KESURUPAN

1062 Words
Saat tadi Gita marah-marah itu sudah ada Amah beserta Ambu dan Diah, karena Ambu dan Amah langsung meluncur dari rumah begitu Diah mengabari Rusdi terlihat kalang kabut saat menerima telepon dari Gita. Diah pun juga ikut meluncur dari yayasan. Jadi Diah dan Amah serta Ambu datang hampir bersamaan. Mereka bertiga jelas melihat bagaimana ngamuknya Gita. Ternyata Gita ngamuk itu karena kesurupan. Amah dan Ambu sudah membawa air dari pak ustad yang kemarin memang ditinggal di rumah Ambu saat pertemuan sebelumnya. Amah dan Ambu memberikan air itu untuk mengusap wajah Gita juga menepuk-nepuknya di ubun-ubun Gita sambil membacakan surat-surat pendek yang bisa mengusir pengaruh buruk. ≈≈≈≈≈≈≈≈ “Aku kenapa?” tanya Gita yang baru terbangun. “Enggak apa-apa, sudah minum air ini sedikit,” kata Rusdi sambil mengulurkan air dari pak Ustad pada istrinya. Gita pun langsung minum air yang disiapkan oleh Rusdi dengan pelan. “Kamu sudah sadar?” tanya Amah yang masuk kamar setelah mendengar percakapan Rusdi dan Gita. Rusdi sengaja tak menutup pintu kamar agar Amah dan Ambu bisa memantau mereka. Diah membuat bakwan di dapur untuk teman minum teh sore ini. “Emang aku kenapa Amah?” Gita malah balik bertanya pada Ibu mertuanya. “Kamu pingsan sehabis kesurupan,” jawab Ambu. “Kok Amah Ambu dan Diah ada di sini?” tanya Gita bingung saat melihat Ambu dan Dia juga masuk ke kamar tidurnya. “Tadi aku lihat Teteh pulang duluan dari kantor, lalu nggak lama A’a terima telepon dari Teteh. Aku lihat wajah A’a tu kalang kabut. Komputer meja enggak di save apa lagi di shutdown. Jadi aku ngabarin Amah sama Ambu biar langsung datang ke rumah Teteh. Takutnya Teteh kenapa-kenapa,” jelas Diah. “Oh begitu. Tadi aku tuh pulang cepat karena aku kok tiba-tiba mens. Padahal belum waktunya,” cerita Gita. “Kamu mens? Bukannya baru dua minggu lalu kamu selesai datang bulan?” Rusdi pasti ingat kapan istrinya dapat tamu bulanan karena mereka sedang menghitung masa subur agar bisa segera punya momongan. “Itulah, aku nggak mengerti kenapa baru dua minggu sudah dapat lagi. Maka aku lari pulang karena nggak bawa pembalut,” jawab Gita. “Begitu aku sampai rumah, aku disambut oleh cepol di depan pintu. Ya aku langsung njerit lah. Aku langsung telepon A’a menyuruh dia pulang,” Gita menjelaskan kejadian awal saat dia melihat sambutan di rumahnya sore ini. “Cepol kali ini sengaja ada depan pintu masuk, seakan menunjukkan diri dan mengucap selamat datang,” jelas Rusdi pada Ambu, Amah dan Diah. Saat mereka datang tadi cepol memang masih ada di tempatnya karena Gita dan Rusdi langsung bertengkar. Cepol baru Rusdi buang setelah dia mengangkat Gita yang pingsan ke dalam kamar. Rusdi dibantu Ambu yang membuang dan membakar cepol tersebut. “Ya udah sekarang kita bersih-bersih lagi yuk,” ajak Ambu. Mereka pun membaca sesuai dengan kemampuan kecuali Gita yang sedang menstruasi. Sehabis magrib Amah dijemput Apa’ pulang. Ambu pulang dengan Diah. Rusdi dan Gita berpikir tenang, sehabis makan malam dan mencuci piring dan menyapu juga mengepel rumah yang mereka kerjakan berdua bahu membahu, pasangan itu bersiap untuk tidur malam. Mereka sudah bersih-bersih badan, sikat gigi dan ganti pakaian tidur, saat itulah mulai lagi teror yang membuat mereka tidak bisa tidur malam ini. ≈≈≈≈≈≈≈≈ Rusdi dan Gita bersiap tidur, Rusdi memeluk lembut istrinya. Dia kecup kening istrinya dan mereka hampir terlelap. Tapi mereka terkejut mendengar suara ketukan di jendela kamar. Bersamaan dengan suara ketukan itu Rusdi dan Gita juga mendengar seperti ada suara kerikil berjatuhan di atap rumah. Lebih tepatnya seperti pasir jatuh ke atap rumah mereka. Karena bukan hanya satu kali tapi seperti gerimis tapi bukan air melainkan pasir. Rusdi bingung. Dengan tegar hati dia memberanikan diri membuka jendela dengan membawa stick golf miliknya. Dia akan memukul pencuri yang sengaja memancing dirinya dengan mengetuk daun jendela tadi. Gita tentu mengikuti Rusdi, dia tak ingin ditinggal di ranjang sendirian, ternyata tak ada siapa pun dibalik jendela yang sudah terbuka. “Yuk tidur, tak ada siapa pun,” ajak Rusdi. Malam itu mereka bisa tidur sejenak tapi menjelang subuh Rusdi merasakan pelukan Gita yang sangat erat, saat itu Rusdi mendengar suara perempuan tertawa keras dan panjang menggema di kamar. Rusdi sadar, gangguan yang mereka alami malam itu jelas bukan maling melainkan gangguan makhluk astral. “Kalian kembali tinggal di rumah Apa’ saja,” saran Apa’ ketika pagi ini Rusdi melaporkan apa yang terjadi semalam. “Aku tanya Gita dulu ya Pa’, dia mau tinggal di rumah Ibu atau dengan Amah,” Rusdi tentu tak mau membuat Gita stress. ≈≈≈≈≈≈≈≈ Malam ini Gita histeris, dia mimpi buruk sehingga menjerit-jerit di tengah malam. “Yank kenapa? Bangun Yank, istigfar,” Rusdi membangunkan Gita yang masih histeris tapi merem. “Yank, kita balik tinggal ke rumah Amah saja yok, atau kamu mau di rumah Ibu?” tanya Rusdi ketika Gita sudah tenang dan bisa diajak bicara. ”‘Biar saja kita tinggal di sini. Kasihan Amah dan Ibu bila kita tinggal di rumah mereka. Mereka jadi kebeban,” Gita memutuskan tak mau mengungsi ke rumah orang tuanya. Berhari-hari kemudian gangguan semakin parah, kali ini gangguannya spesifik tertuju ke Gita, Rusdi jarang mendengar atau melihat. Sementara Gita sering mimpi hal buruk. Tak ada malam tanpa mimpi buruk. Entah kenapa Gita jadi makin peka dengan kehadiran sosok gaib tak kasat mata. ≈≈≈≈≈≈≈≈ “A’ itu baru saja masuk dua makhluk kurcaci kecil.” “A’, jangan mundur, di belakangmu ada kakek-kakek yang siap memukulmu kalau kamu menabrak nya.” “A’ itu genderuwo besaaaaaaaaaar sekali di pojok ruang tamu,” selalu ada saja yang Gita beritahu pada Rusdi bila mereka ada di rumah. Gita juga cerita pada Diah dan Rusdi dia sering memimpikan sosok-sosok astral tersebut. Penampakan yang Gita lihat di dalam mimpinya juga bermacam-macam ada kuntilanak, ada makhluk kerdil macam kurcaci ada genderuwo dan yang paling seram adalah sosok kakek-kakek dengan wajah yang menyeramkan. Apa’ dan ayah Gita selalu mengirim orang pintar secara gantian mendoakan kedua anak mereka agar selamat. Tapi tetap saja gangguan tak bisa hilang. Teror ini membuat Gita stress. Dia sulit makan enak dan sulit tidur. Sering dia tidur saat di kantor yayasan, tempat ternyaman yang tak ada gangguan. Tapi Gita tak pernah takut pulang atau tak ingin pulang. Karena dia yakin di mana pun dia tinggal, serangan teror akan terus mengikutinya. Karena bukan rumah yang jadi sasaran teror melainkan dirinya. Gita menyadari serangan tak ditujukan pada suaminya tapi pada dirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD