“Oh iya Gilbert, kamu kemarin sore sepulang kerja ngobrol apa sama Wati?” tanya Rusdi ketika percakapan menjelang ke Bandung sudah selesai mereka bahas.
“Saya enggak ketemu dia kemarin Pak, jadi ya enggak ngobrol apa pun,” jawab Gilbert.
“Kemarin waktu saya pulang dia ada di lobby bawah,” Rusdi mau menerangkan tapi Gilbert langsung menyela.
“Kan kemarin Bapak bilang, Bapak mau pulang agak terlambat. Jadi kami pulang duluan Pak,” kata Gilbert.
“Itulah saat kalian sudah pulang, saya kan masih mengurus berkas karena saya tidak mau pekerjaan dibawa pulang. Jam 05.30-an gitu saya turun pas hujan deras. Sambil turun seperti biasa saya minta mobil disiapkan di lobby. Saat itu Wati ada di lobby.”
“Saya tanya ngapain dia ke lobby sekretariat kan?”
“Dia bilang abis ngobrol sama Gilbert, abis mengembalikan buku, katanya gitu,” jelas Rusdi.
“Enggak. Dia bohong ke Bapak, saya tidak ketemu sama Wati di bawah. Bapak kan tahu saya satu arah sama Diah. Kami jalan ber-iringan kok Pak menuju mobil kami masing-masing,” jelas Gilbert geram. Sudah beberapa kali Wati membuat dia tersangkut masalah.
“Iya Pak, kemarin saya pulang bareng Gilbert,” jelas Diah menguatkan alibi rekan kerjanya.
“Saat ketemu Wati, dia bilang habis ngobrol sama Gilbert, itu yang pertama. Dia bilang habis mengembalikan buku lalu ngobrol lama sama Gilbert dia bilang gitu. Jadi yang kedua dia bilang abis pulangin buku. Saya enggak tahu Gilbert minjemin buku apa ke dia.”
“Yang ketiga dia enggak bawa motor, waktu itu saya enggak tanya kenapa enggak bawa motor. Nah keempat kala itu hujan, jadi ya saya tolong dia lah,” cerita Rusdi pada dua orang kepercayaannya.
“Enggak Pak motornya ada kok, tadi pagi saya datang itu motor sudah ada di parkiran tapi orangnya belum ada. Kata satpam mau motor itu ada di situ sejak malam maka dipindahkan sama satpam,” jelas Diah.
“Nah berarti dia bohong kan Pak. Mungkin semalam dia sengaja nunggu Bapak dan motor dia parkir di parkiran mobil mau tunggu Bapak dekat mobil,” kata Diah.
“Oke kalau begitu, mulai hari ini kalian panggil satpam dan bilang kapan pun Wati tidak boleh ada di area gedung sekretariat. Entah itu siang, malam atau pagi sekali pun. Wati dia tidak boleh berkeliaran di gedung Sekretariat kalau sampai dia masih ada di sekretariat satpam akan dipecat!”
“Sosialisasi kan hal itu pada semua satpam,” Rusdi makin merasa aneh dengan pegawai baru bernama Wati ini.
≈≈≈≈≈≈≈≈
“Pak Mahmud Anda ke sini sekarang deh, mumpung di ruangan saya ada Diah dan Gilbert,” Rusdi memanggil manager HRD.
“Baik Pak,” jawab pak Mahmud cepat.
Dia langsung keluar ruangan nya. Seperti biasa kalau staff di yayasan ini akan pergi ke gedung lain dan butuh cepat, semua menggunakan sepeda. Untuk bergerak dari gedung ke gedung memang yayasan menyediakan alat transportasi sehat ini. Jadi tidak jalan kaki.
Sepeda khusus yayasan warnanya sama sehingga tidak bisa dibawa pulang dan ada nomor di sepedanya. Hari itu Mahmud membawa sepeda nomor 7. Pak Mahmud langsung bergerak ke gedung sekretariat.
“Masuk,” terdengar jawaban dari dalam saat pak Mahmud mengetuk pintu ruang Rusdi. Mahmud masuk setelah terdengar izin dari dalam. Tak lupa dia tutup kembali pintu ruangan itu.
