Hati Ini Terbelah Dua.

969 Words
Hati Ini Terbelah Dua. --------------------------------------- "Emangnya, kita mau kemana, sih". Sambil mematikan serta menyadarkan si oren di bawah pohon mangga, tempat dimana Neno sedari tadi, resah menungguku hingga mengeluarkan kedua taringnya,... hiiii takut!! "Lama banget sih, emang tadi di mana!" "Bisa hilang deh manis gue, kelamaan nungguin di sini...!" "Untung semutnya ga nakal-nakal banget" "Ya bagus dong", timpalku "Jadi terhindar dari resiko diabetes! ", Ha, ha, ha, ha". "Udah ah, yuk anterin", rengek Neno sambil tangannya mengangkat potongan dahan mangga yang sudah kering. "Berangkat !!" ***** Empat puluh lima menit berkendara, sengaja tanpa melalui jalan utama. Menembus beberapa perumahan serta jalan swadaya, Di selingi canda serta tawa hingga akhirnya. "Di sini rumahnya?" tanyaku Perumahan Ini kan persis di belakang sekolah hanya terhalang tembok pembatas Pikirku kemudian. "Iya" jawab Neno singkat. Lalu segera membuka pintu pagar utama , tanpa berbicara Neno masuk kedalam rumah yang di tinggali oleh Tantenya. Suasana rumah tampak sunyi, tak terdengar kegiatan ataupun pertanda keberadaan si empunya rumah. Hanya terdengar gemercik air kolam di tengah taman sederhana ini. "Sen?" panggil Neno sambil menghampiriku yang tengah asyik memberi pakan ikan koi. Tangannya membawa dua gelas teh manis tampaknya, lalu bersanding duduk di sebelahku. Sambil ikut memandangi air dalam kolam Neno berucap, "Tante ku udah berangkat, belum lama", sepertinya perginya kali ini lumayan jauh. " " Memangnya pergi kemana?" " Kerja atau urusan apa? "tanyaku. " Iya, urusan kerja di Australia". Ucapnya datar, kemudian menerangkan bahwa Tante nya adalah seorang "Desain interior" sama dengan pekerjaan sang suami terkadang mengerjakan proyek kliennya. Saat berbicara matanya menatapku sambil tersenyum. Ada getaran aneh yang kurasakan, saat Neno berbicara lembut. Hilang sudah kata-kata, hanya diam menatap matanya. Tak lama..., "Senja...., mau ngga jadian?!" Huuaa.......!!!! "Apa...?, tanyaku setengah tak percaya. " Iya, kita jadian", ucapnya mengulangi pernyataan. Aku jadi salah tingkah bingung harus berbuat bagaimana.. Akhirnya, "Neno kamu kan baru kelas dua sedangkan aku SMA", sekedar beralasan sekenanya. "Emangnya kenapa?, udah deh kita jalanin aja!" sorot matanya tajam penuh harap sambil tangannya memegang tanganku. "He...., eh!" jadi tambah salah tingkah, tak di sangka sebuah kecupan mendarat di pipi kiriku. "Jawab dong, Senja... Ya!?" Neno kembali bertanya. "Ternyata, ngga sepenuhnya benar, pernyataan yang menyebutkan bahwa wanita tidak dapat mengungkapkan perasaannya". Bahkan tindakan ini bukti bahwa , "Wanita memang lebih cepat berkembang dewasa di bandingkan pria". Pikirku. Ku kecup kening Neno, matanya terlihat terpejam, hanya ini jawaban yang ada sebagai satu pertanda yang aku yakin dirinya pasti telah mengerti. Dan begitulah kira-kira, minggu terberat yang aku terima. Berharap selanjutnya akan baik-baik saja,walau hati terbagi dua. Sudahlah, mungkin benar apa yang di bilang, "Jalani saja dulu". Neno kembali kedalam rumah untuk membuatkan kembali minuman yang baru saja kuhabiskan. Mengikuti langkahnya dari belakang dan kembali duduk di sofa teras, tak lama berselang minuman kembali datang namun sang Bibi yang menyajikan. "Neno sedang mengepak pakaian, kalau mau bantu, silahkan!" ujarnya menawarkan. Sempat juga Bibi menjelaskan, sementara rumah ini di tinggal pergi pemiliknya bepergian. Suaminya akan datang untuk menjaga dan membantu mengurusi rumah yang ditinggalkan. Bibi memanduku ke dalam dan menunjukan kamar tempat Neno sedang merapikan beberapa barang. "Mana aja yang mau di paketin, No"?" tanyaku kemudian. Neno menunjukkan dengan jarinya beberapa peralatan kerja yang tampaknya harus di bongkar beberapa bagian, sementara dirinya sedang memilih beberapa pakaian adat yang ada dalam lemari pakaian. Sesekali Neno bercanda, lalu saling berbalas cubitan. Tanpa disangka....! Neno memeluk tubuhku dari belakang, tangannya melingkar erat dengan kepala bersandar di punggungku. "Nenoo! ..., malu ah sama orang!" cegahku kemudian. "Bi Munah lagi pulang,tadi suara motor kedengeran." Neno sudah tahu bi Munah akan pulang untuk menjemput suaminya. Entah kapan kembali. Neno memutar tubuhnya memeluk dari depan dengan wajah saling berhadapan, dan....! Dengan cepat bibir tipisnya menangkap bibirku yang masih diam termanggu. " Neno...!? Cegahku, serta berusaha menjauh. Selangkah ke belakang kaki ini menyentuh tepi spring bed. Tangannya kembali memeluk hingga membuat kami jatuh pada spring bed dan terduduk di tepian. Tanpa melepaskan pelukan, bibir tipis itu kembali melancarkan kecupan bertubi-tubi,dari mulai kening, pipi, leher, dan berakhir pada bibirku. Entah kenapa aku diam saja menuruti, hingga saat bibir itu melumatku, meremas dengan bibirnya sesekali cumbuan ini terasa meniti setiap inci bibirku. Aku menikmatinya. Kembali Neno mendorong tubuhku dengan tangannya, merebahkan tubuhku mendudukkan raganya di atas tubuhku, entah mengapa terasa panas, saat wajahku dilekatkan oleh bibirnya. Kali ini tak bisa menahannya,entah apa yang sedang Merasuki jiwa kami berdua, kulakukan hal yang sama pada dirinya. "Pintu sudah di kunci, tenang saja!" bisiknya seakan mengetahui akan khawatiraku. Bisikan yang di selingi sentuhan lembut jari mengarah bibir, tak kuasa kembali kulumat bibir tipis itu. Tubuhnya seakan kian rapat diatasku, seperti hilang kesadaran ku beralih posisi. Menghujani dengan lebih berani, tiba-tiba...!! Tangannya menyentuh bagian paling sensitif pada tubuhku... Aaargh!! rupanya sengaja, karena terkukis di wajahnya tersenyum penuh makna. Kemudian bangkit, dan membuat ku terpana. Satu demi satu dilepasnya kunci penutup raga , melepas seluruhnya menyisakan katun segi tiga saja. Dan dengan cepat hal serupa pada dirinya. Mataku terpana saat ia melepas busana lantas berkata, "Bagaimana?" dan menyodorkan ke wajahku.membiarkanku menikmatinya. Hingga akhirnya kami mengerang bersama..... Aaarghhh! Neno... nikmatnya..!! ****' Kembali Neno merapikan kemeja yang ku kenakan dan bergegas mengambil tisu yang tengah jatuh dari tanganku. Lantas berkata "Senja, sama halnya dengan kamu..., ini juga hal pertama buatku",Matanya berkaca. "Terpenting kan aku masih dapat mempertahankan." ucapnya sambil mengecup bibirku kemudian kembali tersenyum. Hening sesaat , hanya berpandangan saling menatap tanpa berusaha berfikir apa yang telah kami perbuat. Naluri telah mengalahkan nurani ini dengan hebat. Tak lama terdengar suara kendaraan di beranda depan, bi Munah bersama suaminya telah datang. Pekerjaan pun telah selesai di lakukan hanya menunggu esok untuk petugas paket menjemput kiriman sesuai dengan permintaan tante. Karena waktu telah menandakan jam delapan malam, kami segera berpamitan, kejadian ini tak akan hilang serta membekas dalam ingatan. Di depan pagar rumahnya , hanya sampai itu aku mengantar Neno. Ku cium kembali di keningnya sebelum pamit dan berkata padanya. Selamat malam. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD