Sebuah Pembuktian

1266 Words
Cathy kembali ke kamarnya dengan membawa nampan berisi bubur dan segelas teh hangat. Gadis itu masih tampak sangat cemas, padahal ia sudah sering merawat suaminya ketika sakit, namun gadis cantik itu selalu saja merasa sedih dan mengkhawatirkan Devan. Cathy bahkan sering sekali mempelajari tentang penyakit Devan di internet, konsultasi dengan dokter dan bertanya-tanya pada teman-temannya di kampus yang mempunyai penyakit yang sama dengan suaminya. Cathy bahkan punya buku catatan tersendiri mengenai penyakit Devan, padahal Devan sendiri sepertinya sangat cuek dan tak pernah peduli dengan penyakitnya. Tapi istrinya yang malah sangat peduli dan benar-benar memperhatikan dirinya sampai seperti ini. Betapa beruntungnya Devan bisa memiliki gadis cantik yang begitu sangat mencintainya seperti Cathy. "Sayang! Kamu tidur apa pingsan? Jangan buat aku parno deh!" Ujar Cathy sambil meletakkan nampan yang ia bawa diatas laci. "Hm!" Devan langsung membuka kedua matanya, menyambut kedatangan istrinya yang selalu memakai gaun malam yang agak menerawang, membuat Devan selalu berdebar tak karuan namun selalu ia tahan-tahan setiap malam. "Udah agak mendingan atau masih sakit banget perutnya?" Tanya Cathy sembari menyentuh kening suaminya yang mulai terasa hangat, pasti tanda-tanda Devan akan demam. "Lumayan." Jawab Devan singkat. "Makan dulu abis itu minum obat ya!" "Hm." Angguk cowok itu. Cathy pun segera membantu suaminya untuk bersandar di kepala ranjang, lalu ia mulai menyuapi suaminya dengan bubur beras merah yang ia buat sendiri beberapa saat yang lalu. Cathy meniup bubur tersebut lalu menyuapkannya kepada Devan, hingga lima suapan namun Devan sudah tak mau memakannya lagi karena perutnya yang mual. "Untung obat kamu masih ada, tapi kayaknya yang cair harus mulai di ganti deh, besok biar aku suruh mang Diman beli di apotik. Kamu minum yang tablet aja ya!" "Kamu kan tau saya nggak bisa." Jawaban Devan langsung membuat Cathy menghela nafas berat, suaminya ini sudah besar tapi masih saja susah untuk minum obat berbentuk tablet, selama ini Devan selalu minum obat berbentuk cair, tapi masalahnya saat ini hanya ada obat berbentuk tablet. "Digerus ya!" Bujuk Cathy. "Nggak! Pahit." Devan menggeleng keras, digerus apalagi, rasanya yang pahit benar-benar membuat cowok itu malas untuk minum obat tablet. "Nggak bakalan pahit, inikan obat jenis antasida. Rasanya manis kayak permen mint gitu kok." "Enggak Cathy enggak!" "Hhh... Lha terus gimana dong? Ini nggak mau itu nggak mau, kan aku jadi bingung..." Keluh Cathy dengan nada sebal. Kalau sedang sakit, Devan selalu saja seperti anak kecil, benar-benar sangat bertolak belakang dengan Devan yang biasanya angkuh dan sok cool. Kalau begini jadinya tak ada cara lain lagi selain ciuman, memasukkan obat menggunakan lidahnya ke dalam mulut Devan akan lebih efektif bagi Cathy. "Buka mulutnya!" Titah Cathy. "Mau apa?" Devan tampak heran. "Buka aja pokoknya! Awas kalau ditutup." Ancam Cathy. Devan pun akhirnya menurut, ia membuka mulutnya, meskipun ia merasa bingung dengan apa yang akan dilakukan oleh sang istri. Cathypun langsung memasukkan obat dan teh ke dalam mulutnya, lalu setelah itu langsung saja ia bekap mulut suaminya dengan mulutnya membuat Devan langsung melotot karena ulah istrinya. Cathy memasukkan lidahnya ke dalam mulut Devan yang otomatis langsung membuat obat dan teh yang ada di mulut Cathy juga ikut masuk ke dalam mulut suaminya. Devan benar-benar terdiam mematung, mulutnya yang terkoyak-koyak seakan diperkosa oleh istrinya membuat cowok itu langsung memejamkan matanya. Setelah semuanya masuk kedalam mulutnya, Devanpun langsung menelannya dan hal itu benar-benar membuat Cathy merasa sangat lega luar biasa. "Hhh... Berhasil kan?" Gadis itu mendesah senang setelah melepaskan ciumannya, Cathy sendiri terlihat tampak biasa saja, namun kenapa wajah Devan tiba-tiba malah berubah menjadi semerah tomat. "Kamu mulai demam deh, tuh wajahnya sampai merah gini, aku kompres ya!" Cathy langsung menyentuh pipi suaminya untuk mengecek suhu tubuh Devan. Devanpun langsung memalingkan wajahnya, berada sedekat ini dengan wajah sang istri benar-benar membuat jantungnya berdebar tak karuan, Devan segera menepis perasaan itu jauh-jauh, ia tak boleh terpesona dengan wajah gadis blasteran Amerika itu. Bibir Cathy yang tebal dan seksi benar-benar mengganggu Devan, bibir yang sudah biasa mencium wajahnya dengan paksa itu entah kenapa saat ini sungguh terlihat menggairahkan. Cathypun kembali menyodorkan minuman ke mulut Devan, dan Devanpun segera meminumnya membuat perutnya langsung terasa hangat. "Ya udah kamu bobok gih! Terus aku kompres." "Iya." Cathypun segera membantu suaminya untuk berbaring, setelah Devan berbaring, gadis itu segera mengambil handuk yang sudah ia peras dari dalam baskom berisi air hangat. Cathy langsung meletakkan handuk tersebut diatas kening Devan. Lalu selanjutnya menyelimuti tubuh suaminya sampai sebatas perut. "Kamu bobok ya! Aku mau ngabisin bubur kamu nih!" Ujar Cathy membuat Devan langsung mendelik heran. "Buat apa? Kenapa nggak dibuang aja? Kamu bisa makan makanan baru, bukan makanan sisa." Protes Devan pada sang istri. "Nggak baik buang-buang makanan sayang... Di luaran sana masih banyak yang butuh makanan kayak gini... Kamu mana pernah lihat aku buang-buang makanan sih? Enggak kan? Bahkan aku udah sering makan makanan sisa kamu, kamunya aja yang nggak pernah tau." Jelas Cathy membuat Devan benar-benar tak percaya dan tak habis pikir, ia baru melihat sisi lain dari diri sang istri. Selama ini Devan selalu memandang negatif istrinya, mengatai istrinya manja, kekanakan, urakan, sombong bahkan kata-kata jelek lainnya. Tapi lihatlah Cathy sekarang! Devan bahkan tak pernah makan makanan sisa siapapun, tapi Cathy malah sebaliknya, gadis cantik yang merupakan anak Sultan itu bahkan tak jijik untuk memakan makanan sisa darinya. "Kamu nggak jijik?" Tanya Devan. "Kenapa aku harus jijik? Aku udah biasa makan makanan sisa milik papa, mama, milik kak Andre dan hal itu nggak masalah buat aku selama makanannya masih bisa dimakan. Dan sekarang aku makan makanan bekas suamiku sendiri, aku malah suka kok." Jelas Cathy membuat Devan benar-benar kagum, cowok tampan itu lantas tersenyum tipis, senyuman yang jarang sekali Cathy lihat bahkan hampir tak pernah. "Kamu senyum? Mimpi apa aku semalem?" Cathy tampak heboh, kebucinannya mulai kambuh, Devan yang terlihat sangat tampan ketika tersenyum membuatnya ingin sekali guling-guling seperti orang gila. Gadis itu merasa amat senang karena telah berhasil membuat suaminya tersenyum meskipun cuma sedikit. "Emang nggak boleh senyum?" Mulai lagi deh, sewotnya keluar. "Ya ampun sayang... Kan aku cuma heran aja, siapa bilang nggak boleh? Bahkan aku pengen lihat senyum kamu tiap hari, kamu tuh makin ganteng plus gemesin banget kalau lagi senyum. Tapi jangan senyum salain sama aku ya! Aku takut orang-orang pada jatuh cinta sama kamu, kamu tuh nggak cuma ganteng tapi juga cantik, nggak cowok nggak cewek semua pada suka sama kamu." Ungkap Cathy. "Tapi saya masih normal." "Hm? Normal gimana? Maksudnya suka sama cewek aja kan?" "Iyalah." Tegas Devan. "Masak? Tapi kok kamu nggak pernah ngasih aku jatah? Apa jangan-jangan kamu..." Cathypun langsung membekap mulutnya pura-pura terkejut. "Cath! Jangan berpikir macam-macam ya kamu!" Seru Devan dengan tatapan tajam. "Gimana nggak mikir macam-macam, kamunya aja selalu biasa aja tiap aku pakek pakaian seksi, aku bahkan udah hampir naked di depan kamu, tapi kamu juga tetep biasa aja. Jangan-jangan kamu emang ben-" "CATHY!" Sentak Devan dengan emosi yang sudah menggebu-gebu, membuat Cathy langsung terdiam mematung. "Kamu mau bukti?" Tanyanya. "Kamu bisa buktiin?" Tanya balik Cathy. "Kamu nantangin saya?" "Dasar pengecut!" Ujar Cathy dengan nada mengejek, Devan benar-benar tak terima dikatai pengecut, iapun segera bangkit dan langsung menarik tubuh istrinya yang langsung jatuh diatas tubuhnya. "Bisa kamu rasakan dia? Sejak tadi saya sudah menahannya setengah mati." Ungkap Devan membuat Cathy langsung menelan ludahnya berkali-kali. Cathy sungguh tak mengira jika milik suaminya kini sudah berdiri sempurna seakan memaksa keluar dari balik celana abu-abu yang Devan kenakan. "Te-terus?" Kini Cathy malah tergagap karena saking terkejutnya. "Tanggung jawab! Puaskan saya malam ini, jika saya tidak puas, kamu akan tau sendiri akibatnya." Ancam Devan membuat Cathy langsung mengangguk-anggukan kepalanya beberapa kali. Kapan lagi Cathy bisa mendapatkan kesempatan selangka ini? Gadis itu benar-benar senang luar biasa karena impiannya selama menikah dengan Devan akan segera terwujud.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD