"Sie!"
Cowok berlesung pipi itu menoleh. Ry, pantas. Nggak ada gadis yang berani berteriak sekencang itu di sekolahnya, gadis tomboy sekali pun. Sie menghentikan langkahnya.
"Ada apa?" tanyanya malas.
"Tumben Sie masuk sekolah..."
"Ada janji sama Rin," potong Sie cepat. "Ngapain Ry mencariku?"
"Sie tau nggak ke mana Ruu, udah beberapa hari aku nggak liat dia."
Sie menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Gadis manja ini, ingin rasanya Sie menoyor kepala cantik Ry, untung calon kakak ipar. Sabar Sie. Sie mengembuskan napas melalui mulut. Tapi kok, masa sih Ruu tidak memberi tahu kepada gadisnya ke mana dia pergi?
"Aku kan kangen," ucap Ry sambil memasang tampang manis.
"Emang Ry nggak tau ke mana Ruu pergi?" tanya Sie. Pemuda itu menggaruk alis.
Ry menggeleng lucu.
"Tapi Ry kan ceweknya Ruu?"
Ry menatap cowok basket itu kesal.
"Tapi Ruu nggak bilang apa-apa sama aku!" sentaknya judes.
Sie mengembuskan napas melalui mulut. Lagi. Untung stok sabarnya banyak, kalo tidak sudah habis gadis kekanakkan ini ia lempar ke laut buat makanan hiu.
"Ruu kerja di game center," ucap Sie setelah berpikir beberapa saat apakah ia benar-benar akan memberikan Ry sebagai makanan hiu.
"Apa?" belalak Ry kaget. "Di mana?"
"Di tempat kak Sento," jawab Sie sambil mengorek kuping. Seruan kaget Ry membuat indra pendengarannya berdenging.
"Kak Sento? Di mana tuh, jauh nggak?" tanya Ry dengan bibir mengerucut.
"Lumayan," sahut Sie menahan gemas. Ingin Sie menjitak kepala dan menarik bibir Ry agar gadis itu diam. Ry sangat berisik.
"Sie tau tempatnya nggak, anterin aku dong," pinta Ry manja dengan puppy eyes andalannya.
Dasar childish, gerutu Sie dalam hati. "Tapi aku ada janji sama Rin." Sie menolak permintaan Ry dengan halus. Rin adalah kekasihnya, yang juga adik perempuan Ry.
"Anterin bentar, habis itu Sie balik lagi ke sini," bujuk Ry. Mata gadis itu mengerjap-ngerjap seperti seekor mata anak kucing yang meminta belas kasihan majikannya.
Sie kaget mendengarnya. "Emangnya Ry mau bolos?" tanyanya dengan tatapan horor yang mengarah pada Ry.
"Siapa yang bolos?"
Ry dan Sie serentak menoleh mendengar pertanyaan bernada keras itu. Mereka menemukan Rin berdiri dengan jarak beberapa langkah dari mereka. Rin memantul-mantulkan bola basket yang dibawanya ke lantai.
Rin Yamazuki, gadis berusia enam belas tahun yang menjadi salah satu anggota tim basket perempuan di sekolah mereka. Usia Rin satu tahun di bawah kakaknya, Ry. Tetapi dari postur tubuh mereka, Rin terlihat jauh lebih besar dari kakaknya yang mungil. Sehingga orang-orang yang melihat mereka sering mengira kalau Rin adalah kakak dan Ry adiknya. Perbedaan sifat dan karakter tak membuat kakak beradik itu tidak dekat, mereka malah sangat akrab.
"Sie mau bolos lagi ya?" tanya Rin sambil melangkah menghampiri kedua manusia biang onar. "Awas deh!" ancam cewek tomboy itu sengit.
Sie cepat-cepat mengibaskan kedua tangannya.
"Bukan aku kok," sangkalnya cepat. "Tapi Ry".
"Apa? Siapa yang mo bolos?" tanya Ry dengan tampang tak berdosa. "Aku? Sie ngarang deh."
"Lho, bukannya kata Ry tadi..."
"Kata ku...," potong Ry sambil bersedekap. "Anterin aku ke tempat kerjanya Ruu. Aku nggak bilang mo bolos kok."
Sie melongo. Apalagi setelah mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Ry selanjutnya. Sungguh, keinginannya untuk melempar Ry ke laut semakin menjadi.
"Sie nggak boleh fitnah lho. Dosa!" ucap Ry sok tahu. Gadis itu meniru gaya Mama saat menasihatinya dan Rin.
Sie mendengus kesal. Bolehkah ia melemparkan Ry ke laut sekarang?
"Emangnya Ry nggak tau kalo Ruu udah kerja?" tanya Rin dengan menaikkan sebelah alisnya.
Ry menggembungkan pipinya. Sehingga pipinya yang sudah chubby terlihat semakin bulat seperti bakpao.
"Kalo udah tau aku nggak bakalan kaget setengah mati kaya gini!" seru Ry sambil menghentakkan kaki kesal. "Dasar Rin b**o!"
Rin cuma menatap kakaknya dengan mata memicing. Dan, sebelum gadis tomboy itu membalas ucapan Ry bel tanda masuk kelas berbunyi. Ketiga orang itu langsung berpencar menuju kelas mereka masing-masing.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Ruu kok jahat banget sih," rajuk Ry manja ketika malamnya mereka bertemu.
Di rumah Ruu. Tidak mungkin mereka bisa pacaran di rumah Ry karena orang tua Ry tidak mengizinkan. Mereka tidak suka kalau salah satu anak gadisnya ada yang berpacaran dengan Ruu. Menurut orang tua Ry, Ruu bukan pemuda yang baik. Soalnya Ruu tidak melanjutkan sekolah dan belum bekerja. Juga, Ruu terlihat sering menerima uang dan barang-barang dari gadis-gadis yang dekat dengannya. Orang tua Ry tidak mau putri mereka seperti itu juga. Bagi mereka berteman boleh, tapi tidak lebih dari itu. Cukup bersahabat saja.
"Ruu emang jahat!" dahut Mii yang tiba-tiba muncul di kamar kakaknya. "Nggak mau ngebeliin permen."
Mii Sukishima adalah adik perempuan Ruu satu-satunya. Mii gadis yang tinggi dan langsing, terlalu langsing malah. Tinngi badan Mii juga setara dengan Ry yang sudah SMU, padahal Mii baru duduk di tingkat 2 SMP.
Ruu melotot, Ry cemberut.
"Mii, keluar dong!" pinta Ruu kesal. Pemuda itu mengibas-ngibaskannya mengusir Mii.
"Tapi beliin permen." rengek gadis imut itu.
"Iya iya," ucap Ruu dengan wajah menekuk. Tangannya tetap bergerak-gerak mengusir Mii.
Mii keluar setelah menjulurkan lidahnya ke arah mereka. "Pacaran melulu!" gerutunya sengit sebelum membanting pintu.
Ruu mengambil bantal, melemparkannya ke arah Mii. Untung gadis itu segera menutup pintu kamar kakaknya itu, kalau tidak pastilah kepala cantiknya akan terkena sasaran bantal terbang.
"Sialan!" maki Ruu kesal. Kemudian menatap Ry yang duduk di sampingnya. "Siapa yang jahat?" tanya Ruu b**o.
Ry makin cemberut.
"Kok Ruu nggak bilang kalo udah kerja?" Ry hampir menangis saking kesalnya.
"Sorry." Suara Ruu melembut.
"Aku kan sepi," rajuk Ry manja. "Nggak ada teman."
"Kan ada Rin..."
"Rin kan beda sama Ruu!" protes Ry cepat. "Lagian, Rin sering pergi sama Sie latihan basket."
"Tapi Ry kan masih punya teman-teman yang lain..."
"Tapi mereka bukan Ruu!" potong Ry sengit. "Mereka cuma anak-anak..."
Anak-anak? Ruu melongo mendengarnya.
"... aku kan kangen sama Ruu."
Suara itu terdengar lirih. Ada rona merah menjalari paras yang tertunduk itu.
"Masa?"
Ry mengangguk malu.
"Ry nggak bohong?"
Ry menggeleng, memeluk Ruu. Cowok itu mengembuskan napas lelah kemudian membalas pelukan Ry erat.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Ry!"
Ry yang sedang berjalan bersama Mina menoleh. Ternyata Rin, gumam Ry dalam hati. Pantas suaranya kaya suara cowok.
"Apaan?"
"Tungguin aku dong!" pinta Rin. Gadis itu mempercepat langkahnya karena Ry terus saja berjalan.
"Nggak mau nungguin Rin!" teriak Ry kencang sambil tertawa keras. Tapi toh gadis mungil itu berhenti juga.
"Dasar kayak anak kecil!" omel Rin setelah di dekat kakaknya. Gadis tomboi itu mengatur napasnya yang ngos-ngosan setelah mengejar Ry.
"Biarin, suka-suka aku dong. Sirik aja!" Ry menjulurkan lidah mengejek Rin.
"Siapa yang sirik?" tanya Rin galak.
"Sapa yang ngerasa lah," jawab Ry seenaknya.
"Ry!"
Rin mengangkat bola orange yang sejak tadi dipegangnya tinggi-tinggi, siap menjatuhkannya ke arah Ry. Ry juga sudah siap-siap untuk menghindari bola nyasar. Untung Mina segera melerai mereka, kalau tidak pasti akan terjadi perang saudara.
"Sudah sudah," tegur gadis kalem itu lembut. "Nggak malu apa kalian jadi tontonan?"
Dengan cepat kakak-beradik yang terkenal berisik dan jarang akur itu melirik sekeliling mereka. Benar, mereka jadi pusat perhatian. Anak-anak sepanjang koridor yang sudah mulai lengang melihat ke arah mereka.
Rin segera menurunkan bolanya. "Ry sih nyebelin!" sungutnya kesal.
"Bukannya Rin yang duluan?" Ry tetap tidak mau kalah.
Mina mengembuskan napas lelah. Terpaksa sekali lagi ia melerai mereka.
"Kalo mau berantem jangan di sini," ucapnya. "Kita ke taman yuk, nggak takut apa di sinikan sepi."
Ry dan Rin mengangguk. Ruang-ruang kelas dan koridor sudah sepi tinggal mereka bertiga, sekolah sudah bubar. Tapi di taman masih banyak anak-anak yang belum pulang.
Rin memantulkan bola basketnya ke lantai. Ry dan Mina sedikit merinding karena bunyi pantulan dan suara gesekan sepatu mereka dengan lantai bergema di koridor dan lorong-lorong di depan mereka. Ketiga gadis itu mempercepat langkah mereka. Sekolah setelah bubar selalu menakutkan bagi siapa saja, termasuk bagi The Charlie's Angels genk.
"Rin pasti deh mau ngadu," tebak Ry sok tau.
Mereka sudah berada di taman. Duduk sambil menselonjorkan kaki di bawah pohon, cuma Mina yang bersimpuh.
"Kok tau?" Rin masih memainkan bola basketnya. Diliriknya Ry sekilas.
"Ya jelas." Ry tersenyum bangga. "Kakak mana yang nggak tau masalah adiknya. Lagian..."
Ry bersedekap. Rin menatap kakaknya muak. Sementara Mina hanya tersenyum sambil memperhatikan Ry baik-baik.
"Sie hari ini kan nggak masuk..."
"Dia bolos lagi?" potong Rin cepat.
Ry mengangguk. "Rin baru tau ya?"
Rin meninju bola basketnya.
"Rin kan ceweknya Sie, mestinya Rin tau dong," ucap Ry menatap Rin dengan tatapan sok polosnya. Padahal siapa pun tahu kalau Ry itu lugu lugu bangs*t.
"Tadi nggak sempat ke kelasnya!" geram Rin kesal.
"Sie kan sering nongkrong di game center-nya kak Sento." Mina yang sejak tadi diam menyimak ikut bersuara.
Ry dan Rin langsung memalingkan muka mereka ke arah Mina. Menatap gadis lembut itu dengan pandangan heran dan menyelidik.
"Kalian ke-kenapa sih?" tanya Mina gugup karena tatapan Yamazuki bersaudara.
"Kok Mina tau?" Rin menatap sahabatnya itu penuh selidik. Sebelah alis cewek tomboi itu terangkat.
Mina berusaha tersenyum mengurangi rasa gugupnya. "Kakak perempuanku kan sering lewat sana. Lagian..."
"Mina tau tempatnya ya?" tanya Ry tak sabar.
Mina mengangguk polos. "Adik cowok aku sering ke sana. Kalo aku sih belum, kan masih baru. Tapi aku tau kok tempatnya. Tempatnya asyik katanya. Kata kakak aku yang jaganya cakep." Mina terkikik mengingat percakapannya dengan kakaknya beberapa hari yang lalu.
"Kakak Mina namanya Aya ya?" tuduh Ry asal.
"Ry, jangan sembarangan donk!" tegur Rin. "Kakaknya Mina kan kak Nina, kita juga udah kenal kan?"
Ry terdiam seakan berpikir, kemudian memukul jidatnya. "Oops sorry." Ry meringis.
"It's okay." Mina tersenyum. "Emangnya kenapa? Kok kayak lupa gitu sama kak Nina?" tanya Mina heran.
"Nggak apa-apa sih, cuma..."
Mina menatap Ry menunggu jawaban.
"Yang jaga tempat itu kan Ruu," sahut Ry lirih dengan muka menekuk.
"Hah??"