"Sabar sesaat saja disaat marah akan menghemat ribuan penyesalan"
***
Siswa-siswi sibuk berlarian dari gerbang menuju sekolah, karena pagi-pagi sudah disapa oleh derasnya hujan yang tiba-tiba.
Mereka melindungi diri sejenak dan menepis air hujan yang membasahi seragamnya.
Aisyah terlihat baru turun dari motor dan buru-buru menarik tangan Ali untuk berteduh di sekolahnya, di lorong anak kelas sepuluh. Ali adalah kakak Aisyah, hari ini ia menyempatkan pulang karena libur sekaligus rindu dengan adik bungsunya itu.
"Bang Ali di sini aja dulu, tunggu hujan reda baru pulang yah," ujar Aisyah sambil menyeka lembut rambut Abangnya yang terkena bekas air hujan. Ali mengangguk dengan tersenyum.
"Kamu kok kurusan dek, biasanya pipi kamu kan bengkak kayak roti yang banyak raginya," celetuk Ali sambil memainkan pipi Aisyah gemas, cewek itu mencibir dan memajukan bibir bawahnya kesal.
"Apaan sih bang, gakpapa biar Aisyah tirus kayak artis korea," balas cewek itu sekenanya, Ali hanya terkekeh pelan.
Pasang mata yang menyaksikan itu melirik kearah mereka berdua, dan saling menyenggol satu sama lain. Bukan Aisyah yang menjadi perhatian, tapi cowok jangkung dengan kaos hitam panjang yang berdiri disebelah Aisyah.
"Itu siapa? Itu yang namanya Aisyah kan, itu pacarnya? ganteng amat njirr"
"Nikmat tuhanMu yang mana yang mau kau dustai"
"Kok mukanya kayak muka jodoh gue"
"Jangan senyum bang, dedek gak kuat"
"itu hidung apa perosotan anak Tk, mancung amat"
Kurang lebih itulah bisikan teman sekolahnya yang berada di sekitar mereka. Ali hanya menggaruk tengkuknya tak biasa diperhatikan seperti itu.
Langit mulai cerah, Ali pun mendongak sekilas dan berpamitan pada Aisyah.
"Abang pulang dulu yah, kayaknya langsung ke pondok dek. Abang cuma mau ambil baju, kamu baik-baik di rumah yah," katanya lembut sambil mengelus lembut puncak kepala Aisyah yang terbungkus kerudung.
Cewek itu mengangguk dengan sendu. Kerinduannya pada sosok sang kakak, hanya terobati dalam beberapa jam saja.
"Apa-apaan nih main elus-elus?" ketus Abbas yang muncul tiba-tiba sambil menepis kasar tangan Ali kesal.
Kedua orang itu menoleh pada sosok Abbas yang kini menatap Ali tajam. Abbas mengenali wajah cowok itu, wajah yang ia lihat satu tahun lalu. Anak pondok yang sering orang-orang dengar.
"Teman kamu?" tanya Ali pada Aisyah yang hanya menatap kaget Abbas yang datang tiba-tiba.
"Cih. Pakai aku kamu lagi, alay bangat lo." cibir Abbas, pasang mata yang berada di sekitar mereka menyaksikan dengan antusias.
"Ini teman Aisyah namanya Abbas," ujar Aisyah mengenalkan cowok itu pada sang kakak, Ali tersenyum hangat pada Abbas kemudian mengulurkan tangan.
"Jadi antum temannya Aisyah," imbuh Ali masih senyum, "Kita dipertemukan disini. Kenalin nama ana Muhammad Ali, senang bisa bertemu dengan akhy." tutur Ali masih bertahan mengulurkan tangannya, Abbas tak membalas uluran tangan cowok itu. Membuat Aisyah mendelik kecil.
"Lo orang arab kesasar dari mana sih? palingan juga bisanya ana antum akhy sama ukhty, sok-sokan pake bahasa arab," tukas Abbas masih mencibir.
Ali hanya menanggapi dengan tenang. Pasang mata disitu hanya terkekeh mendengar celetukan Abbas.
"Abbas, lo kenapa sih?" tegur Aisyah sedikit kesal, Abbas melirik cewek itu dingin.
"Lo juga, ngapain mau-maunya dielus-elus kepala lo sama nih orang? Emang lo anak kucing?" marah Abbas pada cewek itu, Ali hanya menghela pelan dan tersenyum tipis sudah paham dengan kemarahan Abbas yang tak beralasan itu.
"Akhy salah paham," mendengar itu Abbas menoleh pada Ali dan menatapnya sinis.
"Salah paham apaan? Terus maksudnya apa sampe pegang-pegang pipi segala, huh?" sentak Abbas dengan suara meninggi, Aisyah mengerjapkan mata kaget. Pasang mata disitu menutup mulut drama mendengar sindiran pedas Abbas.
"Abbas, makanya lo dengerin dulu. Dia Bang Ali, kakak gue kakak kandung gue," jelas Aisyah sudah kesal.
"Mana ada kakak kan---dung? Huh?" Abbas menelan ludah pahit, nyawanya seakan sudah berkelana di langit tujuh. Ingin ia menghilang sekarang juga. Ditambah anak kelas sepuluh yang menyimak sedari tadi sudah mentertawakan kebodohannya.
"Yaudah Abang pulang dulu," pamit Ali pada Aisyah, kemudian ia menoleh pada Abbas yang masih mematung. "Ana pulang dulu," pamitnya lagi kemudian menepuk pelan bahu Abbas dan menyempatkan mengucap salam.
Setelah kepergian Ali, Aisyah sontak kaget mendapati wajah Abbas yang sudah pucat pasi.
"Bas, lo gakpapa?" tanya cewek itu pelan, Abbas menghela berat sambil menatap kepergian Ali dengan diam.
"Lo tau rumahnya Ibu Susi gak?" tuturnya frustasi, Aisyah menganga bingung.
"Mau ngapain?"
"Mau bilang sama beliau, tenggelamin gue sekarang dilaut afrika." ujarnya getir.
***
Di kelas Abbas masih mematung tak bergeming sedikit pun, penjelasan guru kimianya pun hanya memantul di otak Abbas.
"Tuh anak kenapa? Kemasukan kali yak," senggol Kinos pada Yudi yang sibuk menyatat.
"Kemasukan apa? Setan? Setan takut kali sama Abbas," balas Yudi santai, tanpa menoleh pada Kinos yang sudah mengumpat.
"Lihat itu mukanya pucat bangat kayaknya baru liat setan gitu," tambah Kinos Setengah berbisik, Yudi terkekeh pelan.
"Berarti lo setannya dong? kan yang terakhir nyapa tuh anak kan lo." Kinos mencibir mendengar balasan Yudi yang menyengir tanpa dosa.
"Sssttt sstttt suuuitttt," Desis Kinos pelan berharap Kevin mendengar itu, Cowok itu melirik Kinos yang menunjuk Abbas dengan dagunya. Dan dengan bahasa isyarat menanyakan cowok itu kenapa. Kevin hanya mengedikan bahu pelan.
Tak puas dengan perlakuan Kevin, Kinos menoleh pada Asha dan Eca yang hanya sibuk tertawa gila.
"Lo tau gak si Abbas kenapa?" tanya Kinos sedikit berbisik, Asha dan Eca saling pandang kemudian kompak mengedikan bahu.
"Eh Nos, gak usah urusin Abbas. Dia mau hidupnya gimanapunn tetap ganteng. Nah lo? mandi aja kayak orang gak mandi," cibir Asha sudah terkekeh pelan, Eca mengangguk setuju.
"Napa jadi ngehina gue anjir, cakar juga nih." kesal Kinos sudah ingin melahap keduanya.
"Yang di belakang kenapa bisik-bisik? Mau ibu kasih minum air kimia?" ancam Ibu Naya kejam, Eca, Asha dan Kinos sontak diam. Yang lain hanya menahan tawa.
Setelah lama merutuki dirinya, Abbas berdiri dan mendorong mejanya keras membuat bunyi deritan yang membuat gigi ngilu.
Ibu Naya dan teman sekelasnya menoleh padanya yang kini menatap Aisyah datar.
"Aisyah, temuin gue sama kakak lo!" ucap Abbas tegas, Aisyah meghernyitkan dahi tak paham. Begitu pun teman sekelasnya yang hanya menganga kecil melihat tingkah aneh pemuda jangkung itu.
"Abbas, duduk di kursi kamu. Ibu lagi menjelaskan." tegur Ibu Naya, Abbas menghela berat.
"Bu, ini lebih penting dari senyawanya ibu. Jadi tolong ijinin saya bicara sama Aisyah bentar." tuturnya berani, teman-temannya bersorak gemas.
"Bicaranya nanti pas istrahat." Abbas menggeleng pelan.
"Gak Bu, saya maunya sekarang." kata Abbas masih kekeh membuat Aisyah mengerjap bingung.
"Aisyah, mulai sekarang kenalin gue sama semua orang yang ada hubungan darah sama lo. Entah itu kakek, nenek, om, tante, tetangga, tetangganya tetangga lo, Temannya temannya Abang lo. Pokoknya semuanya berkaitan sama lo," ujarnya datar, Aisyah hanya menganga. Teman sekelasnya menyimak dengan tenang.
"Emangnya kenapa?" tanya Aisyah memberanikan diri.
"Karena gue yakin, gue akan jadi salah satu orang yang spesial buat lo." ucap Abbas tanpa malu, entah mengapa Aisyah jadi susah menelan ludah.
"Karetnya dua dong,"
"Nasi uduk kali,"
"Abbas itu tripleks bukan karet, liat aja mukanya datar gitu,"
"Spesial aja gak cukup,"
"Bang Abbas panutanku,"
"Anak-anak kumpulin buku catatan kalian, ibu mau ngadain ulangan mendadak. Hadiah buat kalian karena ribut dijamnya ibu" sekelaspun bersorak kesal, Abbas perlahan duduk dan masih menatap punggung Aisyah yang sudah membelakanginya. Abbas tidak tau ia tadi melakukan apa.
Penyesalan itu memang datangnya diakhir, dan kita tidak akan bisa merubahnya. Apa yang Abbas lakukan kepada Abangnya Aisyah adalah contoh penyesalan kecil yang sering terjadi disekitar kita.
Begitupun dengan bentuk penyesalan yang ada dalam Al-qur'an. Penyesalan orang-orang dzalim ketika melihat dahsyatnya siksa neraka, penyesalan mereka yang menyia-nyiakan waktu hanya untuk dunia tanpa sedikitpun memikirkan akhirat yang abadi. Penyesalan mereka yang tak pernah mengerjakan amal shalih dan masih banyak lagi penyesalan-penyesan lainnya.
Sungguh penyesalan tidak akan mengubah apapun dihari itu, maka dari itu marilah kita berlomba-lomba meningkatkan kebaikan, meningkatkan amal shalih agar tidak ada penyesalan-penyesalan di hari kiamat nanti. Semoga kita termasuk orang yang selamat di hari pembalasan. Aamiin