"Hii, Charlie's Angels!" seru seseorang. Ry, Rin, dan Mina berbalik.
"Tungguin dong!"
Sie! Dikira siapa. Ketiga gadis itu melengos kesal kemudian kembali berjalan.
"Hei!" teriak Sie lagi sambil berlari kecil. "Kenapa sih kok cuek banget?" tanya pemuda berlesung pipi itu setelah berada di dekat ketiga hadis berbeda karakter itu.
"Ngapain Sie teriak-teriak?" tanya Ry gusar.
Sie melongo mendengarnya. Untung dia tidak tertabrak siswa lain atau jatuh karena dia berjalan mundur, menghadap ke arah Ry and the gank. Koridor dan kelas-kelas mulai ramai karena siswa-siswa yang mulai berdatangan.
"Tumben Sie masuk!" sindir Rin.
Pemuda anggota klub basket itu diam.
"Tapi kalo Sie masuk pasti ada sesuatu." Mina tersenyum.
Sie nyengir. "Kok tau?" tanyanya b**o.
"Kebiasaan jelek." Ry mengibaskan tangannya mengolok Sie.
Sie menatap Ry sekilas. Lalu, ketika dia ingin berbicara bel tanda masuk kelas berbunyi.
Ry dan sahabat-sahabatnya segera meninggalkan pemuda itu menuju kelas mereka masing-masing.
"Istirahat aku tunggu di atap gedung!" teriak Sie keras. "Ada yang mau aku omongin sama kalian."
Setelah berteriak Sie segera menaiki tangga dan berbaur dengan siswa yang lain menuju kelasnya yang berada di lantai tiga.
***
"Hah!!" belalak Ry dan Rin bersamaan.
"Sie gila ya?" tanya Rin mengkal sambil menjitak kepala Sie. Bagaimana mungkin bisa-bisanya pemuda itu mempunyai pikiran sedangkal itu. Apa Sie pikir ini mudah? Ini tentang perasaan, tentang hati. Bukan tentang makanan kesukaan atau hobi.
"Sie nggak mungkin berhasil deh." Ry tersenyum madu.
"Kenapa?" tanya Sie heran. Dia juga tidak menutupi rasa kesal dalam suaranya.
"Karena kami kenal siapa Mina." Rin melempar bola basketnya ke arah Sie, dengan cepat pemuda itu menangkapnya. Rin kemudian berjalan ke tepi atap dan membiarkan angin meniup rambut pendeknya. "Dia nggak bakalan mau."
Ry mengangguk membenarkan ucapan adiknya.
"Mina nggak mau dicomblangin sama cowok yang nggak dikenalnya," tambah Ry.
Rin menatap Sie meyakinkan, bersandar pada pagar pembatas atap gedung sekolah mereka. Bodoh, pikir gadis tomboy itu. Mau mencomblangkan Mina dan Ken? Memangnya siapa itu Ken? Dia dan Ry saja tidak mengenal dengan pemuda yang kata Sie adik bos Ruu itu, apalagi Mina.
Rin mengembuskan napas melalui mulut. Untung Mina nggak ikut kesini tadi, rutuk gadis basket itu kesal dalam hati. Mina ada urusan bersama Shoun mengenai klubnya. Coba saja kalau Mina ikut, apa jadinya Sie? Pasti Sie diomeli Mina habis-habisan. Diomeli? Sepertinya Mina tidak pernah mengomel. Kesal saja rasa-rasanya Mina tidak pernah, bagaimana dia mau mengomel? Mina terlalu lembut dan pemaaf.
"Sie mau taruhan nggak?" celetuk Ry tiba-tiba.
Sie kaget. "Apa?" tanyanya dengan mata melebar.
"Ry!" seru Rin mendekati kakaknya. "Ry ketularan Sie ya jadi ikut-ikutan gila juga?" hardiknya emosi.
"Nggak." Ry menggeleng enteng.
"Terus?"
"Sie kan nggak percaya kalo Mina nggak mau," jelas Ry.
Mata Rin memicing menatap Ry.
"Terus, kenapa nggak kita biarin aja dia nyoba dulu."
Tatapan Rin berpindah pada Sie kemudian kembali pada Ry. Terus seperti itu beberapa saat sebelum berhenti tepat pada Sie ketika indra pendengarnya menangkap perkataan pemuda itu.
"Taruhannya apa?" tantang Sie.
Ry tersenyum manis.
"Ry," rintih Rin khawatir. Mungkin saja Ry mempunyai akal yang sinting, Ry itu kekanak-kanakan jadi kadang-kadang akalnya juga seperti anak kecil.