“Iya Pak?” Mahmud siap menerima perintah karena di sana ada Diah dan Gilbert, artinya akan membahas soal pekerjaan, pikirnya.
≈≈≈≈≈≈≈≈
“Pak Mahmud, ini masih berkaitan dengan pegawai baru. Saya tahu Anda sudah lama jadi manager HRD dan baru kali ini saya bermasalah dengan pilihan Anda. Saya tak akan rewel kalau tidak merasa terganggu.”
“Ini soal Wati saat semalam bisa saya antar dan dia dapat nomor saya. Kemarin saya memang pulang telat, Diah dan Gilbert sudah pulang dari jam 05.00. Saya pulang saat hujan deras. Anda ingat kan kemarin hujan?”
“Iya Pak, saya sampai rumah, pas hujan deras,” kata Mahmud.
“Nah ketika itu ada Wati di lobby gedung sekretariat, saat saya tanya dia bilang dia habis kembalikan buku lalu dia bilang keenakan ngobrol dengan Gilbert, sehingga dia tidak bisa pulang karena hujan deras. Dia juga bilang dia tidak bawa motor.”
“Kenapa Gilbert enggak nganterin pulang Pak? Setidaknya sampai mana gitu,” ucap Mahmud.
“Nah itu belum ter-pikir sama saya, jujur saya lupa tanya hal itu,” kata Rusdi.
“Iya ya kenapa waktu itu saya enggak tanya gitu. Kemarin saya enggak tanya, karena kasihan sudah mau malam saya ajak dia sampai halte Jalan Penang. Saya juga enggak anterkan dia ke rumahnya, sampai halte menuju Jalan Penang saja. Jalan Penang kan seharusnya belok kiri, saya lurus saja.”
“Saya enggak antar dia sampai tempat kostnya atau tempat siapa saya enggak tahu. Sekarang ada keanehan mengapa Anda saya panggil pak Mahmud.”
“Pada saya dia bilang ke gedung sekretariat sore menjelang malam karena bertemu dan ngobrol dengan Gilbert, tapi ini ada Gilbert, Anda tanya saja apa benar mereka janjian, ngobrol dan pinjam buku seperti yang dia katakan pada saya sore kemarin.”
“Enggak Pak, saya enggak ketemu dia. Kemarin jelas saya pulang bersama Diah berbarengan, kami ber-iringan ke mobil sebelum hujan, sudah mulai gerimis dan kami langsung masuk mobil masing-masing lalu pulang. Enggak pernah saya janjian atau meminjamkan buku ke Wati Pak,” elak Gilbert.
“Saya tak tahu apa maksud semua kebohongan ini pak Mahmud. Saya takut dia akan menyebarkan berita kebohongan lain, misal saya antar dia sampai rumahnya, lalu terjadi sesuatu atau dia cerita ke semua orang kalau kami kencan karena banyak yang lihat dia naik mobil saya.”
“Barusan saya sudah pesankan pada Diah dan Gilbert bahwa semua satpam akan dipecat kalau sampai Wati bisa berada di gedung Sekretariat. Jadi satpam semuanya harus menjaga jangan sampai Wati ada di sini. Kalau dia sampai ada di area sekretariat.”
“Karena seharusnya ini tugas Anda sebagai kepala HRD, maka saya juga tugaskan hal itu Anda umumkan pada semua satpam.”
“Jujur saya lagi bingung Pak, kemarin Wati itu sudah saya ultimatum kok. Saya bilang kalau sekali lagi terjadi sesuatu saya enggak akan beri SP Pak karena kan sudah dua kali saya beritahu lisan.”
“Dan jawaban mengejutkan saya terima dari dia : dia tak takut dipecat karena Bapak akan mempertahankan dia! Saya kan bingung karena setahu saya Bapak terganggu dengan polah nya, eh dia bilang Bapak adalah calon suaminya!” jelas Mahmud. Membuat Rusdi, Diah, dan Gilbert kaget.
Saat itu ada notifikasi pesan di ponsel Rusdi.
‘Selamat siang Pak, jangan terlambat makan ya. Biar Bapak selalu sehat,’ pesan dari Wati rupanya.