BAB 8

974 Words
Tubuh Ayana kaku sepertinya akan remuk, Daniel tega sekali, menyuruhnya tidur di sofa. Sementara dia tidur dikasur yang empuk. Tapi Daniel masih berbaik hati memberinya bed cover dan bantal, setidaknya laki-laki itu mau menampungnya. Daniel tidak mungkin tega membiarkannya menjadi gelandangan dijalan. Ayana menegakkan tubuhnya, Ayana teringat ucapan laki-laki itu untuk menantang menaklukkan hatinya. Bela menyatakan hal yang sama, wanita yang bisa menaklukkan hati Daniel, merupakan wanita yang hebat. Bodohnya wanita-wanita itu rela mengantri untuk menjadi kekasih Daniel. Apa yang sebenarnya mereka cari dari Daniel? Daniel jelas-jelas berkepribadian yang buruk, egois, dan kasar. Ayana mulai berpikir, bagaimana ia akan menaklukan hati Daniel. Ayana mulai berpikir keras. Sepertinya ia harus segera mencari cara, menaklukan Daniel. Ayana melipat bed cover ditaruhnya ke sudut sofa bersama bantal empuk. Ayana bergegas mandi sebelum sang pemilik apartemen itu bangun dari tidur. Ia pastikan akan terlihat cantik, ketika laki-laki itu terbangun. Ayana mengaduk koper miliknya, mencari baju yang pas untuk menarik perhatian Daniel. Ayana tetap memilih rok mini berwarna hitam, di padukan dengan singlet merah bertali spageti. Ya penampilan seperti ini terlihat menggoda. Ayana sengaja menggulung rambutnya hingga keatas, agar menampakkan leher jenjangnya. Ia yakin Daniel akan tergoda jika menatapnya seperti ini, Ayana tertawa memikirkan ide gilanya. Ayana menatap cermin, menatap penampilannya sekali lagi, agar terlihat alami. Ayana cukup puas dengan penampilannya. Rok mini yang dikenakannya cukup menggoda. Ayana membuka kulkas, mengambil buah apel, dan menyeduh coffe. *** Daniel membuka matanya secara perlahan, ia mendengar suara Tv menyala. Daniel menegakkan punggungnya, ia merenggangkan ototnya. Daniel teringat, Ayana kini sukses masuk kedalam hidupnya. Daniel berdiri, mencari keberadaan Ayana. Daniel menemukan sosok yang ia cari, Ayana berdiri di pantri, ia membuka kulit buah apel, menatap kearah Tv, ia tertawa menonton spongebob tokoh kartun berwarna kuning itu memang menggelikan, yang kini digemari banyak anak-anak. Walaupun di tonton secara berulang-ulang tapi tidak pernah bosan. Ayana tertawa, tawa itu begitu renyah terlihat natural. Ayana menggulung rambutnya keatas, ada beberapa bagian rambut Ayana menjuntai dibagian leher. Hingga Daniel ingin sekali merapikan anak rambut itu. Ayana menyadari keberadaanya, ia tersenyum. Senyum itu begitu menggemaskan. Ayana melambaikan tangan, menyuruhnya mendekat. Daniel diam dan melangkahkan kakinya. "Mau sarapan buah?" Tawar Ayana. Daniel mengerutkan dahi, sepertinya pertikaian semalam sudah hilang. Daniel tidak ingin berlarut-larut memperdebatkan masalah yang sama. Ayana terlihat bersahabat. "Boleh". "Saya juga sudah menyiapkan coffe tanpa gula untuk kamu". "Ya terima kasih". Ayana meletakkan piring buah dan secangkir kopi buatannya di atas meja. "Kamu tidak kerja?" Tanya Ayana. "Kerja, gedung tempat kerja saya tidak jauh dari sini". Ayana mengangguk, "sorry, saya tidak bisa masak, tidak apa-apa kan kita sarapan buah saja". "Oh, tidak apa-apa". Ayana terdiam, di tatapnya Daniel, bahkan saat bangun tidur seperti ini, laki-laki itu masih terlihat tampan. Ayana mencoba tidak membahas apa yang telah terjadi semalam. Ia tidak memancing emosi laki-laki itu. Ayana ingin bermain secara halus untuk menaklukkannya. Daniel meraih cangkir putih, disesapnya caffein, masuk ketenggorokkanya. "Jika membuat kopi, pakailah air yang benar-benar mendidih. Rasa kopi akan berbeda dengan air yang diseduh di dispenser dengan air yang benar-benar mendidih. Kamu bisa menyalakan kompor elektrik itu". Ayana menopang wajahnya dengan siku. "Saya tidak tahu ada perbedaan seperti itu, bukan kah sama-sama air panas". Daniel meletakkan cangkir itu di meja pantri "Saya salah satu penikmat kopi, jadi tahu apa bedanya". "Jadi kamu pernah mencoba semua jenis kopi?" Ayana mulai mengalihkan pembicaraan tentang kopi. "Ya tentu saja, tapi kopi dari Indonesia lah yang paling nikmat. Kopi Toraja, kopi terenak yang pernah saya cicipi". "Benarkah?". "Tentu saja, apakah kamu akan mencobanya?". "Tentu saja". "Saya menyimpanya di lemari sini" Daniel menunjuk lemari atas. "Nanti saya akan memcobanya, oiya bolehkah ajari saya memasak". Daniel melirik Ayana, ia menaikkan alisnya sebelah. "Kamu benar-benar tidak bisa memasak". "Tidak, saya sebenarnya malu sebagai seorang wanita, sementara kamu laki-laki saja bisa" Ayana mengedikkan bahu. "Oke, kamu akan saya ajari apa?". "Masakan sederhana menggoreng telur, menumis syur, atau kamu punya pandangan lain untuk mengajari saya?". Daniel terdiam, Ayana kini duduk disampingnya. "Setelah saya pulang kerja, saya akan mengajari kamu" Daniel menegakkan tubuhnya berdiri. "Benarkah?". "Tentu saja". "Terima kasih" Ayana tersenyum. *** Daniel benar-benar menepati janjinya, sepulang kerja ia sudah siap dengan bahan-bahan di atas meja pantri stenless. Ayana tertegun menatap Daniel memakai epron putih, ia tidak terlihat aneh memakai itu, bahkan ia terlihat lebih tampan. Ayana melangkah mendekat, pakaian yang ia kenakan tadi pagi sudah berganti dengan celana pendek putih dan kaos V hitam. Ayana mengikat rambut seperti ekor kuda. "Kita akan memasak apa?" Ayana berdiri disamping Daniel. Daniel mengambil telur, "masakan sederhana, omlet sosis". Ayana mengangguk, ia juga mengambil telur, mengikuti intruksi Daniel. Daniel memperkenalkan bahan-bahan dihadapannya. "Kita hanya perlu telur, sosis, keju, minyak dan sedikit garam" ucap Daniel. Ayana terdiam, menatap Daniel. Daniel tersenyum, ia mengambil teflon dan sodet. Diletakkanya di kompor elektrik, Daniel mengambil pisau dan talenan, diletakkanya dihadapan Ayana. "Keluarkan sosis itu dari bungkusannya, kita hanya memerlukan 3 buah sosis saja" ucap Daniel. Ayana mulai mengikuti intruksi Daniel, menyimpannya diatas talenan. "Potong sosis itu" ucapnya lagi. Ayana mengerutkan dahi, "potong seperti ini?" Tanya Ayana, ia memotongnya menjadi empat bagian. Daniel menarik nafas, "bukan seperti itu, potong lagi agak menipis" ucap Daniel. Ayana menatap Daniel ia mengerutkan dahi. Tatapanya beralih ke pisau, pisau itu terlihat tajam, ia takut jika memotong sosis itu terlalu tipis, akan mengenai tanganya. "Saya tidak bisa, pisau ini, bisa melukai tangan saya" Ayana meletakkan pisau itu. Daniel dengan cepat mengambil alih kerjaan Ayana. Jantung Ayana berdegup kencang, karena jarak Daniel begitu dekat. Daniel seakan-akan memeluknya dari belakang. Deru nafas Daniel terasa di permukaan lehernya. "Caranya seperti ini" ucap Daniel, ia memegang tangan lembut Ayana, pisau ditumpu jemari-jemari Daniel. Jemari itu begitu hangat di punggung tangannya. Pisau itu menyisir setiap bagian sosis. Hingga terdengar bunyi antara pisau dan talenan. "Nah seperti ini" Daniel lalu melepaskan pelukkannya. "Setelah itu, masukan sosis kedalam mangkuk kaca, dan pecahkan tiga telur". Ayana mengangguk, ia mengikuti intruksi Daniel, sementara Ayana menahan debaran jantungnya. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD