Aya menggigit-gigit bibir bawahnya sambil melirik kearah Angga, sungguh Aya tidak tahu harus berbuat apa. Hatinya masih belum terenyuh saat mendengar pernyataan cinta Angga, meski pria itu menyebalkan tetapi dibalik sikap menyebalkannya tersimpan sifat hangat yang mampu membuatnya terlindungi. Tidak Aya pungkiri jika Angga memang tampan tapi? Terlalu munafikkah dia atau terlalu bodohkah dirinya hingga tidak mampu mengenali perasaannya sendiri. “Mas Angga kasi Aya waktu ya!” Ujar Aya pada ahirnya. Angga melepas kedua tangannya dari bahu Aya. “ok! Gue bakal tungguin jawaban Lo, kalau pada ahirnya Lo memang nggak bisa menerima gue! Ya—mau bagaimana lagi? Namanya hati memang tidak bisa dipaksakan.” Aya mengangguk, namun senyumnya terlihat memaksakan diri. Sebenarnya dia masih berfikir