Mau gue cium?

1571 Words
"Hai Bro, kebetulan kita ketemu disini." Kevin teman kerja Pernadi yang sedang mendekati Lira juga menyapa. "Hai, kalian sedang apa disini?" Tanya Pernadi basa-basi sembari mengetuk tisu di meja dengan jari lentiknya, memberi kode pada Rindu supaya gadis itu membersihkan mulutnya. "Habis nonton," balas Kevin melirik ke arah Rindu yang tengah membersihkan mulutnya. "Kita gabung disana, yo" Lira menimpali sembari memainkan ponselnya. "Oh iya, Lu sama siapa?" Tanya Lira, saat melihat Rindu sedang sibuk membersihkan mulutnya. " Adik sepupuku. Baru datang dari kampung," Pernadi menarik tangan Rindu berdiri. "Rin, kenalin ini teman-teman kakak." ucapnya dengan raut kaku. "Hai Rindu kenalin nama aku Lira." Lira mengulurkan tangan dan di sambut hangat oleh Rindu. "Rindu." Keduanya berjabat tangan lalu Kevin mengulurkan tangannya. "Kevin," "Rindu, kak." "Gabung disana yo. Tian sudah pesan langsung di kasir makanannya." ucap Lira. "Kalian aja deh, ada adik gue takut kemalaman pulangnya. Tar Nyokap ngomel lagi." Tolak Pernadi. "Ya elah ... Cinderella aja masih berkeliaran jam segini. Justru ada dia biar tambah ramai. Anggap aja gantiin Cintya." Kevin segera mengangkat makanan mereka ke meja yang lebih luas. "Ayo Rindu," Ajak Lira. Rindu melihat Pernadi seolah meminta izin. "Ya udah kita gabung sama mereka" Pernadi mengambil tangan Rindu dan membawanya ke meja yang lebih luas. "Lu, jaga sikap. Jangan malu-maluin gue, Oke?" Bisik Pernadi lalu membantu Rindu duduk di sebelahnya. Gadis itu hanya mengangguk patuh. "Nama kamu siapa tadi?" Tanya Kevin lagi. "Rindu, kak." "Rambut kamu indah." Puji Kevin. "Iya, iya, gue baru sadar. Itu asli atau buatan salon?" Tanya Lira menimpali ucapan Kevin. "Asli kak tapi, ini mau aku lurusin." Pernadi melebarkan mata mendengarnya. "Kenapa? Sayang tahu. Nanti rusak loh rambutmu." Sahut Lira. "Pacar aku nggak suka sama rambutku, aku suka dikatain Tarzan." Rindu sengaja melirik Pernadi. "Eh, dasar cowok aneh. Tinggalin aja tuh cowok. Matanya ketutupan katarak kali." ujar Kevin. "Mata siapa yang katarak?" Tian yang baru saja datang langsung menyahuti, duduk di samping Kevin dan berhadapan dengan Rindu. "Apaan sih lu, kepo. Pesanannya gimana? Masih lama?" Tanya Lira. "Baru di pesan, buru-buru amat lu," Tian melihat ke arah Rindu. "Perasaan tadi cuma kita bertiga kok sampai disini jadi nambah dua," ujar Tian terkekeh. "Dasar burik." Pernadi menoyor kepala Tian dengan candaan. "Kenalin dong, nama aku Tian." Tian mengulurkan tangan pada Rindu. "Rindu, kak." "Siapa nya Pernadi?" "Sepupu." "Pariban?" Rindu mengangguk. "Kak Tian orang batak?" Tanya Rindu balik. "Iya, Margaku Sihite." Makanan mereka datang seperti biasa anak zaman sekarang sebelum menikmati makanan tersebut mereka mengambil gambarnya dulu lalu membagikannya ke media sosial. "Aku tag semuanya, ya." Kata Lira setelah mengambil photo kebersamaan mereka. "Gue tag juga sama Cintya. Biar dia tahu kalau kita juga asik disini." Sambungnya sembari mengetik di ponselnya. "Lu nggak berlebihan manjain pacar Lu, sampai mendanai dia liburan ke luar negeri?" Tanya Kevin. "Nggaklah, aku mencintai dia. Apapun yang membuat dia bahagia akan aku lakuian." Balas Pernadi, melihat sekilas Rindu. Rindu menelan salivanya mendengar ucapan Pernadi. Ternyata cinta pria itu sangat dalam untuk kekasihnya hingga berani mengeluarkan rupiahnya demi kebahagian Cintya. "Asik ...." sahut Tian, melempar sedotan pada Pernadi. "Tapi, kalau gue jadi Cintya gue harus mikir dua kali untuk terima hal semacam itu." Lira. "Kenapa? Bukanya para cewek suka cowok Royal? Ya seperti teman kita yang satu ini." Sahut Tian melirik Pernadi. "Kita nggak tahu hidup ini seperti apa kedepannya. Pacaran lama tau-tau nikah sama orang. Iya, kan?" Kevin mengangguk, setuju ucapan gadis disampingnya. "Gue setuju. Jadi kalau pacaran biasa aja. Nggak usah berlebihan." Tian. "Tunggu, tunggu, jadi menurut kalian aku berlebihan?"Tanya Pernadi menaikkan kedua alis tebalnya. "Iya berlebihan." Kali ini Rindu yang menjawab. Membuat semua teman-teman Pernadi terdiam dan melihat ke arah Rindu yang menatap Pernadi dengan bibir mencebik. enam detik, suasana jadi hening. Rindu cemburu setiap mendengar ucapan Pernadi yang terlihat sangat mencintai Cintya. Tian bertepuk tangan, lalu mengacungkan jempol pada Rindu. "Benar, kita sependapat" ucap Tian seraya terbahak. Begitu juga dengan Kevin dan Lira. Pernadi tertawa kecil, menjawil hidung Rindu gemas. "Anak kecil dilarang ikut campur urusan orang dewasa." Kata Pernadi, Rindu mendengus. "Yakk, dia sudah punya pacar." Sahut Kevin, mengoleskan saus ke tangan Pernadi. "Aih, jorok, Lu." Pernadi mengambil tisu lalu membersihkan tangannya. "Pikirin lagi, Ra. Kalau mau didekatin sama dia." Sambungnya melihat ke arah Lira. Lira meletakkan garfu lalu melihat Kevin. Pria itu mengusap kepala Lira lembut. "Lu nggak tau, kalau mereka sudah jadian tadi?" Tanya Tian, memutar garfu di spagetinya. "Serius?" Sahut Pernadi penasaran. "Mmm, gue sama Lira sudah pacaran sekarang." Kevin mengambil tangan Lira dan menggenggamnya, menunjukkan pada Pernadi. "Selamat Bro. Kapan-kapan kita kencan bareng," ujar Pernadi dan langsung mendapat hadiah cubitan di paha. Pria itu menahan perih. Ia membalas meremas tangan Rindu di bawah meja. "Kita jadwalkan." balas Kevin dengan wajah riang. "Kak, aku mau itu." Bisik Rindu saat melihat spageti yang dilahap Tian. "Lain kali, makan pizzamu aja." Rindu mencebik. Tian yang tidak sengaja melihatnya seketika tersenyum. Itu sangat menggemaskan baginya. "Rindu bagi nomor ponsel dong. Kayaknya kita bisa jadi teman dekat." Tian menyodorkan ponselnya dan segera di tolak Pernadi. "Adik gue," "Yakk, sialan. Gue nggak minta persetujuan Lu." Tian kembali mengulurkan ponselnya pada Rindu. "Adik gue. Lu, cowok laknat." Pernadi kembali menolak. "Wah, sialan." Gerutu Tian. "Nggak apa-apa, kak. Sini ponselnya." Rindu menerima ponsel Tian dan menyimpan nomornya disana. "Makasih." "Awas lu macam-macam." Ancam Pernadi. "Biarin aja sih, Nadi. Biar dia nggak jomblo. Kali aja jodoh, ya kan Rindu?" Tanya Kevin. "Iya kak, benar hahaha." Rindu tertawa garing, lalu meleletkan lidah pada Pernadi. Lira sempat melihatnya dan tersenyum kecil. "Dia sudah punya pacar." ujar Pernadi. "Sebelum janur kuning melengkung, dia masih milik bersama. Iya kan, Rin?" Sahut Tian. Rindu hanya mengangguk, melipat bibir kedalam mulut. Ia melihat Pernadi yang tersenyum pahit padanya. Rindu menunduk, tatapannya menangkap cincin pernikahannya yang di jadikan Iiontin. Seketika hatinya sedih, suaminya bahkan tidak menyukainya. "Lu suka sama Tian?" Tanya Pernadi setelah mereka berada di kamar. "Suka seperti apa? Sebagai teman yang baru kenal? Iya aku suka, dia baik." Balas Rindu. "Suka secara emosional juga nggak apa-apa kali, Rin. Kali aja kalian jodoh. Jadi pas kita pisah, Lu nggak merasa sakit hati." ucap Pernadi, mengunci pintu kamar dan ucapan itu di dengar oleh Rukaya dari luar. Perempuan paruh baya terkejut mendengarnya. Ia melebarkan mata, tak menyangka hubungan pernikahan putranya yang baru saja di rajut sudah merencanakan pisah. Ia semakin mendekatkan telinganya pada daun pintu, berusaha menguping lebih lagi. "Tapi, kan aku sudah bilang kalau Rindu suka sama kakak." Rindu menggigit bibir bawahnya. Mendekati Pernadi yang sudah berbaring di ranjang. "Mau ngapain?" Pria itu mengernyit. "Kakak," Suaranya seksi, duduk di tepi ranjang. Menowel hidung mancung pria itu. Lalu menunduk mendekatkan wajahnya pada wajah suaminya. "Aku sudah bilang akan mengambil hatimu darinya. Untuk saat ini aku lebih selangkah di depannya. Kau sudah jadi milikku sah dalam hukum dan dimata Tuhan."Bisiknya mesra, dengan tatapan sensual. Pernadi berdesir, ia menelan saliva. Napas hangat Rindu yang masih beraroma pizza entah kenapa terasa enak. Rindu semakin mendekat, menatap bibir merah suaminya dengan damba. Ia ingin menciumnya, tepat satu inci di atas bibir Pernadi. Telapak tangan pria itu segera menghalangi. Mendorong kuat wajah Rindu menjauh darinya. "Anak kecil, Lu mau cium gue?" Tanya Pernadi dan langsung menjitak jidat Rindu. "Aoh ...sakit, kak." Rindu mengaduh Rukaya yang masih menguping tersentak kaget. Ia menutup mulut dan segera berlalu dari sana sembari tersenyum. "Kau kan suamiku, terserah aku dong mau ngapain aja sama kamu." Rindu kembali berusaha mendapatkan bibir Pernadi. "Yakkk!" Pernadi seketika bangun dan menarik Rindu hingga berbaring di ranjang. Sekelebat pria itu kini sudah menindih Rindu. Pernadi mengunci kedua tangan Rindu dengan satu tangannya yang besar. "Mau gue cium?" Tanya Pernadi, Rindu mengibaskan bulu matanya semangat. Pernadi menunduk, gadis itu memejamkan matanya. Mengerucutkan bibirnya, menanti sentuhan bibir pria itu. Pernadi tersenyum, ia menyatukan kedua bibir Rindu hingga menjadi bibir bebek. Rindu membuka matanya dan mendapati pria itu tergelak. "Masih pengen gue cium, hah?" Pernadi makin menekan kedua bibir istrinya diantara Ibu jari dan telunjuknya sembari terkekeh-kekeh. Sementara Rindu berusaha menggelengkan kepala ke kiri dan kanan. "Kakak!" Teriak Rindu begitu bibirnya dilepas Pernadi. "Jahat ...." Memukul lengan pria itu keras setelah kedua tangannya di lepas suaminya. "Jangan berharap mendapatkan ciuman dariku. Bibir gue hanya milik Cintya. Paham?" "Itu milikku, milikku, milikku. Bukan milik Cintya." Sahut Rindu kesal. "Awas, gue mau tidur. Besok pagi mau jemput kekasihku. Minggir, jangan sampai dekat-dekat dan menghancurkan mimpi indah gue." Pernadi mendorong Rindu menjauh darinya. Rindu melempar bantal dan mengenai kepala Pernadi. "Istri durhaka." Pernadi menjadikan guling pemisah diantara mereka. "Suami Laknat." Rindu mencebik, membelakangi Pernadi. Mereka saling diam hingga tertidur. Pagi hari saat matahari menyapa bumi dengan sinarnya. Rindu perlahan membuka matanya. Ia merasakan tubuhnya susah bergerak dan terasa hangat di ceruk lehernya. Rindu bergerak pelan, melihat Pernadi memeluknya layaknya guling. Kaki pria itu menindih perutnya sementara tangannya melingkar di d**a dan wajahnya tepat di ceruk lehernya. Rindu tersenyum, ia ingin sekali mengabadikan momen ini untuk menjahili suaminya. Rindu berusaha melepas tangannya yang ikut di peluk Pernadi, pelan dan sangat hati-hati hingga berhasil bebas. Gadis ini punya kebiasaan tidur bersama ponselnya. Ia mengambil dan segera mengambil photo mereka berdua. Pernadi bergerak, Rindu segera memejamkan mata. Meletakkan ponselnnya dibawah tubuhnya. Pernadi terbangun, dan mendapati posisinya. Ia melebarkan mata, dan pelan-pelan melepas diri dari Rindu. Pernadi bernapas lega sembari menggeleng-gelengkan kepala. Turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi. Rindu membuka matanya, tersenyum. Mengambil ponsel dan melihat hasil jepretannya. "Rindu punya senjata." Gumamnya dengan tatapan licik ke arah kamar mandi. . . . Pariban = Sepupu
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD