MEMUTUS PERTUNANGAN

1095 Words
Hari Senin ini Diah belum masuk kerja karena dia masih menenangkan pikirannya dari kejadian dramatis hari Sabtu siang di mall. Rencananya nanti malam keluarganya Rusdi akan mendatangi rumah Hendra tunangan Diah, untuk memutuskan tali pertunangan mereka karena waktu itu Diah dilamar resmi, maka sekarang memutuskannya pun secara resmi. Gita sibuk dengan Nurlela atau biasa dipanggil Lela. Tapi beberapa teman juga ada yang memanggilnya Nur, yaitu sekretaris barunya. Lela dari bagian umum yang Gita minta mutasi dari Pak Mahmud. Lela sudah bersuami, suaminya namanya Budi Raharja seorang staff TU atau tata usaha di SMP yayasan tersebut, tetapi Budi juga pelatih taekwondo yayasan. “Kamu satu ruang dengan Gilbert dan Diah ya,” kata Gita. “Baik Bu,” jawab Lela. “Kamu sudah biasa jadi sekretaris di bagian umum kan?” Tanya Gita memastikan pilihan pak Mahmud kali ini tidak salah sasaran. “Ya Bu, di bagian umum memang saya sekretaris untuk beberapa Kepala Divisi, bukan sekretaris pribadi,” jelas Lela. “Oke sekarang kamu hanya terfokus pada saya,” kata Gita sambil mengajak Lela ke ruang para sekretaris. Pak Mahmud sudah meminta pada bagian perlengkapan untuk meletakkan meja kerja bagi Lela di sana sejak hari Kamis lalu. Karena pengangkatan sekretaris Gita sudah di bicarakan dua minggu lalu saat Gita sakit. “Kamu buat daftar pekerjaan saya, pengaturan jadwal, juga semua data saya di back up,” perintah Gita. “Gilbert, bantu Lela kalau dia bertanya ya,” Gita meminta Gilbert membantu ju-niornya. “Baik Bu saya akan kerjakan sebaik mungkin,” jawab Lela menerima berkas dari Gita. “Baik Bu, akan saya bantu,” balas Gilbert. “Lela, kamu harus kerja sebaik mungkin karena saya orangnya tidak bisa dengan pekerjaan yang seadanya.” Pesan Gita. “Kamu harus buat sesuai dengan target yang saya minta, karena saya tidak mau pekerjaan yang asal-asalan,” Gita sudah memberitahu lebih dulu apa yang dia ingin capai. Dia tak ingin anak buahnya tak mengerti target pencapaian yang dia gariskan. “Ya Bu. Saya akan perhatikan semuanya. Mohon bimbingannya kalau saya kurang tepat,” jawab Lela tegas. Dia juga bukan karyawan yang takut terhadap tugas berat. “Saya pasti akan tegur kamu,” jawab Gita lagi. Dia memang tegas kalau urusan pekerjaan. “Dan kamu sama seperti Gilbert dan Diah ya, jam kerja tidak kebanyakan pegang ponsel. Saya tidak suka orang yang bekerja tapi sibuk dengan media sosial atau kegiatan lainnya. Malah banyak juga yang bekerja tapinya dia belanja online atau hal lain nya,” larang Gita. “Baik Bu akan saya ingat semuanya,” jawab Lela tanpa mengeluh karena yang diminta Gita adalah wajar. ≈≈≈≈≈≈≈≈ “Kok tumben?” kata orang tua Hendra yang kaget ketika keluarga calon besannya datang tiba-tiba. Tentu saja tadi mereka telah bertukar salam layaknya tamu normal. Hari itu yang datang adalah Amah, Ambu, Apa’, Rusdi dan Gita tanpa Diah. “Mengapa Diah tidak ikut?” tanya ibunya Hendra. “Diah sedikit pusing Tante,” jawab Gita. Gimana enggak pusing kalau tahu ternyata tunangannya sudah beristri sebelum bertunangan dengannya. Kalau yang tidak tahu akan menuduh Diah pelakor. Setelah berbasa-basi cukup lalu Rusdi mulai bicara. “Maaf Om, kami ke sini itu memang berniat untuk menyampaikan sesuatu hal yang mungkin buat Om dan Tante akan sangat mengejutkan, tapi bisa jadi Om dan Tante memang sudah tahu jadi tak akan terkejut. Kalau itu terjadi kami yang terluka.” Rusdi menarik napas mengingat duka yang Diah rasakan sampai tak mau datang ke rumah calon mertuanya ini. “Ada apa Nak Rusdi?” tanya ibunya Hendra dengan lembut. Perempuan ini memang sangat santun, dia sangat menyayangi Diah calon menantunya. “Apa selama ini Hendra belum punya istri karena kami sedang mempersiapkan semua keperluan pernikahannya yang akan terjadi dua bulan lagi,” jawab Rusdi dengan diplomasi yang baik tak langsung ke pokok persoalan. “Alhamdulillah baru satu kali ini kami melamar perempuan buat Hendra yaitu Neng Diah dan kami hanya berharap itu yang pertama dan terakhir buat Hendra,” ayah Hendra menjawab dengan tulus. “Oh begitu ya Om,” jawab Rusdi masih dengan tenang walau sebenarnya sangat dongkol. “Dua hari lalu, yaitu hari Sabtu, Ambu dan Amah serta Diah itu bersiap belanja untuk keperluan seragam pernikahan Om dan Tante,” kata Rusdi. “Tapi kami dapat kejutan di mall,” Rusdi sengaja menghentikan kalimatnya untuk mengetahui reaksi kedua orang tua Hendra. “Maksudnya kejutan apa?” tanya mamanya Hendra tak sabar. “Kami bertemu Hendra dengan seorang perempuan sedang hamil. Perempuan itu bilang dia adalah istri Hendra dan kehamilan itu adalah anak kedua mereka. Anak pertamanya sudah berusia dua tahun,” jelas Ambu. “Setidaknya Hendra sudah menikah tiga tahun kan?” Rusdi menjelaskan ucapan Ambu tentang anak sulung Hendra yang telah berusia dua tahun. Mama dan papanya Hendra pucat pasi mendengar kenyataan itu. “Demi Allah kami tidak tahu, demi Allah kami belum pernah melamar seorang perempuan pun selain Diah untuk anak kami,” kata papanya Hendra sambil menggeleng seakan gelengan kepalanya menguatkan apa yang dia katakan. “Kami tidak mau berpanjang kata. Karena waktu itu Diah dilamar dengan sopan dan resmi maka dengan ini saya memutuskan lamaran itu saya kembalikan,” kata Apa’ lalu Amah mengeluarkan semua serah-serahan yang dulu diberikan oleh Hendra juga cincin pertunangan yang sudah di kemas dalam dus. “Ya ampun jangan seperti ini,” kata mamanya Hendra. “Kami tidak bisa bila Diah menjadi yang kedua. Kasihan Diah kalau harus berbagi hati dengan perempuan lain dan kasihan perempuan itu yang sudah punya anak dua tanpa pernah dia ketahui siapa orang tua suaminya.” “Mungkin Hendra bilang dia yatim piatu sehingga bisa menikah tanpa izin orang tua atau bagaimana kami enggak tahu. Yang kami ketahui kemarin bahwa Hendra sudah punya anak berumur dua tahun dan istrinya sedang hamil anak kedua.” “Bahkan saat itu Hendra tidak peduli pada Diah, dia lebih peduli pada istrinya, ketika istrinya marah-marah di mall, jelas yang Hendra pilih bukan Diah karena Diah hanya dia mau nikahi untuk harta. Cinta Hendra hanya pada perempuan hamil itu,” jelas Ambu. Tentu saja mama dan papanya Hendra tak habis pikir dengan kenyataan yang baru mereka ketahui. “Mohon maaf kami tidak bisa lama-lama, kami pamit,” kata Apa’ sambil berdiri dan mengulurkan tangan untuk berjabat. Apa’ tak mau terpancing emosi karena sebenarnya dia ingin ngamuk. Hendra memang tidak tinggal di rumah kedua orang tuanya di kampung, dia kost di kota dekat dengan kantornya tapi mungkin sebenarnya bukan kost di kota, melainkan dia tinggal satu rumah dengan istrinya. Karena sejak berhubungan dengan Diah, Hendra tak pernah mengajak ke kost melainkan ke rumah kedua orang tuanya. Sehingga Diah sangat percaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD