Sebenarnya seberapa mengerikan dan menakutkannya dikurung sendirian dalam bilik 7 yang mereka bicarakan itu? Bagi Muslim itu terdengar seperti hukuman biasa saja.
"Sudah diputuskan! Mari kita kurung si Muslim di bilik 7 hingga istirahat kedua." Kata Tony.
Seorang murid menatap Muslim sambil tertawa dan menggelengkan kepala. "Kasihan sekali kamu nak. Dikurung di ruangan paling menyeramkan itu." Ucapnya.
"Maaf, apa aku boleh bertanya disini?" kata Muslim menginterupsi. "Apa itu bilik 7...?"
"Nanti kau juga akan tahu." Jawab Tony nyengir. "Bani, Gozali, bawa anak ini ke sana!"
"Kau ingin tahu ruangan apa itu, Muslim?" tanya sang ketua kelas nampak tersenyum dingin. "Ruangan itu adalah ruangan paling berhantu di sekolah ini. Tidak ada yang berani memasukinya, bahkan semua guru disini pun tidak ada yang berani kesana apalagi sekedar melewatinya. Ruangan itu telah dikosongkan lebih dari 15 tahun. Dan menurut cenayang yang pernah menerawang, disana adalah kelas ghaib yang diisi oleh 7 murid tak kasat mata."
"Mamma, Mia ...." Gumam Muslim membelalakkan mata.
Sudah diputuskan oleh para murid 11E, jenis hukuman apa yang akan mereka terapkan pada Muslim. Dikurung disebuah bilik atau ruangan paling angker di sekolah Jati Harapan. Wajah Muslim datar. Dia berhenti takut hantu atau sejenisnya pada usia 9 tahun. Jadi bentuk hukuman semacam itu takkan berefek apa-apa padanya. Apalagi Muslim merupakan jebolan anak pesantren yang taat beragama dan hapal segala jenis bacaan doa.
Seorang murid cowok bernama Imran tertawa puas. "Grade C pasti senang mengetahui bagaimana kita menghukum anak ini. Bilik 7, huuuu bikin merinding."
"Buka ikatan talinya," suruh Tony. "Kita segera bawa Muslim ke ruangan itu."
Para murid bahu membahu membuka tali ikatan yang tadi mengikat Muslim. Setelah dilepas, Muslim meremas tangan dan bahunya yang terasa kram akibat kelamaan diikat. "Makasih udah dilepasin talinya. Tenang aja, aku ngga bakal kabur kok." Kata Muslim meringis tersenyum.
"Sebelum mengirim pemuda tampan ini kesana, kita harus mempersenjatainya terlebih dahulu dengan beberapa mantra." Kata seorang siswi berambut pendek dengan poni rata mirip Dora.
"Ngapain sih Mol, pake dipersenjatai segala. Biarin aja dia disana tanpa bantuan apa-apa," sahut seorang siswa. "Biar dia tahu rasa...!"
"Kalian nggak boleh kejam seperti itu." Kata siswi itu kembali. "Dia mungkin layak mendapat hukuman, tapi kalian harus ingat, kita tidak boleh berlaku begitu kejam dengan membiarkannya masuk kesana tanpa bekal apa-apa. Kalian tahu? Masuk kesana tanpa dilengkapi suatu mantra bisa sangat berbahaya. Anak ini bisa-bisa mati!"
Semua murid tertegun, terutama Muslim. Bisa mati...? Nggak bercanda nih?
"Murid baru ini bisa kesurupan disana, iya kalau cuma kesurupan, kalau sampai lemes karena auranya habis dihisap dan mati gimana? Apa kalian mau tanggung jawab? Bisa-bisa kita semua bakal dipenjara karena secara tidak langsung dianggap telah membunuhnya. Kalian mau jadi pembunuh, hah...!?" tanya siswi berambut Dora.
Muslim berdehem. "Maaf, siswi itu siapa ya?" bisiknya ke Tony yang ada di dekatnya.
"Dia? Salah seorang murid aneh di kelas kita, Molly namanya." Jawab Tony. "Dialah cenayang yang sudah menerawang Bilik 7 itu dan mengatakan bahwa disana merupakan kelas ghaib yang diisi oleh tujuh murid hantu tak kasat mata."
Kelas ini juga punya bibit cenayang? Pikir Muslim dalam benaknya. "Kelas 11E lengkap amat ya. Dari memiliki seorang calon jaksa seperti Ethan, sampai memiliki sosok calonarang, eh maksudnya seorang cenayang."
Impresi pertama yang ditangkap Muslim dari sosok yang katanya cenayang itu memang lah seorang siswi perempuan dengan tampilan aneh. Ekspresi tatapan matanya juga selalu datar. Kosong tanpa ekspresi sama sekali. Aura yang dipancarkannya pun aura tanpa warna. Mirip seperti tokoh Lucy dalam film kartun The Loud House. Pancaran aura ghotic yang kental. Belum lagi siswi bernama Molly itu ternyata memakai selendang biru kehitaman yang diikat di belakang tubuhnya. Mirip kayak Superman, atau Supergirl deh.
"Terus itu kenapa dia pakai jubah? Bisa terbang?" tanya Muslim.
"Itu sih baru beberapa bulan ini aja." Jawab Tony. "Setelah tu anak nonton film Dr.Strange."
Melihat keanehan itu, Muslim tak sengaja tergelak tertawa keras.
Seakan merasa bahwa Muslim sedang mengejek dirinya, Molly mendekati Muslim. "Kenapa kau tertawa? Apa yang kau tertawakan?" tanyanya datar, namun nampak kesal.
"Tidak," Muslim melumat bibir bawahnya menahan tawa.
"Namaku Molly, kau bisa memanggilku Moll Dryer II." Siswi cenayang itu memperkenalkan diri.
Kali ini Muslim tak bisa menahan tawanya lagi, apalagi sesudah Molly memperkenalkan namanya. Molly menyebut dirinya sebagai Moll Dryer II dimana itu merupakan nama penyihir wanita asal Maryland Amerika Serikat yang terkenal di abad ke 17. Ceritanya setengah tubuh Moll Dryer konon menjadi batu akibat suatu mantra.
Muslim coba menunduk seraya sedikit cekikikan.
Dengan keras Molly menghentakan kakinya. "Apa ada yang lucu, tampan?" tanyanya kesal.
Muslim mengangkat kepalanya sambil menggeleng ketakutan. "Tidak, tidak ada."
"Tunggu sampai kamu memasuki kelas ghaib dari murid-murid tak kasat mata itu. Kita lihat, apa kau masih bisa tertawa seperti ini atau tidak." Ancam Molly.
"Yes madame." Gumam Muslim.
"Disana, kamu akan melihat kengerian-kengerian yang tak pernah dilihat oleh siapapun." Kata Molly lantang. "Kelas ghaib itu dihuni oleh enam orang murid Belanda dan seorang putri dari tentara Jepang, yakni Peter, Ronald, Lucinda, Mathias, Jansen, Van Idel dan Nishima, putri dari Kapten Nohogaki. Mereka semua adalah hantu yang sulit dijinakkan."
"Jadi 6 anak kompeni dan seorang wibu," gumam Muslim.
"Mereka terkenal sangat usil apalagi terhadap murid baru tak tahu diri sepertimu. Jika kamu melihat mereka di dalam sana, kusarankan jangan pernah tatap wajah mereka, karena itu akan membuat mereka sangat marah. Aku tidak menjamin keselamatanmu di dalam sana jikalau mereka tidak suka denganmu. Oleh karena itu aku akan sedikit berbaik hati padamu." Molly menarik sebelah tangan Muslim. Dia lalu memejamkan kedua mata sambil mulutnya komat-kamit tak jelas. Samar-samar Muslim dapat mendengar apa yang Molly rapalkan.
"Sashwua hemu buaakake jamemu toteeee,"
Muslim terheran-heran, tak tahu harus bereaksi apa ketika Molly memantrai dirinya. "Ini semacam jampi-jampi Voodoo atau apa?" gumam Muslim. Dengan cekatan Muslim kembali menarik tangannya dari tangan Molly sebelum Molly selesai memantrai dirinya. Seolah Muslim menolak terlibat atau hanya tak ingin menanggapi sesuatu yang nampak seperti sebuah kemusyrikan kecil dari kacamata keilmuannya.
"Apa yang kau lakukan!?" tegur Molly. "Aku belum selesai memantraimu."
"Tak perlu," jawab Muslim. "Aku ... yakin tidak apa-apa."
"Kamu sok berani atau memang bodoh?" ledek Molly. "Sudah kubilang kau tidak akan selamat dari sana tanpa mantra pelindung dariku. Jika kamu sampai kenapa-napa, maka kami semua yang ada di kelas ini yang akan menjadi tersangka. Kami semua bisa kena getahnya."
"Itu benar," sahut para murid bergantian. "Kita semua akan disalahkan jika terjadi sesuatu pada murid baru ini. Grade C juga akan terseret-seret dalam masalah ini nantinya."
"Ya, kita tidak ingin itu terjadi kan."
"Molly, selesaikan mantramu. Paksa dia!!" pinta Tony.
"Tunggu, tunggu dulu." Cegat Muslim tersenyum. "Insha Allah aku nggak bakal kenapa-napa kok. Aku yakin sama Allah SWT aja. Tuhanlah tempat berserah dan perlindunganku." Tegas Muslim.
"Halah sok alim loe badut!" ledek seorang siswa.
"Molly, gini aja," lanjut Muslim menatap Molly. "Aku akan masuk kesana tanpa mantra. Jika aku tidak kenapa-napa, dan berhasil keluar dari sana dengan selamat bahkan tanpa kesurupan, apa kamu mau menanggalkan kebiasaanmu merapalkan mantra?" Muslim memberi tawaran. Dia melihat kesempatan bagus untuk memberi pelajaran atau dakwah kebaikan bagi Molly. Demi dapat meluruskannya dari kebiasaan yang dianggap Muslim tak baik dipraktekkan itu.
Molly terdiam dengan tawaran Muslim.
"Jangan mau Moll, kalau dia kenapa-napa gimana?"
Cukup lama sang cenayang berpikir. Sampai akhirnya Molly tertantang. "Baiklah, aku setuju."
Muslim dan Molly berjabat tangan.
"Kalian tenang saja, jika terjadi apa-apa, kalian bisa menyalahkanku. Aku akan bertanggung jawab sepenuhnya." Kata Molly. "Kalian bisa percaya padaku."
"Ya sudah. Kami nggak mau tahu ya Moll, ini semua sudah menjadi tanggung jawabmu. Ini perjanjian kalian berdua, kami semua nggak ada urusan jika murid baru ini kenapa-napa."
Molly mengangguk dengan ekspresi datarnya. "Tenang saja kawan-kawan. Murid baru ini akan mendapatkan pelajaran yang bagus di dalam sana. Itu kan yang kalian inginkan? Setidaknya dia akan ketakutan setengah mati di dalam sana atau dikerjai habis-habisan oleh para murid hantu usil itu, kita lihat saja." Molly merasa yakin bahwa keangkuhan Muslim sebagai kaum beragama yang congkak itu akan luntur ketika sudah berada di dalam Bilik 7. Molly menantikan moment itu, ketika Muslim nanti kesurupan atau minimal keluar ketakutan.
Oleh karena ingin melihat itu, maka ia setuju dengan tantangan dari Muslim.
Ini akan menjadi tugas pertama Muslim, menginsyafkan salah seorang murid dari kebiasaan yang menurutnya bisa menjauhkan orang itu dari Rahmat Tuhan.
Para murid 11E kemudian mulai hendak membawa Muslim menuju Bilik 7 yang dimaksudkan. Letaknya berada di bagian belakang sekolah Jati Harapan, jauh di samping gudang, bersebelahan dengan parkir sepeda dan kenderaan roda dua. Muslim dikawal oleh para murid 11E menuju ke ruangan paling angker di sekolah tersebut. Terjadi kegaduhan di jam istirahat saat tersiar kabar seorang murid akan dibawa kesana. Para murid dari kelas lain melihat Muslim diarak menuju ruangan itu. Sebagian besar dari mereka bertanya-tanya apa yang sudah dilakukan murid malang itu sehingga para murid 11E kompak untuk membawanya ke bilik seram dan paling menakutkan di sekolah mereka.
Mayoritas para murid Jati Harapan telah mendengar kabar bahwa murid baru di kelas 11E telah melakukan penghinaan kepada Grade C sehingga ia layak dihukum.
Dari kejauhan, seorang siswi manis berambut terikat ke belakang yang sedang duduk sendirian sambil memegang sebuah buku, nampak perhatiannya teralihkan. Siswi itu melihat bagaimana Muslim dibawa dan diarak menuju Bilik 7. Dia juga sedang bertanya-tanya dalam benaknya, apa salah dari pemuda itu? Entah apakah ia sedang merasa kasihan kepada Muslim atau tidak, namun wanita bernama Evita itu hanya menatap Muslim dari kejauhan.
Ya, dia adalah Evita Syamsi yang menjadi gadis Grade tak resmi di sekolah Jati Harapan. Dikatakan tak resmi sebab hanya ia satu-satunya gadis Grade yang tanpa pengikut, tanpa memiliki fans fanatik dan tanpa fanbase seperti gadis Grade yang lain. Dia lebih dikenal sebagai Grade AC hanya karena ia memiliki dua kemampuan sekaligus yakni skill yang dimiliki oleh Aleya atau Grade A dan Cynthia selaku Grade C.
Di dekat kantin yang dilewati oleh Muslim, ternyata juga ada Cynthia disana sedang bersama teman-teman hangout-nya. Cynthia menyeringai puas melihat Muslim digiring. "Ternyata hukuman yang mereka jatuhkan padanya adalah dikurung di bilik itu? Mereka kejam juga," kata Cynthia nampak berbahagia diatas penderitaan dari pria yang sudah menghinanya.
Muslim menoleh ketika tepat melewati selasar kantin, ekor matanya melirik ke arah Cynthia. Kedua mata mereka saling bertemu. Sepasang mata menyimpan suatu rahasia, sementara sepasang mata lainnya bersinar dengan cahaya keangkuhan dan kesombongan.
"Teman-teman, aku izin pamit dulu ya," kata Cynthia pada rekan-rekan nongkrongnya. "Ada hal menarik yang dilakukan teman-teman sekelasku, dan aku harus melihatnya sendiri." Gumam Cynthia tersenyum lebar. Dia berniat ingin melihat dari dekat bagaimana Muslim mendapatkan hukumannya. Inilah akibatnya jika kau macam-macam dengan gadis Grade, katanya dalam hati.
Muslim pun akhirnya sampai digerbang yang dikunci dengan banyak gembok. Sudah terasa aura keangkeran yang kuat bahkan hanya dengan berada di luar ruangannya. Para murid yang mengantar Muslim pun bergidik, merinding ngeri ketika membawa Muslim mendekat menuju ke pelataran ruangannya. Padahal ini masih siang hari. Apalagi kalau malam.
"Kita sudah sampai." Kata sang madame Strange, Moll Dryer II.