itu karena merasa sangat dihina oleh mantan istrinya. Dia yang dulu ditinggalkan karena terlalu sibuk dan bahkan ketika pertanyaan mengenai anak tidak bisa dia turuti ketika mamanya menginginkan itu.
"Nyonya, Vano nangis," kata seorang perempuan yang sekiranya usianya sama seperti Dinda.
Perempuan itu tersenyum sinis. "Aku udah punya anak, Rian."
"Mbak cepetan ya, saya buru-buru mau pergi," kata Dinda menyodorkan belanjanya ketika kesal melihat Rian dihina seperti itu oleh mantan istrinya.
Setelah belanja, dia melihat Rian yang sedikit kesal karena membanting pintu mobil. "Kakak masih sering ketemu sama dia?"
"Masih, aku nggak ngerasa sok laku atau bagaimanapun juga Dinda. Tapi dia minta balik,"
Dinda terkejut dengan pengakuan Rian. "Hah, dia minta balik di saat dia sudah punya anak seperti itu?"
"Iya, dia masih sering ke kantor. Aku dulu memang sibuk banget, sampai nggak ada waktu buat dia. Terus...."
Rian tidak melanjutkan ceritanya karena dia tah kalau hubungan rumah tangga itu cukup dia saja yang tahu. Karena dia kecewa mengetahui mantan istrinya berselingkuh dengan pria lain dulu.
"Kenapa kak?"
"Sudahlah,tu jadi rahasia aku dan dia, Dinda,"
"Ya udah, aku nggak maksa kok,"
Dinda berkata demikian tapi dia masih sangat penasaran dengan kejadian yang sebenarnya. Apalagi ketika Rian tidak mau mengaki penyebab dirinya yang seperti itu dengan mantan istrinya.
Bisa dibaca juga di Dreame ya. jadi nanti kalau ada adegan plus-plusnya dibaca disana. Karena w*****d nggak boleh ada adegan dewasa.