Sera melangkah dengan layu menuju kamar, ia sadar kesalahan yang sudah diperbuatnya sudah sangat fatal, ia tidak menyalahkan siapapun, juga tidak menyalahkan kemarahan Arkan. Dia berhak semarah itu karena yang baru saja Kezia alami berhubungan langsung dengan nyawanya.
Sementara kemarahan Arkan belum mereda, ia mendapatkan panggilan dari Karin. "Mas, Kezia sudah sangat membaik, kata dokter boleh dibawa pulang."
"Pulang besok saja, pastikan semuanya membaik, aku nanti ke sana."
"Baik, Mas!"
Panggilan pun ditutup dan Sera yang sedang merapikan pakaiannya didatangi oleh Haliza.
"Sejak awal memang saya sudah curiga kalau kamu ada maksud tidak baik pada keluarga saya!"
Sera diam, ia sedang tidak ingin berdebat, dalam pikirannya kini hanya ingin tahu bagaimana kondisi Kezia.
"Ingat! Dimana pun kamu bekerja, jangan pernah berpikir kamu bisa seenaknya!"
Sera yang sedang merapikan pakaian, kini diam dan menatap ke arah Haliza. "Saya tidak tahu kebencian dengan dasar apa anda pada saya. Tapi, saya juga hanya mengingatkan, tolong jangan terlalu memanjakan mereka!"
"Tidak perlu sok ngatur! Saya lebih paham!"
Benar-benar tidak ingin berdebat, Sera pun pamit setelah semua pakaiannya selesai dikemas, tanpa banyak bicara ia pun turun, Arkan masih ada di sana seolah enggan menatapnya.
"Saya pamit, Pak," ucapnya pelan.
Tidak ada satu kata pun terucap, Arkan masih membuang muka. Sementara kedua asistennya Tuti dan Aini nampak begitu sedih ketika hendak ditinggalkan Sera. Semenjak Sera di rumah, semua terasa lebih mudah, perlahan si kembar pun sedikit bisa dikendalikan. Sera juga sangat ringan membantu pekerjaan lain, padahal si kembar sudah membuatnya sangat kesulitan.
Sera kembali melangkah, meski ia tidak tahu harus pergi kemana sekarang, arah langkahnya seperti tak memiliki tujuan.
"Tunggu!
Seketika semua mata tertuju pada suara itu.
"Ayah, tadi Kezia minum jus strawberry itu bersamaku, aku sudah mencegahnya tapi dia terus merengek, kemudian aku pergi keluar untuk bermain dan jus itu ku letakkan di meja, sehingga Kezia meminumnya tanpa sepengetahuanku," ucap Kenzo. "Karena wanita itu sudah membiarkan Kezia meminum jus itu, seharusnya dia tidak pergi dan harus menjaga Kezia sampai sembuh!"
Entah apa maksud ucapan anak berusia 10 tahun itu, mungkin Kenzo sedang menahan kepergian Sera dengan caranya.
Arkan menghela napas panjang kemudian memijat keningnya pelan. Sera terdiam sejenak, ia pun kembali pamit karena tidak ada yang menahannya.
Langkah kaki gamang menyusuri pekat malam, tak tahu akan kemana tapi Sera yakin Tuhan bersamanya.
****
.
.
.
Waktu menunjukkan pukul sebelas malam ketika Arkan melajukan mobilnya menyusuri pekatnya malam. Kezia sudah sangat membaik dan disuruh pulang oleh dokter.
Ia berkeliling sendirian berharap tujuannya sampai, Sera tidak bisa dihubungi semenjak pergi, ponselnya tertinggal di kamar, menyadari ponselnya bisa akses, ia sedikit lancang melihat isi di dalamnya, ditemukan banyak catatan yang berhasil membuat Arkan diliputi jutaan rasa bersalah.
Tapi, ia nyaris menyerah ketika tidak tahu harus mencarinya kemana lagi, setiap sudut kota disusuri dan tidak menemukan apa pun.
Hingga ... seseorang yang ia cemaskan itu berada pada pandangannya sedang asyik menyantap semangkuk mie ayam.
"Sera!"
Wanita itu nyaris tersedak ketika menyeruput suapan terakhir mie nya.
"Pak Arkan?"
"Ponselmu tertinggal!" Arkan menjulurkan tangannya.
Sera langsung merogoh tas dan tidak menemukan ponsel miliknya. Lalu ia mengambil ponsel itu. "Terimakasih, aku lupa."
"Pulanglah!"
Sera diam sejenak. "Aku akan stay di sini untuk mencari pekerjaan."
"Pulang ke rumahku!" Tanpa banyak bicara Arkan membawa tas berisi pakaian itu lalu menyimpannya di mobil.
"Tapi, Pak ..."
"Pulang denganku, aku membutuhkanmu ..."