GITA MENGHILANG

1185 Words
Rusdi segera mengambil kunci mobil miliknya dan berlari pulang mencari istrinya. “Koq pulang sendiri Den?” tanya mang Komang penjaga pintu rumah Apa’ nya. “Apa Gita belum pulang?” tanya Rusdi bingung. “Belum. Mamang mah enggak lihat non Gita pulang,” sahut mang Komang Rusdi penasaran, dia berlari masuk rumah. Terlihat Apa’ dan Amahnya duduk di ruang tengah dengan wajah tegang. Rusdi yakin, sudah aa khabar yang tiba di rumah. “Mana Gita? Kenapa kamu pulang sendiri? Dan kenapa Gita kirim pesan buat Amah, Ibu dan Ambu seperti ini?” Amah langsung nyerocos menyambut kedatangan Rusdi dan memperlihatkan pesan Gita untuk Amah. ‘Amah, Ambu, Ibu, malam ini Teteh enggak pulang. Enggak usah dicari. Teteh mau nenangin diri. Biar semua cooling down. Maaf kalau selama jadi anak atau menantu Teteh pernah bikin salah. Teteh sayang kalian walau kalian enggak anggap Teteh ada.’ Rusdi kaget membaca pesan Gita untuk Amahnya seperti itu. Sejak di kantor tadi dia memang tak bisa menghubungi Gita karena ponsel istrinya sudah tak aktif. Bagaimana mungkin istrinya menganggap Amah-nya tak pernah menganggap Gita tak ada? Sedang Amah sangat mencintai Gita setara Diah adik kandungnya. Rusdi marah dan putus asa. Dia marah karena kedatangan Nenny dan Ratna membuat rumah tangga yang baru dia bina tiga minggu sudah mengalami goncangan karena Gita mendengar kalau Wati minta pertanggung jawaban darinya. Sebenarnya yang lebih tepat adalah keluarga Wati minta pertanggung jawaban Rusdi atas gangguan jiwa yang Wati alami setelah resign dari yayasan yang Rusdi pimpin. Bukan menuntut pertanggung jawaban kalau Wati hamil. Tapi sama seperti Gita, semua yang mendengar desakan awal bu Nenny pasti mengira kalau keluarga Wati minta pertanggung jawaban Rusdi akibat kehamilan yang Wati alami. Rusdi tadi juga merasa tak bersalah karen tak pernah menyentuh Wati sama sekali. “Please dengar A’a dulu Mah. Tolong bantu cari Gita,” pinta Rusdi memelas pada Amah dan Apa’ nya. “Mungkin kami bisa carikan, tapi mau ditaruh di mana muka kami pada besan akan kelakuanmu sehingga ada yang minta pertanggung jawaban sedang kalian menikah baru tiga minggu? Apa kamu dengan Gita juga melakukan hal itu jauh sebelum kalian menikah?” desak Apa’ tegas. “Darimana Apa’ tahu ada perempuan yang minta pertanggung jawaban A’a?” tanya Rusdi penasaran. “Ade cerita, Gita meneleponnya sambil menangis dan dia bilang dia mau pergi jauh. Gita cerita ke Ade kalau ada seorang perempuan yang datang minta pertanggungan jawaban A’a.” jawab Amah ketus. “Benar Mah, ada Ibu-Ibu datang ke kantor, minta pertanggung jawaban. Tapi bukan karena dia hamil. Anaknya baru kerja satu minggu, dia sudah mengaku kalau dia calon istri A’a. Amah ingat kan yang di mintakan air menjelang pernikahan A’a? Nah yang datang bibik perempuan itu. Dia bilang Wati sekarang stress dan sering kesurupan karena A’a enggak menerima dirinya,” jawab Rusdi. “Sekarang coba kamu pikir, apa motivasi dia datang malam-malam ke kantor? Kalau dia ingin mencari kamu, dia pasti cari di rumahmu. Bukan di kantor. Apa malah curiga, ada yang dia tuju di kantor, kalau hanya sekadar mencari kamu dia pasti cari alamat rumah ini, bukan ke kantor,” Apa’ berpikir motivasi Nenny datang ke kantor malam-malam. “Entah Apa’, aku enggak ke pikiran apa alasan dia. Sekarang bagaimana kondisi Gita? Dia ada di mana?” Rusdi bingung. “Tadi Amah telepon Diah saat dapat pesan dari Gita, dia bilang Gita cuma telepon. Diah kira Gita di rumah Ibu. Tapi Diah telepon ke rumah Ibu, Harris bilang Gita enggak ke sana,” jawab Amah. “Astagfirullaaah. Aku harus cari ke mana? Aku enggak pernah satu kali pun berpikir akan menduakannya. Terlebih sampai ada yang minta pertanggung jawaban. Bahkan lima tahun aku dan Gita bersama, kami tak pernah melakukan sebelum kami resmi secara agama. Aku masih punya moral Apa’,” jelas Rusdi pada ayahnya. ‘Kamu di mana Sayank? Kamu enggak bawa mobil, satpam bilang kamu naik ojek online saja enggak mau pakai jas hujan biar cepat pergi. A’a harus cari kamu ke mana? Kamu belum dengar se lengkapnya. A’a enggak akan dua’in kamu,’ Rusdi bertanya pada Elang dan Harris, jawaban keduanya sama, Gita tak ada di rumahnya. Rusdi berjalan keluar, tak mungkin dia duduk tenang menanti Gita tiba di rumah. Tapi dia tak kenal saudara dekat Gita yang kemungkinan akan dia datangi saat sedih seperti ini. Tadi dia telah bertanya pada Elang dan Harris. Kedua adik Gita tak pernah tahu siapa sepupu mereka yang akrab dengan Gita untuk tempat curhat. Karena selama ini Teteh mereka tak pernah bermasalah. “Eh Aden, ada perlu apa malam-malam?” tanya bibik yang membukakan pintu rumah Ambu. “Ada perlu saja, apa Diah sudah tidur?” tanya Rusdi. “Enon sudah tidur sejak tadi, cek saja ke kamarnya, dia kan jarang kunci pintu kamar atuh Den,” jawab sang bibik sambil kembali mengunci pintu. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ Rusdi membuka pintu kamar adiknya, dia lihat adiknya tidur sendiri. Suasana kamar redup seperti kebiasaan tidur Diah. Artinya Gita memang tak ada di sini. Rumah ini hanya dua kamar tidur selain gudang dan kamar pembantu untuk bibik. Gita terbiasa tidur dalam terang, bukan gelap seperti Diah. Diah mendengar ada yang membuka pintu terbangun. Dia langsung duduk. “Ada apa A?” tanya Diah sambil mengucek matanya. “Teteh-mu cerita apa saja?” tanya Rusdi putus asa. “Dia bilang kalian habis makan malam di kantor lalu salat. Nah datang dua perempuan, katanya bibik-nya Wati bersama adiknya. Dan bibinya minta A’a bertanggung jawab terhadap Wati. Bagaimana bisa A? Apa bibit A’a setokcer itu, satu setengah bulan langsung dia minta per tanggung jawaban?” Diah sama dengan Amah, maklum anaknya. Langsung nyerocos tanpa bisa di-rem. “Teteh-mu salah dengar. Eh bukan salah dengar. Lebih tepatnya Teteh-mu enggak dengar selengkapnya, dia langsung pergi. A’a juga ngotot enggak merasa sentuh Wati kok diminta pertanggung jawaban. Ternyata maksud si bibik, sekarang Wati jadi kayak orang stress, dia minta A’a bertanggung jawab karena Wati stress cintanya A’a tolak,” jelas Rusdi panjang lebar. “Kamu tahu, enggak pernah satu kali pun A’a bercanda sama perempuan yang bisa bikin seorang perempuan salah tanggap dan menggantungkan harapan. Itu sebabnya A’a lebih baik terlihat kaku agar bisa menjaga cinta A’a ke Teteh.” “Sejak hari pertama kan memang Wati yang cari perhatian. Mana pernah A’a bicara padanya selain kesalahan A’a kasihan padanya saat hujan deras itu dan mengantar dia hingga ke halte. A’a enggak pernah berpikir akan berdampak seperti ini.” “Sejak pertama jatuh cinta pada Teteh-mu, sampai sekarang A’a enggak pernah punya niat menduakan Teteh-mu,” Rusdi mengeluarkan semua perasaan hatinya. Dia sangat mencintai Gita. Satu-satunya perempuan yang tak pernah tertarik dengan kelebihan harta keluarganya. “Sekarang mending A’a pulang. Aku janji, besok Teteh akan bisa kami bawa pulang dengan selamat. Aku dan Amah yang akan menjemputnya,” janji Diah. Dia berani berjanji seperti itu karena yakin bila Gita tahu apa maksud dengan kata-kata minta pertanggung jawaban bibik-nya Wati, pasti Gita akan tenang dan tidak marah. Gita yang mendengar dibalik pintu yang tak tertutup rapat langsung berlari ke kamar Ambu. Tadi Gita menghampiri kamar Diah ingin pinjam charger ponsel, karena charger ponsel bibik tidak sama dengan miliknya. Diah tak tahu kalau Gita mendengar semua percakapannya dengan Rusdi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD