Aku hanya tersenyum, memang benar, selama ini aku tak pernah menceritakan apapun tentang diriku kepada sahabat-sahabat ku.
“Ayahku adalah Alex Ambrosio pemilik jaringan restoran, hotel dan resort. Kalau aku tak salah ingat ayahku juga melebarkan sayap mulai masuk ke dalam jaringan rumah sakit. Dapat dipastikan hartaku tak akan habis walau aku tak bekerja dan hanya bersenang-senang” Candaku.
“Ayahmu adalah Raja Bisnis, aku pernah membaca biografi beliau, namun kau adalah anak tunggal, sudah dipastikan kau akan mewarisi kerajaan bisnisnya. Mengapa dia mengizinkanmu masuk jurusan desain? Akan masuk akal kalau kau masuk jurusan Manajemen Bisnis” Tanya Stefany.
Stefany berasal dari keluarga designer, keluarganya memiliki jaringan kuat di bidang butik dan mode, maka dari itu dia dan kakaknya masuk jurusan desain.
“Sejak dari lahir aku menderita sirosis hati, umur 1 tahun aku menerima transplantasi hati dari ayahku, semenjak kecil hingga sekolah tinggi aku hanya bisa menjalani homeschooling, tubuhku sangat lemah. Saat aku meminta sekolah di universitas, orang tuaku menolak dengan keras, lalu aku mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi dan mengalami kecelakaan, aku koma selama satu bulan, setelah aku sadar, orang tuaku memperbolehkan aku melakukan apapun yang aku inginkan” Jelas ku.
Stefany dan Anastasia memelukku dengan erat, mereka menangis mendengar ceritaku, entah mengapa aku juga ikut menangis.
“Aku menderita amnesia setelah kecelakaan itu, aku tidak mengingat apapun selama 19 tahun hidupku” Tambahku sambil masih menangis.
“Tidak apa, mari banyak lakukan sesuatu yang indah untuk mengisi ingatanmu dengan berbagai kenangan indah” Anastasia menepuk bahuku lembut.
“Mengapa kita menjadi mellow seperti ini? Bukankah kau berkata akan membuat kenangan indah bersamaku?” Tanyaku memarahi mereka berdua.
Mereka mengendurkan pelukannya dan malam ini kami habiskan dengan saling bercerita.
Keesokan paginya Stefany mengajak kami untuk lari pagi di taman dekat rumahnya. Taman ini sepertinya khusus dirancang untuk berolahraga, ada track jogging dan terdapat beberapa peralatan olahraga. Arsen pun ikut kami jogging dengan alasan menjaga kami karena khawatir kami hanya 3 orang perempuan. Stefany memang tidak bisa melihat kalau kakaknya sangat menyayanginya.
“Jenny, kau berjalan saja, tidak usah berlari” Seru Stefany.
“Jangan perlakukan aku seperti orang sakit, Stefany” Ujarku tidak suka.
“Kalau kau capek, biarkan aku menggendongmu” tawar Arsen.
“Kakak mau menggendongku?” Tanyaku dengan puppy eyes.
“Tentu saja” Jawab Arsen percaya diri.
“Tidak diragukan lagi, kakak memang lelaki idaman” Pujiku.
“Hentikan, kalian membuatku muak!” Stefany menyeretku.
“Jenny, pada saat pertama aku mengenalmu, aku pikir kau gadis yang dingin” Kekeh Anastasia.
“ha ha ha,” aku hanya tertawa, entahlah, selama 6 bulan ini, dilimpahi curahan kasih sayang dari orang tuaku, sahabat-sahabatku dan orang-orang di sekitarku membuat hatiku hangat, aku lebih mudah mengekspresikan diriku, lebih sering tertawa dan bahagia.
“Stefany, Anastasia, semenjak kecelakaan yang menimpaku, aku merasa tubuhku jauh lebih kuat” Ucapku jujur.
“Kau ini bicara apa” Ucap Stefany.
“Aku tidak membual, aku merasa seperti itu” Yakinku.
“Aku izinkan kau digendong kakakku apabila kau kelelahan” Ucap Stefany.
Stefany mengira aku membual agar Stefany dan Anastasia tidak mengkhawatirkanku, namun aku memang merasa demikian, seingatku aku tak pernah merasa kelelahan.
Di tengah taman ada sekelompok anak muda mengadakan latihan taekwondo, entahlah karate atau taekwondo aku tidak bisa membedakannya, mereka mencoba menguji kekuatan mereka dengan memecahkan kayu dan beton.
Kami berempat menonton di pinggir taman, Arsen memberikan botol minuman untuk kami bertiga,
“Kak Arsen, apakah kakak dapat mematahkan kayu atau beton?” Tanyaku dengan nada manja
“Tentu saja” Jawabnya dengan percaya diri.
“Aku mendapatkan sabuk coklat karate” Tambahnya.
“Wow, kau sungguh luar biasa” Pujiku berlebihan.
Stefany menatap jengah, lalu berjalan ke tengah taman, entah apa yang dia bicarakan dengan salah satu anggota taekwondo itu, lalu dia melambaikan tangan ke arah Arsen.
“Kak Arsen bukankah kau bilang kau bisa mematahkan kayu dan beton” Seru Stefany.
Seketika Arsen menjadi pucat, mungkin dia bisa mematahkan kayu, tapi beton??
Anastasia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, melihat tingkah Stefany yang akan mempermalukan kakaknya.
Aku mengikuti Arsen ke tengah lapang, dalam hati kecilku, aku harus menyelamatkan harga dirinya, karena aku yang pertama memicu stefany menemukan ide untuk mempermalukan kakaknya.
“Buktikan disini kalau kau bisa mematahkan kayu dan beton” Ucap Stefany dingin kepada Arsen.
“Silakan kak” Seorang laki-laki anggota taekwondo mempersilakan Arsen mematahkan kayu dan beton.
Sebelum Arsen beranjak ke tempat eksekusi, aku maju ke depan mendahului Arsen.
“Kakak, maukah kau mengajariku mematahkan kayu ini?” Pintaku manja, kepada pria taekwondo itu
Pria itu salah tingkah karena permintaanku ditambah lagi aku memegang tangannya, walau hanya bajunya yang kupegang, namun pria itu terlihat malu dan pipinya menjadi merah.
“Tentu saja” Jawabnya malu.
“Aku Jenny, kakak siapa?” Tanyaku antusias.
“Mark” Jawabnya tersipu.
“Mohon bimbingannya kak Mark” ucapku sambil mengerlingkan mataku.
Stefany dan Arsen menatap tidak percaya, aku mengeluarkan jiwa playgirl dan segera saja aku menempati tempat eksekusi untuk mematahkan kayu, Mark menjelaskan secara detail cara dan teknik menghancurkan kayu.
“Apa kau yakin akan mematahkan kayu ini? Nanti tanganmu sakit?” Ucap Mark khawatir.
“Apakah kau akan mengobatiku kalau aku sakit?” Tanyaku dengan senyuman.
“Tentu saja” jawabnya mantap.
Anastasia, Stefany, dan Arsen hanya melihat dan menahan nafas, kalau sampai Jenny terluka, mereka harus berhadapan dengan ibunya Jenny.
Aku memfokuskan pikiranku, melakukan apa yang dijelaskan oleh Mark, aku ingin sekali mencobanya. Aku tak memikirkan harga diriku apabila kayu ini tidak patah, imejku adalah wanita lemah yang harus dilindungi haha. Setelah kufokuskan pikiranku.
BRAK!! kayu terbelah menjadi dua.
Semua orang kaget, termasuk Mark.
“Kau sangat hebat Jenny! apakah sebenarnya kau pemegang sabuk hitam?” Tanyanya menggodaku.
Aku hanya menggeleng pelan.
“Boleh aku memecahkan beton?” Tanyaku.
“Apa!!” Anastasia, Stefany, dan Arsen berteriak bersamaan.
“Boleh kan?” Pintaku manja kepada Mark, aku mengacuhkan teriakan mereka bertiga.
Mark seperti kerbau yang dicocok hidungnya, tidak dapat mengatakan tidak pada. permintaanku,
Dan BRAK, beton dapat kuhancurkan dengan mudah.
Tidak hanya orang-orang disana yang terkejut, aku sendiri pun terkejut dengan kekuatan yang aku miliki.
“Fanny, aku akan ke suatu tempat, tolong beritahu ibuku bahwa aku masih di rumahmu” Pintaku, lalu aku berlari mencegat dan memasuki taksi.
Stefany, Anastasi, dan Arsen berteriak menghentikanku, aku sungguh tidak peduli, aku harus membuktikan sesuatu.