"Kalo Mina mau berarti aku kalah." Ry menyibakkan rambutnya yang ditiup angin. "Tapi kalo Mina nolak berarti Sie yang kalah."
Sie mengangguk sambil tersenyum menampakkan lesung pipi di kedua pipinya.
"Kalo Sie kalah, Sie harus ngelakuin apa yang aku mau."
"Ry gila ya?" protes Rin.
"Tapi beda lagi kalo Sie yang menang." Ry terus berbicara tanpa memedulikan Rin yang menatapnya galak. "Terserah Sie deh mau apa."
"Ry!"
"Gimana?" Lagi-lagi Ry tidak menghiraukan seruan Rin. Dia tetap pada rencana awalnya.
Sie mengangguk mantap.
***
Sie menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sialan, maki pemuda pemain basket itu dalam hati. Ngapain dua cewek tengil itu di sini? Gawat nih, bisa-bisa rencana berantakan. Lihat saja, dari tadi mereka selalu menempel pada Mina. Bagaimana Ken bisa mendekati Mina kalau kedua gadis itu bersikap seperti itu?
"Gimana, Sie?" tanya Ruu yang tiba-tiba sudah berada di samping pemuda itu.
Sie mesem. "Liat aja sendiri," ucapnya sambil memperhatikan Ry dan genk-nya yang asik di arena game.
Ruu tersenyum kecut melihat Ken seperti orang linglung. Ken terlihat beberapa kali mengusap tengkuknya. Tatapan pemuda itu sama seperti tatapan Sie, ke arah Ry dan genknya yang lagi heboh bermain game. Ruu menggeleng melihat kelakuan gadis mungilnya. Senyumnya mengembang saat Ry bersorak heboh karena memenangkan sebuah permainan. Ruu mengalihkan perhatiannya kembali pada Ken. Melihat bagaimana keadaan pemuda itu, terbit sebersit rasa kasihan di dadanya. Kasihan berbalut kesal lebih tepatnya.
"Bodoh!" umpat Ruu lirih, kemudian kembali ke belakang meja kasir.
"Sie!" Rin menepuk bahu pemuda itu. "Kenapa? Kok tampangnya ditekuk kayaj gitu?" tanya Rin menahan senyum.
"Kok kalian nempel Mina terus?" protes Sie cemberut.
Rin melotot. "Emangnya kenapa?" tanyanya tajam.
"Gimana Ken mau ngedeketin Mina kalo kalian nempelin dia terus?" Sie terlihat makin mengerut. Dia sadar kalau dia bersalah pada Rin, dia sudah membohongi gadis itu.
"Emangnya Sie yakin menang?" tanya Ry yang tahu-tahu sudah berada di belakang pemuda itu.
"Ry!" seru Sie kaget. Tak sadar Sie memegang dadanya.
Ry tersenyum madu, menaik-turunkan alisnya menggoda Sie. "Sie yakin menang?" tanyanya lucu.
Sie menatap Yamazuki bersaudara bergantian, kemudian mengangguk walau agak ragu.
Ry tersenyum lebar. "Kalo gitu kita liat aja!" ucapnya sambil menyuruh Sie melihat ke arah Ken yang pelan-pelan mendekati Mina, dengan isyarat matanya.
"Bodoh!" maki Rin kesal. Gadis tomboy itu mendengus sambil membuang wajahnya ke samping. Malas melihat pertunjukan yang dibuat oleh Ry dan Sie.
Sie berdebar melihatnya. Bagaimana Ken dengan pelan mendekati Mina dan hati-hati bicara dengan gadis lembut itu. Sie tidak peduli dengan makian Rin, seluruh atensinya tertuju ke arena game.
"Kita deketin yuk!" ajak Ry sambil menarik tangan Sie.
"Jangan!" Sie menyentakkan tangannya cepat. "Ntar ganggu."
"Nggak!" Ry bersikeras. Gadis bertubuh mungil itu masih berusaha menarik tangan Sie. "Kita pura-pura main di sana." Ry menunjuk mesin game yang tidak dipakai pengunjung, yang terletak tidak terlalu jauh dari Mina dan Ken.
"Ntar kita dikira nguping." Size masih memberikan alasan.
Ry menggeleng cepat. "Nggak bakalan!"
"Aaaahhh payah!" Rin mengibaskan tangan muak mendengar perdebatan unfaedah itu. Kemudian menarik tangan kakaknya dan Sie menuju tempat yang dimaksud Ry.
"Rin!" sentak Sie kaget.
Ry hanya tersenyum. "Rin pintar deh," bisiknya di telinga adiknya.
Rin cuma mendengus kesal mendengarnya. Nggak guna banget, pikir gadis tomboy itu sambil memutar bola matanya.
"Mina."
Suara Ken. Ry, Rin, dan Sie memasang telinga mereka baik-baik di tengah bisingnya suara mesin-mesin game. Ok fix, menguping di game center bukan ide yang baik.
Mina menatap pemuda di depannya bingung.
"A-aku...." Ken jadi gugup. Pemuda itu memainkan kedua jari telunjuknya di depan d**a, persis kelakuan Ry kalau tertangkap basah sudah melakukan sesuatu diam-diam.
"Ada apa?" tanya Mina lembut meski sepasang alisnya berkerut.
"Aku..." Ken pucat. "Aku ... aku menyukai Mina!" ucapnya akhirnya.
Ugh lega!
Bukan cuma Ken yang lega, Sie juga.
"Benarkah?" Mina mengerjap tidak percaya. Rasanya aneh ada orang yang mengatakan suka padamu sementara kau tidak pernah merasa mengenalnya.
Ken mengangguk pasti dengan wajah memerah.
Mina membungkuk. "Maaf!" ucapnya sopan.
Maaf? Sie melotot horor mendengar perkataan Mina itu. Apa maksud Mina dengan maaf itu? Berbagai spekulasi mengerikan mulai beterbangan di kepala pemuda basket itu.
Sementara Ken menatap Mina bingung. "Maaf?" ulang Ken t***l. "Maksud Mina?
Sekali lagi Mina membungkuk. "Aku ...." Gadis itu terbata. "Sudah ada yang kusukai." Dengan pipi memerah Mina melirik Shoun Kuriyama yang sedang bermain game bersama Keiya.
"Oohh...!" Hanya itu yang keluar dari mulut Ken.
"Sekali lagi maaf!" Mina membungkuk lagi. "Kamu nggak apa-apa kan?" tanyanya khawatir melihat perubahan di wajah pemuda yang sungguh dia belum tahu siapa namanya.
"Eh i-iya." Ken tersenyum patah. Pemuda itu mengusap tengkuknya.
Sie melongo mendengarnya. Dia tak percaya kalau Mina menolak Ken. Sementara Ry hanya tersenyum. Gadis manja itu tahu jawaban Mina pasti akan seperti itu. Mereka kan sahabat. Sedikit banyaknya Ry pasti mengenal watak sahabatnya. Apalagi mereka sudah lama bersahabat. Tidak heran Ry tau sifat Mina dan dapat menebak jawaban sahabat cantiknya itu.
"Aku menang." Ry berbisik di telinga Sie.
Pemuda berlesung pipi itu menggeram dan menatap Ry horor.
"Sie harus masuk sekolah mulai besok dan nggak boleh bolos lagi."
"Tapi Ry..." Sie mencoba protes.
Ry hanya mengangkat bahu cuek.
Rin tersenyum sinis. "Sie kan udah kalah, jadi Sie harus nurut apa kata Ry! Lagian apa susahnya sih sekolah?" Gadis tomboy itu bersedekap.
Ry mengangguk membenarkan Rin, membiarkan Sie merosot jatuh terduduk di lantai.
"Kenapa?" tanya Ruu dan Keiya bersamaan yang sudah bergabung dengan mereka, sambil berjongkok di kedua sisi Sie.
Kedua pemuda tampan itu saling bertatapan beberapa detik, kemudian sama-sama tersenyum kaku lantas menatap Sie lagi. Bagaimanapun mereka sudah masing-masing tahu dengan diri masing-masing. Dari Sie yang bermulut ember tentu saja. Yang sekarang sedang tak berdaya di bawah intimidasi Yamazuki bersaudara.
"Nggak apa-apa." Ry yang menyahut. "Sie cuma kalah taruhan." Gadis itu nyengir.
"Taruhan?" ulang Ruu dengan kening berkerut. Pemuda itu mendongak menatap Ry.
Keiya juga ikutan mendongak dan menatap Ry, membuat gadis mungil itu kesal. Ry mengangguk.
"Sialan!" maki kapten tim baseball itu sambil memukul kepala Sie menggunakan topinya. "Aku kira kenapa tadi." Keiya berdiri menjajari Ry.
Ruu menggelengkan kepalanya. "Bangun, Sie!" pintanya sambil berusaha membantu Sie berdiri. "Sportif dong!"
"Apanya yang sportif?" gerutu Sie jengkel. "Aku harus sekolah besok!" Sie cemberut.
Ry dan Rin langsung tertawa mendengarnya. Sementara Mina mendekati mereka sambil bergandengan tangan dengan...
Shoun!