Keheningan yang terjadi bukanlah hal yang baru lagi. Hanya suara pendingin ruangan yang terbuka dan tertutup yang menjadi pengiring di antara keduanya.
Semalam, mereka sudah melepas semua dan memiliki status baru sekarang. Di dini hari ini, Anna yang terjaga hampir berteriak saat membuka matanya tahu-tahu sudah ada Roger yang menopang kepalanya menggunakan lengan yang membentuk sudut siku seraya menatap dirinya dengan senyuman tipis yang menghiasi bibirnya.
“Maaf, Kak.” Anna mengusap wajahnya sendiri karena teriakannya tidak beralasan. Mana suaminya sendiri yang diteriaki. Jangan sampai Roger ilfeel dengan dengan Anna. Itu sungguh tidak bagus sama sekali.
“Tidak apa-apa, wajahmu memang tampan kalau siang, tapi kalau malam semakin tampan, makanya kau sampai terkejut melihat ketampananku ini, Na.” Anna pikir, Roger akan merenggut kepadanya. Tapi kenyataannya salah. Suaminya ini memang tampan, tapi kalau dirasa-rasakan malah jatuhnya sok tampan.
“Tidur lagi, Kak. Ini masih pagi.”
Roger mendekat, memeluk Anna dari belakang sampai Anna yang merasakan hangat menyelimuti tubuhnya langsung memejamkan matanya dalam-dalam. Perempuan itu hanya diam saat Roger menciumi rambutnya.
Anna sudah mengatakan bukan, dia akan menerima semua yang Roger beri dan memberikan apa yang memang menjadi hak lelaki itu kalau mereka sudah menikah. Anna sudah menepati perkataannya. Sekarang, Roger memintanya untuk diam di kamar melayaninya juga, Anna akan terima-terima saja. Perempuan itu merasa kalau tujuan hidupnya sudah sampai di sini. Menjadi istri yang baik bagi Roger. Sudah hanya itu saja, Anna tidak menginginkan yang lain lagi.
“Aku masih belum mengantuk lagi, kau tidur dulu saja, Na.” Roger mendekatkan tubuhnya, mendekap Anna semakin erar. Semalam, tidurnya nyenyak sekali Anna dalam dekapannya. Dan begitu terbangun, perempuan yang sudah resmi menjadi istrinya ini semakin terlihat tanpa cela di matanya.
“Apa Kakak tidak tidur makanya terjaga sampai sekarang?”
Gelengan pelan yang Roger berikan bisa dirasakan oleh Anna. “Aku baru saja terbangun, memandangmu, lalu kau ikut-ikutan bangun. Sudah, tidur lagi sana. Jangan terlali kecapaian, kau pasti masih lelah. Tidurlah.”
Mata yang dipejamkan perlahan menjadi pilihan Anna. Apa semua perempuan di malam pertamanya seperti ini? Kalaupun tidak, Anna juga tidak peduli. Yang terpenting kan hubungannya sendiri dengan Roger. Anna akan melakukan sesuatu yang pastinya membuat Roger sadar.
“Sudah tertidur?” Roger bergumam pelan dan bisa merasakan nafas Anna yang sudah kembali teratur. Istrinya ini sudah tertidur begitu saja.
“Dasar putri tidur.” Roger mengecup pipi Anna sekilas, mengusap rambut istrinya ini sayang kemudian memejamkan matanya kembali juga, dia akan menyusul Anna kea lam mimpi meski malam pertamanya terkesan biasa-biasa saja. Namun bagi Roger sendiri, yang terpenting adalah esensi dari pernikahan ini sendiri.
Banyak orang di luar sana melakukan sesuatu di luar batas. Mereka tahu kalau itu salah, tapi tetap saja dilakukan karena sudah terpengaruh akan nafsu dan sudah menjadikannya kebiasaan pula, mereka sudah terbiasa hingga melakukan dosa adalah sebuah kebiasaan bagi sebagian orang.
Di awal, lelaki selain Roger mungkin saja sepakat kalau Anna adalah perempuan sok suci, yang tidak mau disentuh-sentuh, padahal di waktu ini, diketahui banyak sekali perempuan yang menjajakan dirinya sendiri entah karena memang ingin atau karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi.
Banyak yang mengira kaum perempuan adalah kamu yang sangat lemah. Tapi mingkin yang mengatakan itu lupa kalau yang berjuang melahirkan hingga orang di dunia terus bertambah adalah karena perjuangan seorang perempuan mengandung selama kurang lebih sembilan bulan sepuluh hari dan belum saat perjuangan melahirkannya.
Seorang perempuan itu hidupnya ditanggung oleh ayah ketika beum berumah tangga, tapi kalau sudah berumah tangga, hidupnya ditanggung oleh sang suami. Meski begitu, banyak ditemui perempuan yang bekerja untuk membantu perekonomian keluarga sementara itu bukan tugasnya, tapi tetap dilakukan.
Perempuan memang sekuat dan seistimewa itu. Meski terkadang direndahkan sana-sini, mereka tidak peduli dan tetap hidup seperti yang seharusnya. Karena mendengar omongan orang yang tidak mendukung tidak akan membuat seseorang kenyang juga. Yang ada malah tambah kepikiran dan sedih sendiri.
Sudah kodratnya perempuan itu disayang, diperlakukan lemah lembut. Bukan tempatnya seorang lelaki memperlakukan perempuan secara kasar apalagi sampai mengangkat tangan. Seseorang yang melakukan itu semua patut dipertanyakan moral dan mentalnya.
Apakah yang menyiksa atau memperlakukan perempuan kurang baik tidak berfikir terlebih dahulu? Kalau bukan karena perjuangan seorang perempuan yang bernama ibu untuk melahirkannya, tidak aka nada sosok laki-laki yang akan lahir dan menempati dunia yang kian hari kian sesak ini. Menyakiti perempuan atau melakukan apapun itu pada perempuan yang bermaksud merendahkan dan semacamnya, tidak ingat kau dengan ibumu? Dia pasti sedih. Tidak menyangka kalau putranya bisa bermain kasar dan tidak beradab dengan berlaku kasar pada seorang perempuan.
Entah terlepas karena sang lelaki memang memiliki masalah mental sebelumnya, itu tidak bisa dijadikan lampu hijau untuk semena-mena. Kalaupun ada fisik perempuan yang kuat, mampu mengalahkan lawannya saat bela diri, tapi tetap saja hatinnya rapuh. Jangan sampai disakiti. Karena kalau perempuan sudah terlanjur patah, maka patah lah seluruh harapannya.
Di waktu ini, Roger hanya menikmati pemandangan tirai yang ujungnya bergerak-gerak karena terkena paparan udara yang berasal dari pendingin udara yang berada di kamar. Wajahnya tak berekspresi apa-apa, hanya tangannya yang mendekap perut Anna sayang dengan hidung yang tidak bisa berhenti membau harum Anna yang memang hanya Anna pemiliknya.
Dia bersyukur sekali bisa memiliki Anna. Perempuan yang sekarang tengah dalam dekapannya ini sangat menjaga diri. Roger sangat bersyukur dia menikahi orang yang benar.
Dulu, Roger pernah bermimpi dalam angannya kalau suatu saat nanti, saat dirinya dewasa, dia akan pulang dan menemui adiknya, kembali menjadi kakaknya lagi. Dan kemarin adalah mimpi Roger yang dikabulkan oleh Tuhan. Roger bersyukur sekali. Dia tidak pernah menyangka kalau pada akhirnya akan bersama dengan Anna, tidak yang lain. Gadis kecil yang dulu selalu dirinya jaga dan akan sangat marah kalau Anna sampai diganggu apalagi sampai kenapa-kenapa.
“Tidur yang nyenyak, Sayang.” Gemas, Roger menarik tubuh Anna semakin dekat, mendekapnya erat sekali. Masa bodoh dengan lengannya yang sudah seperti mati rasa karena menjadi bantalan kepala Anna.
“Tangannya jangan aneh-aneh.”Anna bergumama lirih dengan lenguhan pelan yang lolos dari bibirnya saat tangan Roger menyentuh yang tidak-tidak.”
“Okay, maaf.” Roger tertawa dan setelahnya menyusul Anna betulan ke alam mimpi. Istrinya ini memang paling bisa membuatnya tenang.
***
Yang jelas, Roger dan Anna yang berpakaian seadanya terbangun tatkala matahari sudah lumayan tinggi. Orang-orang rumah pun seakan sepakat untuk membiarkannya tertidur begitu saja, tidak ada inisiatif untuk mengganggu karena mereka paham, makhlum, pengantin baru, masih banyak-banyak butuh waktu berdua.
Begitu bangun pun, justru malah Roger yang terbangun lebih dulu. Dia sibuk menganggu Anna dengan mengguncang-guncangkan tubuh perempuan itu. “Sayang, bangun.” Satu kecupan melayang di pelipis perempuan itu. Beberapa waktu kemudian bergangi dengan elusan-elusan lembut yang membuat Anna semakin terlelap dalam keheningan.
Perempuan ini bisa begitu bangun pagi di satu waktu. Namun di waktu lain, dia juga bisa begitu malas sekali untuk membuka kelopak matanya. “Dari tadi perut kamu bunyi. Lapar? Ayo turun.”
Anna yang tadi tidur miring dan didekap oleh Roger dari belakang langsung menelentangkan tubuhnya di samping suaminya ini. Matanya masih tampak sayu, makanya dipejamkan lagi yang membuat Roger mendesah pelan.
“Kamu malas bangun pagi ya ternyata?”
Anna diam saja, yang ada malah meringis saat Roger mengusap perutnya karena Anna memang hanya memakai pakaian dalam saja, perutnya terbuka. Karena semalam sudah terburu lelah, makanya langsung tertidur dengan pakaian alakadarnya.
“Aku malah seperti bapak-bapak yang menidurkan putrinya.” Roger tergelak saat menciumi wajah Anna. Namun, Anna langsung mendorong tubuh Roger pelan dengan mulut yang dibekap kuat.
Ada jeda yang terjadi. Otak Roger memproses suatu kejadian dimana dia hanya diam di tempat sebelum akhirnya sedikit merangkak dan menyusul Anna yang sudah di kamar mandi. Begitu ditilik, Roger mencelos melihat istrinya ini tengah berpegangan pada sisi wastafel dan berusaha mengeluarkan seluruh isi perutnya.
Roger mendekat, membantu memegangi rambut Anna kemdian menanamkan pijitan di tengkuk lehernya. Roger bahkan dengan senang hati menjadikan tubuhnya sebagai sandaran Anna karena tubuh perempuan ini yang lemas bukan main.
“Sayang?” Roger mengusap pelipis Anna yang dipenuhi keringat dingin. “Sakit? Perutnya sakit?”
“Aku kedinginan, Kak. Makanya muntah-muntah, tidurnya nggak pakai baju.”
Roger menghela nafas pelan, mencium rambut istrinya ini, lantas meninggalkannya saat Roger diminta pergi dulu karena Anna ingin menggunakan kamar mandi, biar cepat selesai. Saat keluar, Roger bergegas berpakaian, lantas duduk di tepi ranjang dan menghidupkan iPad-nya, mengecek pekerjannya sendiri yang dia tinggal begitu saja kurang lebih sudah 24 jam. Ya meskipun ini Roger terhitung cuti, bukan berarti tugasnya dihilangkan sebagian begitu saja.
Sampai menit-menit berlalu, Roger yang semula sibuk melihat iPad-nya masih dengan tubuh bagian atas bertelanjang d**a, menatap depan dengan senyuman tipis mengiasi bibirnya ketika Anna keluar lebih fresh, lengkap dengan tangan yang memegang handuk untuk mengeringkan rambutnya yang masih agak basah.
“Kenapa, Kak?” Anna bertanya melihat Roger menatapnya tanpa berkedip. “Ada yang salah?” lantas menunduk untuk melihat dress frolal selutunya yang bewarna lemon, dilengkap dengan tali bahu kecil. Sepertinya tidak ada yang salah.
“Kemari.”
Anna menurut, selaras dengan Roger meletakkan iPad-nya ke ranjang dan menarik tubuh Anna agar jatuh di pangkuannya. Perempuan itu hanya tertawa saat Roger melihatnya seperti singa kelaparan. “Aku sudah mandi, Kak. Jangan dibuat berantakan lagi.”
Roger tertawa, tapi tetap menarik tengkuk Anna mendekat, melumat bibirnya perlahan, memberikan Anna rasa yang belum pernah perempuan itu rasakan sebelumnya. “Keluarga kamu akan paham kenapa kesayangannya ini tidak turun-turun.” Tatapan jail yang Roger berikan membuat Anna memutar bola mata dengan senyuman garing.
“Itu maunya Kakak, aku maunya sarapan.” Anna cemberut.
“Eh, masak baru bikin semalem udah jadi, Na? Kamu tadi muntah-muntah, sekarang lapar” Roger melihat ke arah Anna seperti orang pura-pura tidak punya dosa.
“Aku aduin ke Kak Jordan ya kalau ngerjain?” Anna menepuk-nepuk sisi wajah suaminya ini. Mereka tergelak bersama, kemudian Roger berhenti juga menggoda Anna dan memilih membersihkan diri kemudian sementara Anna sudah turun ke ruang keluarga.
“Cit cuitttt, uhuuu. Yang pengantin baru, wajahnya cerah sekali, shining, shimmering, splendid.” Khris mengeluarkan sorakan bahagianya saat mendapati Anna berdiri di anak tangga terakhir. Kakak keduanya ini memang beda daripada yang lain. Terkadang, Jordan dan Anna saja mempertanyakan Khris ini sebenarnya anak siapa. Pasalnya, Barack dan Irish orangnya kalem semua. Jordan dan Anna juga kalem, hanya Khris yang pecicilan, benar-benar beda daripada yang lain.
“Ma, sepertinya aku mempertanyakan lagi Kak Khris sebenarnya anak siapa?”
“Ya Tuhan, Naaa. Jahat sekali mulutmu, pasti sudah diajarkan yang tidak-tidak oleh Roger, padahal baru sehari menikah, kau sudah durhaka dengan kakakmu yang paling tampan ini.”
Jordan tak berekspresi apa-apa, sementara Irish, Barack dan Anna hanya tertawa seadanya. Dari ketiga putra di sini, memang seringnya Khris yang dinistai karena orangnya memang agak usil, entah menurun dari mana. Yang dua kalem sekali, yang satunya pecicilan, petakilan bukan main. Makanya sering kali Anna iseng mempertanyakan asal-usul kakaknya ini sebagai lucu-lucuan saja. Salah siapa iseng sekali jadi orang. Anna kan malu tahuuu.
“Kak Shilla makan di kamar, Ma? Aku antar makanannya, ya, sama Kak Kania juga.”
“Kania sudah makan, Na.” Jordan menyahut kalem.
“Shilla belum. Ini mama mau antar.” Irish membawakan nampan yang berisi makanan untuk Shilla.
“Aku saja, Ma.”
Dengan senang hati Irish memberikan nampan itu pada Anna dan Anna langsung izin masuk ke kamar kakaknya setelah mengetuk pintu. Mereka saling menyapa riang begitu melihat satu sama lain. Shilla terlihat sumringah sekali melihat Anna.
“Annaaa, maaf ya, Kakak tidak bisa menghadiri pesta pernikahan kamu.” Shilla memberenggut sedih yang langsung dihadiahi usapan lembut oleh Anna.
“Tidak apa-apa, Kak. Sekarang kan aku yang menghampiri Kakak. Sehat-sehat terus ya sama baby-nya, semoga makin kuat kandungannya, biar bisa aktivitas seperti biasa lagi.”
“Aamiin, Na, terima kasih. Semoha doa yang baik berbalik kepada yang mendoakan, semoga kamu juga langgeng, bahagia dengan Roger. Semoga kamu juga cepat menyusul, ya.” Dengan begitu percaya dirinya, Shilla mengusap perut Anna yang mendadak membuat d**a perempuan itu sesak.
Shilla yang baru sadar dengan perbuatan refleknya lantas meminta maaf. Dia tidak bermaksud memamerkan kebahagiannya kepada orang yang sedang sedih.
“Tidak apa-apa, Kak. Terima kasih doanya.” Anna tersenyum memakhlumi. Dia tahu kalau niat kakak iparnya ini memang baik. Shilla dan Kania juga sering menenangkan Anna di saat perempuan itu merasa akan hilang. Dia diigatkan akan Tuhan kalau Tuhan tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan hambanya sendiri.
Beruntungnya, Roger juga menenangkan Anna, tidak apa-apa. Semua orang tidak ada yang sempurna. Dan kekurangan yang sering Anna sebut-sebut itu menurut Roger adalah kelebihan agar mereka lebih sabar menjalani pernikahan ini.
“Ya sudah kamu sarapan dulu, Na. Belum sarapan, kan?”
Anna mengangguk, kemudian baru keluar dan di meja makan sudah ada Roger yang tengah tersenyum tidak jelas memperhatikannya. Anna tidak paham, kenapa Roger selalu melihatnya seperti itu, padahal Anna merasa memakai pakaian yang benar.
“Sarapan dulu, Sayang.” Barack menyadarkan lamunan Anna kalau perempuan itu hanya berdiri seperti penjaga gerbang.
Oh sekarang Anna paham, Roger kumat manjanya. Lelaki itu minta diambilkan makan, makanya diam saja saat semua orang sudah makan. Makanya Anna mengambilkan makanan untuknya, untuk pertama kalinya. Duh pengantin baru.
“Dih, Roger sok keren, padahal kalau makan biasanya juga mengambil sendiri, mentang-mentang sudah punya istri, jadi manja. Awas ya Anna dibuat capek harus melayanimu.”
Mereka yang di sana tidak habis pikir dengan Khris, alhasil diam saja karena mereka tahu kalau percuma menghadapi Khris yang memang seperti iu sejak lahir, orangnya selalu membuat heboh. Karena kalau tidak begitu, rumah akan sepi sekali dengan sifat kebanyakna orang yang kalem dan pendiam. Tuhan memang Maha Adil, kalau tidak ada Khris yang suka membuat keributan, mungkin kediaman Abraham lebih mirip dengan kuburan daripada disebut rumah karena orang-orangnya yang dasarnya memang pendiam, banyak kerjanya daripada bicara. Kalau Khris sendiri selaras, dia banyak bicara, ya juga banyak bekerja, jadi 50:50, pekerjaannya selalu selesai.
Waktu berlalu, mereka selesai makan bersama-sama, Anna membantu mamanya beres-beres, sementara mbak yang ada di sana juga membantu membawakan barang-barang di meja amakan menuju tempat cuci. Sampai saat selesai dan kembali duduk tapi di ruang keluarga karena para lelaki sudah duduk di ruang keluara. Jelas Irish duduk di sisi Barack sementara Anna duduk di sisi Roger.
“Jadi, kalian mau ke mana setelah ini?” Barack memecah keheningan di antara semua orang.
Pada awalnya, Anna hanya diam saja, Roger menjawab kalau di rumah saja tidak apa-apa. Namun, setelah memikirkan ini untuk waktu yang sudah sangat lama, Anna akhirnya berani berbicara.
“Pa, kalau aku meminta sesuatu, boleh?” dengan hati-hati Anna bertanya.
“Tentu saja Sayang, kalau Papa mampu, akan papa berikan.” Balas Barack tanpa pikir panjang. Baginya, kebahagiaan Anna adalah yang terpenting.
“Aku ingin di rumah yang Kak Roger bangun sendiri, Pa. Aku mau ke sana.”
Semua orang diam, hanya Roger yang langsung menegur perempuan di sampingnya ini karena dia tidak tahu kalau kenyataanya, Anna tahu apa yang sudah Roger persiapkan untuk dirinya. “Kau bicara apa, Na?”
Mengabaikan Roger, Anna tetap melihat ke arah papanya. “Aku tahu Papa Mama sama Kakak tidak pernah menganggapku sebagai beban. Tapi, Pa, perempuan sebelum menikah itu, ayahnya yang menanggung dan saat sudah menikah, tanggung jawabnya suami yang menanggung. Sama seperti Mama yang ikut Papa, Kak Shilla dan Kak Kania yang ikut dengan suaminya, aku jug ingin seperti itu.
Kak Roger tidak pernah memintaku untuk ikut bersamanya, tapi aku mendapat surat dari Oma. Oma bilang, kalau Kak Roger sudah mempersiapkan rumah dan itu sudah jadi, ada di dekat kompleks perumahan kita. Jadi aku pikir, tidak apa-apa kalau aku ikut dengan Kak Roger, hanya beberapa kilo meter, hanya beda block.”
Anna yang berbicara, Roger yang tidak berkutik. Dia tidak tahu kalau istrinya sudah tahu sejauh ini. Roger sudah berpikir tidak apa-apa, tapi tidak menyangka kalau harapannya bisa terjadi karena istrinya sendiri. Kebahagiaan yang sesungguhnya akan segera dimulai.