AKHIR DARI SEGALANYA

1613 Words
10 menit berlalu sejak taka mulai melayangkan pukulannya kearah wajahku. “Hentikan… Cukupp….” Itulah kalimat yang bisa menggambarkan apa yang aku pikirkan saat ini. Karena tidak bisa melawan ataupun menghentikan pukulan taka dikarenakan fisikku yang begitu lemah, aku hanya bisa menahan rasa sakit ini sekuat tenaga. ((Bip.. Bip.. Bip..)) Kudengar suara dering handphone yang berasa dari salah satu saku milik Taka. “Halo boss..?? Iyaa boss.. Siap.. Aku akan segera kesana. Oke, Semoga harimu menyenangkan boss…” Ucap taka ke handphonenya yang dia letakkan ke salah satu telinganya dan memberhentikan sejenak pukulannya ke arah wajahku. “Segini dulu latihan kita shinji… Senang bertemu denganmu setelah 2 tahun kita berpisah. Semoga pelatihan hari ini cukup untuk membuatmu ingat apa yang harus kau lakukan jika aku menyuruhmu, pecundang… Hahahaa….” Ucap taka setelah 10 menit lebih memukul wajahku yang akhirnya penuh memar ini. “Sampai jumpa lagii shinjiii….” Taka mengucapkan kalimat itu sambil melangkahkan kakinya menuju pintu toko yang artinya dia akan meninggalkan toko ini. Perasaan lega dicampur sakit memar di wajah dan hidungku yang masih terus mengeluarkan darah, menjadi pengalaman pertama kali dalam selang waktu 2 tahun terakhir ini karena harus menerima nasib bertemu dengan orang itu. Aku menjongkokkan badanku sambil mencari kacamataku yang entah terlempar kearah mana dengan mataku yang susah melihat akibat penyakit rabun yang aku alami ini. Tidak lama setelah aku meraba-raba lantai, kutemukan kacamataku ini tidak jauh ditempat aku menjongkok itu. Tidak terjadi kerusakan apa-apa pada kacamata sehingga aku sedikit lega karena tidak harus mengeluarkan uangku ini hanya untuk memperbaiki atau membeli yang baru. “Ughhhh….” Masih sakit rasanya wajah ini dan tidak ada yang bisa kulakukan karena memang begitulah aku setelah dipukuli. Hanya berdiam dan menerimanya saja. Kulanjutkan pekerjaanku ini dengan duduk di tempat kasir sambil melihat kearah jendela yang menunjukkan orang berjalan kesana kemari tanpa ada tanda-tanda mereka akan memasuki toko ini. Begitulah kehidupanku hari ini. Sungguh kehidupan yang seakan-akan tidak ingin melihatku tenang dalam menjalaninya karena harus bertemu dengan teman sekolah yang membuat kehidupan sekolahku berantakan dan penuh penderitaan. Taka. Selepas lulus sekolah, aku memang ingin pindah keluar kota untuk mengadu nasib dan tentunya tidak ingin bertemu dengan berandalan seperti dia lagi. Tapi apa daya, karena takdir berbicara lain. Takdir tidak membiarkanku untuk hidup tenang, dan membiarkanku bertemu dengan seorang yang tidak ingin aku temui dalam hidupku ini. Pukul 17.00, itulah yang aku lihat pada jam dinding yang berada tepat didepanku. Yang letaknya pas berada diatas lemari pendingin tempat menyimpan minuman-minuman untuk bisa membuatnya dingin. Dengan masih menahan rasa sakit akibat pukulan yang taka ayunkan ke wajahku selama lebih dari 10 menit saat siang tadi. Aku bergegas untuk menutup toko yang sepi dari pembeli dan hanya taka lah satu-satu nya pembeli hari ini, akan tapi tidak bisa dikatakan pembeli karena dia hanya memberikan uang yang kurang dan pergi dengan membawa barang belanjaannya serta meninggalkan bekas pukulan di wajahku. Di area pejalan kaki, dan masih dengan ramainya kendaraan serta orang-orang yang lewat. Aku melanjutkan perjalanan pulangku ke tempatku tinggal, kontrakan kecil yang sebelumnya aku ceritakan yang tidak jauh dari toko tempatku bekerja, dan bisa ditempuh dengan hanya berjalan kaki saja. “Ughhh… Sialann.. Kenapa kehidupanku tidak seperti yang lain. Kenapa aku harus menjadi orang yang lemah dan tidak mampu untuk melawan” Perjalanan yang begitu lama dan begitu menyakitkan sehingga muncullah kalimat tersebut dikepalaku, sambil memegang wajahku berharap bisa meredam rasa sakit. Kulihat sekitarku, begitu banyak pria yang menggunakan jas dan wanita yang memakai perhiasan serta baju mewah. Dan tidak hanya itu saja, mereka disibukkan dengan handphone mereka yang sudah canggih dan kekinian. “Nyaman sekali kehidupan mereka, apakah hanya aku yang tidak bisa menikmati kehidupan seperti itu?? Dan sekarang harus satu kota dengan orang yang akan selalu membuatku sengsara." Sambil memperhatikan keadaan dan memikirkan kehidupanku, yang serba pas-pas an dari aku datang ke dunia ini. Itulah kalimat yang aku katakan dengan nada begitu pelan sehingga tidak ada orang yang berpapasan denganku dijalan mendengarnya. Dari kecil selalu mengalami apa itu kepahitan hidup hanya karena memiliki fisik yang tidak begitu bagus seperti yang lain. Berjalan dengan perlahan dan kaku karena kehabisan energi, mataku memandang kearah cahaya didepan yang bergerak dengan kecepatan tinggi. Setelah cahaya itu hampir mendekat, aku mengetahui kalau itu adalah sebuah mobil box yang berukuran sedang dan tidak terlalu besar. Entah apa yang membuat mobil box itu melaju dengan kecepatan tinggi. Mungkin karena terkejar waktu sehingga mobil box itu melaju dengan kecepatan begitu tinggi dari pada mobil-mobil yang lain, yang dari tadi aku lihat melewatiku yang berjalan kaki. Mobil itu melaju melewatiku dengan arah yang berlawanan, dengan kecepatannya itu membuat aku dan sekililingku merasakan angin yang begitu kencang hingga membuat kacamataku sekali lagi terhempas dari kepalaku. Buram serta kurang bisa melihat sekitar dengan jelas karena kacamataku yang terhempas entah kemana membuat diriku bingung untuk mulai mencari keberadaan kacamataku itu. Aku mulai menaruh tanganku di lantai trotoar yang kasar dan berdebu untuk menemukan keberadaan kacamataku. Lebih dari 5 menit aku mencari kacamataku ini, dan akhirnya aku menemukannya tidak lama kemudian. Sungguh lega aku bisa menemukan kacamataku ini, karena melihat dengan tidak jelas atau rabun ini membuat kepalaku pusing, apalagi setelah aku menerima pukulan dari seorang berandalan tadi yang kekuatannya tidak menurun dari saat aku dibangku sekolahku dulu. Setelah aku menemukan kacamataku tersebut, aku melanjutkan perjalanan pulangku. Dan sekitar 10 menit berjalan dari tempat kacamataku terlempar akibat cepatnya mobil box yang lewat tadi, akhirnya aku sampai ke gang kontrakanku, gang yang sempit hingga tidak ada mobil yang bisa melewati gang ini. Keadaan yang kumuh dan memang tempat untuk para gelandangan tinggal itulah yang dapat menggambarkan keadaan gang yang aku lewati saat ini. Tidak lama aku berjalan di gang tersebut, akhirnya aku sampai ke kontrakanku dengan dua jendela di sisi kanan kiri dan satu pintu masuk yang berada di tengah-tengah jendela tersebut. Aku membuka pintu dan masuk kedalam kontrakanku, lalu melepaskan sepatuku dan menaruhnya disebelah kiri pintu masuk, tempat aku biasa menaruhnya. Dengan pemandangan dua sofa dan satu meja diantara sofa tersebut selayaknya ruang tamu dirumah pada umumnya, aku berjalan kearah kanan dan membuka pintu yang ada disitu untuk memasuki kamar tidurku yang menyatu dengan kamar mandi didalamnya selayaknya kosan dengan kamar mandi dalam. Hanya satu kasur kecil yang ada dilantai tempatku biasa beristirahat dalam kelelahanku melakukan kegiatan sehari-hari ini. Lalu aku berjalan kearah kamar mandi yang ada didalamnya untuk sedikit membasuh wajahku supaya bersih dari kotornya dunia yang aku jalani saat ini. Aku mencari perban yang ada dilemari sekitar tempat tidurku itu, karena memang hanya ada satu lemari disitu. Aku menempelkan perban ke wajahku yang memar dan dengan perut yang terasa lapar langkah kaki yang perlahan akibat kelelahan, aku mengambil teko lalu mengisinya dengan air yang aku ambil di keran air kamar mandi ku. Menunggu airku yang didalam teko mendidih, aku mengambil sisa mie instant yang ada disekitar kamar tidurku lalu menyiapkannya seperti biasanya orang-orang membuat mie cup instant. ((Tuuuuuuuuuutttttttt……)) Teko yang berada diatas kompor gas yang berada tepat didepan kamar mandi ku mulai berbunyi menandakan air yang ada didalamnya mendidih. Langsung kuambil teko tersebut dan aku tuangkan air panas tersebut ke cup mie instan yang telah aku siapkan sebelumnya. Setelah airnya meresap kedalam mie yang ada didalam cup mie instant tersebut, aku mengangkat mie tersebut dengan menggunakan sumpit dan meniupnya supaya menjadi tidak terlalu panas saat aku makan. ((Sluuuuurrpppppppp……)) Aku memakan mie instantku tersebut selama 5 menit untuk menghilangkan rasa laparku. Selesainya makan, aku langsung membereskannya supaya tidak berserakan disekitar kamarku dan langsung beranjak ke kasur yang tipis, yang berada dilantai untukku beristirahat dari lelah dan kerasnya kehidupan yang aku jalani hari ini. “Ughhh… Sungguh taka tidak main-main memukulku tadi” Sambil mengucapkan kalimat tersebut dengan nada biasa yang keluar dari mulutku. Aku tidur sambil menahan rasa sakit diwajah ini, dan berharap hari esok rasa sakit yang diakibatkan oleh luka ini bisa menghilang dan kehidupanku tidak seberat hari ini. 30 menit telah berlalu sejak aku meletakkan tubuhku ke kasur, dan masih belum mengantarkanku ke dunia mimpi yang biasa terjadi saat sudah berada di kasur. Gelapnya kontrakan, heningnya suasana malam, dan rasa sakit di wajah yang masih belum hilang yang dapat menggambarkan keadaanku saat ini. Dengan ditemani bantal dan selimut, aku kembali berusaha untuk tidur, tidur, dan tidur. Tidak lama kemudian, ada rasa yang begitu aneh di d**a kiri tepatnya disebelah jantung. Rasanya nyeri yang tidak tertahankan dan juga aku mengalami kesulitan dalam bernafas ((Aaarrrghhhhh…… Obaattt.. Aku butuh obaatt… aarrgghhhhh)) Aku mencoba untuk bangun dengan wajah yang masih sakit. Aku merangkakkan badanku ke arah lemari tempat aku mengambil perban tadi untuk mengambil obat-obatan yang biasa aku gunakan untuk mengatasi penyakit ini. Penyakit ini kadang-kadang datang kepadaku sejak aku masih menduduki bangku SMA. Ingin rasanya untuk mengobatinya tapi keadaan tidak memungkinku untuk pergi berobat ke dokter. Jadi hanya obat-obatan biasa kugunakan untuk mengobati rasa sakit ini. Tapi kali ini rasa sakitnya berbeda, tidak seperti sebelumnya yang aku masih bisa berjalan mengambil obat yang ada di lemari, rasa sakit yang kurasakan begitu parah hingga aku kesulitan untuk merangkak kearah lemari tersebut. “Uggghhhhhhh…. Kenapa sekarang penyakit ini begitu sakit??? Apakah aku akan mati??? Padahal aku masih belum menikah. Padahal aku masih belum merasakan nikmatnya hidup di dunia ini. Jangan bercanda…!!!! Oh dewaa…..!! Kenapa engkau membuatku tinggal di dunia ini tanpa adanya sedikitpun kebahagiaan yang aku alami?? Padahal aku sudah cukup bersabar…!!! Kenapa kau tidak adil kepadaku…!!!" Dengan mata yang sudah mulai tertutup, dan kepala yang sudah mulai pusing. Aku meneriakkan kalimat tersebut dikepalaku karena tidak menerima kehidupan yang telah aku jalani dan berakhir begitu saja. “Yah… Mungkin inilah yang terbaik…”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD