BAB 7

928 Words
Ayana menjauh, ia berada di salah satu sudut sofa. Baru satu hari berada disini, nyawanya nyaris hilang. Ya Daniel sudah gila, ia laki-laki tergila yang pernah ia temui. Ia seperti di kurung bersama singa, sama saja menyerahakan nyawanya secara cuma-cuma. Ya sebaiknya ia menyerah saja, ia tidak ingin terlibat dengan urusan Daniel. Sumpah, pisau tajam itu hampir mengenai wajahnya, andai saja pisau itu melukai wajahnya, ia akan menuntut Daniel kejalur hukum. Ya Tuhan kenapa ia berada disini, bersama laki-laki sinting itu. Daniel menahan emosi, ia benar-benar emosi atas ucapan Ayana. Daniel dapat melihat jelas, wajah pucat pasi Ayana. Ia terlihat ketakutan, dan tubuhnya gemetar. Daniel menatap pantulan wajahnya dicermin, tetesan air jatuh di permukaan wajahnya. Daniel mengambil handuk yang tergantung, diusapnya dipermukaan wajah. Daniel membuka pintu, ia mencari keberadaan Ayana. Ia menemukan sosok yang dicari. Ayana sedang duduk disudut ruangan. Ia menyandarkan pundaknya di sofa, Ayana sadar keberadaan ya, Ayana menggenggam erat, buku-buku tanganya hingga memutih. Ekspresi wajah itu terlihat gelisah. Daniel berjalan mendekat, sementara handuk dibiarkan dipundak. Daniel menghentikan langkah, ia menatap wajah pucat pasi itu. "Maaf" hanya itu yang bisa ia ucap. "Apa yang kamu lakukan terhadap saya itu keterlaluan, itu bisa membunuh saya" jerit Ayana. Ayana dengan cepat mengambil tas di meja, Ayana berjalan cepat, menuju satu-satunya pintu utama meninggalkan Daniel mematung menatapnya. Ayana setengah berlari menuju lift, ditekannya tombol menuju lantai dasar. Ayana melangkahkan kakinya menuju mall lantai dasar, emporium Melbourne. Mall ini cukup terkenal di Melbourne, entahlah Daniel merogoh uang berapa banyak, sehingga ia bisa membeli apartemen di kawasan cukup elit didaerah sini. Ayana memanjakan mata, melihat manekin-manekin berpose di estalase kaca. Brand-brand terkenal memenuhi setiap sudut ruangan. Setelah puas menatap manekin-manekin itu, Ayana menjatuhkan pilihanya disalah satu restoran cepat saji. Ayana memang menyukai ayam goreng berbalur tepung kerispi, ia tidak pernah bosan memakan ayam goreng itu. Ayana memesan satu paket dan membawa trey berisi paketan ayam, ia berjalan menempati salah satu kursi di sudut ruangan. Ayana menikmati suasana yang berbeda. Tidak lupa ia berselfie, menandai keberadaanya sekarang di akun i********:. Melbourne ya suasana begitu hangat. Tidak menyangka ia kini terdampar di Melbourne demi menjemput laki-laki, yang sama sekali tidak dikenalnya. Ini hal tergila yang pernah ia lakukan selama hidupnya. Ayana juga tidak menyangka apa yang ia lakukan sekarang demi seorang laki-laki gila itu. Seharusnya pulang saja, ia akan segera pulang ke Jakarta, Jakarta lebih baik dari pada disini. Ayana menyandarkan punggung di kursi, mengunyah ayam goreng. Ayana menghentikan aktifitasnya, menatap laki-laki berjalan kearahnya. Dulu Ayana memang menyukai senyum seseorang, senyum menenangkan hati, senyum kebahagian, tapi kali ini ia berani bersumpah, senyum yang dilihatnya begitu mengerikan. "Hey" ucapnya. Ayana membuang muka, mengacuhkan keberadaan Daniel. Daniel menaikkan alisnya sebelah, ia mendorong kursi, lalu duduk menatap Ayana. Bibir Daniel terangkat, melipat tanganya di d**a. "Kamu berada disini ternyata". Suara berat itu terdengar jelas, tapi Ayana tidak bereaksi atas pernyataan Daniel. Ayana lalu mengalihkan tatapnya, ia kembali melirik Daniel. Ayana akui laki-laki dihadapannya sangat tampan, balutan kaos hitam yang sangat pas menutupi tubuh bidangnya. Tubuh tegap itu begitu sempurna. Ayana masih diam, ia mencubit ayam goreng, dan mencoletkan saus sambal, memasukkan ayam saus itu kedalam mulutnya. Ayana tidak bersuara, ia lebih memilih diam tidak menanggapi. "Setelah saya melihat kamu kabur tadi, apa kamu akan pulang ke Jakarta?". Daniel yakin Ayana mendengarkan ucapannya, walau Ayana mengacuhkan keberadaanya. "Jika kamu akan pulang, silahkan dengan senang hati, dan jangan ganggu hidup saya lagi". Ayana hampir tidak percaya apa yang dikatakan Daniel, dengan senang hati laki-laki itu menyuruhnya pulang. Jika ia pulang Jakarta, berati ia kalah. Ya, ia tidak akan kalah, ia pasti akan mengalahkan ego Daniel. Benar apa yang dikatakan orang tua Daniel, Daniel sangat keras kepala, pembangkang, dan egois. Tidak ada seorang pun dapat meluluhkan hati laki-laki itu. Aksi ingin pulang ke Jakarta hilang begitu saja. Ia merasa tertantang untuk meluluhkan hati Daniel. Ayana menghela nafas, kini matanya menatap iris mata Daniel "saya tidak akan pulang, jika kamu tidak pulang bersama saya". Daniel menatap Ayana, ternyata nyali Ayana cukup besar "apa yang kamu inginkan dari saya?". Ayana hanya terdiam, Daniel lalu melanjutkan kata-katanya, "saya tahu kamu menjebak saya, saya tidak sebodoh itu. Apa tujuan kamu sebenarnya hingga kamu mengikuti saya sejauh ini?". Ayana menghela nafas panjang, ditatapnya laki-laki itu lekat-lekat "saya ingin meluluhkan hati kamu" ucap Ayana sepontan. Sumpah itu merupakan pernyataan yang paling absurd yang pernah ia katakan. Meluluhkan hati Daniel? Bisa-bisanya ia mengatakan seperti itu, tepat dihadapan Daniel, sama saja ia menyerahkan nyawanya kepada tawanan ISIS. Daniel mengangguk, ia tertawa "meluluhkan hati saya?". "Iya, kenapa? Apa ada yang salah?". Raut wajah Daniel berubah serius, "kamu menyukai saya?". Ayana terdiam, tangannya memelintir rambut panjang. Ayana memegang sudut meja, ia menahan gugup. Jemarinya Daniel beralih ke dagu Ayana. Dielusnya dagu Ayana kini mendongakkan wajah itu sejajar, agar menatap jelas wajah itu. "Apa yang kamu suka dari saya?". Jemarinya menangkup wajah Ayana, wajah mungil itu menggemaskan. Ayana tidak sejelek apa yang dipikirkannya, terlihat lebih manis jika menatapnya sedekat ini. Iris mata hitamya sangat bening. Daniel beralih ke bibir tipis Ayana. Bibir tipis berwarna merah itu cukup menggoda untuk dicicipi. Bibir seperti ini, lebih nikmat dari pada bibir penuh yang biasa ia cicipi dengan mantan-mantan kekasihnya. Jantung Ayana berdegub kencang, ketika tangan hangat Daniel menyentuh permukaan wajahnya. Ayana hanya terdiam, menahan kegugupannya. Daniel, kenapa menatapnya seperti itu. Tolong hentikan debaran jantungnya. "Kenapa tidak menjawab hemm" gumam Daniel. "Ka...mu tampan, saya menyukai karena ka...mu tampan". Daniel melepaskan jemarinya, "ya saya memang tampan, tapi sayang sekali kamu bukan tipe saya. Saya tidak tertarik dengamu". "Saya akan buktikan kepada kamu, kamu akan bertekuk lutut dihadapan saya" Ayana menggeram. "Buktikan kalau kamu bisa". *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD