46. To Begin

1320 Words
Bisa dibilang, kecelakaan yang menimpa Roger ini ada hikmahnya juga. Namun pada dasarnya memang setiap kejadian pasti ada nilai tersendirinya. Menurut jadwal yang Anna baca dari iPad milik suaminya ini, perempuan itu mendapati jadwal suaminya yang sangat padat untuk satu bulan ke depan. Sudah ada juga dua jadwal yang tertulis dua minggu setelahnya. Kalau Roger tidak kecelakaan, mereka pasti bagai pengantin baru yang langsung hidup sendiri-sendiri karena pekerjaan Roger kian banyak. Tapi saat sakit begini, Barack Abraham pun jadi turun tangan dan menangani pekerjaan Roger, biar Roger lekas sembuh, di rawat oleh Anna. Apapun yang terjadi memang untuk kebaikan. Roger juga sudah mengikhlaskan semuanya. Tidak apa terluka, yang penting dia masih bisa bernafas dan memandang istrinya yang cantik jelita ini. Meskipun ya hanya dengan satu mata karena matanya yang sebelah masih bengkak. "Mau lagi, Kak?" Anna bertanya pelan saat Roger terlihat tidak ada pergerakan. Perempuan yang tengah mengenakan dress selutut ini sudah menyuapi Roger sedari tadi, tapi memutuskan bertanya karena Roger hanya diam saja, takutnya suaminya ini kekenyangan tapi tidak mau menegur Anna. Makanya Anna sendiri yang inisiatif bertanya. Roger kan memang begitu orangnya, sebelas dua belas dengan Anna. Sudah pasti cocok sekali menjadi pasangan suami istri. Mungkin ini ynag dinamakan jodoh adalah cerminan diri. Semoga Tuhan memang menakdirkan keduanya berjodoh. "Mau memakanmu." Roger membalas pelan, bibirnya terangkat membentuk senyum yang menyerupai ringisan. Namun Anna juga sama balas tersenyumnya, kemudian meletakkan makanan di nampan dan duduk serong di dekat Roger. "Kakak mau apa?" tanyanya lagi. Roger hanya menggeleng sebelum menarik tangan Anna, menatap jemari mulus istrinya ini yang dihiasi cicin nikah dalam diam. "Cantik." Pujinya. "Kakak yang memilih. "Anna menjawab kalem. "Maksudku bukan cincinnya, tapi dirimu, Na." Tawa renyah mengudara, ketika sang Arjuna memuji kecantikan Srikandinya. Namun bukan tawa akan tersipu, tapi karena tawa ingin tertawa saja. Anna memang seperti itu. Sedari dulu enggan bahkan kepada siapapun yang memujinya terang-terangan. Baginya semua perempuan di dunia ini cantik, menggambarkan sosok bidadari. Namun, tentu saja ada perempuan cantik menurutmya, yakni semua perempuan kecuali perempuan yang jahat. Karena jahat tidak masuk kriteria cantik menurutnya. “Semua perempuan cantik, Kak. Dan semua lelaki juga tampan. Yang membedakan hanya sifatnya, kalau baik ya baik, kalau jahat ya jahat.” Anna berkomentar. “Memangnya dengan parameter apa kau bisa mengukurnya, Na? Maksudku, kita tidak bisa melihat niat baik ataupun niat baik seseorang pada kita hanya dengan melihat wajahnya, kan?” Anna hanya tersenyum, kemudian duduk dan mengusap tangan Roger yang tergeletak di ranjang pelan. “Tidak perlu dipikirkan, Kak. Kakak hanya perlu berbuat baik pada oraang lain, kalau orang lain tetap berniat buruk pada Kakak, itu urusannya.” Ya, Roger juga paham kalau ini. Sekarang sulit sekali mencari seseorang yang benar-benar tulus. Roger harus banyak bersyukur karena memiliki Anna. Anna satu dari miliaran perempuan di dunia. Dia tidak bisa dibanding-bandingkan dengan perempuan zaman sekarang karena Anna memanglah tulus orangnya. Mungkin banyak yang sependapat jika Anna anak orang kaya dan tidak pernah merasakan kesusahan dalam hidup yang berbau materi. Tapi tetap saja, Tuhan itu Maha Adil. Tuhan punya caranya tersendiri untuk memberikan apa yang memang seharusnya diterima oleh hamba-Nya. Pernah mendengar kalau sebagian harta yang kita miliki adalah milik orang lain? Pernah mendengar juga kalau orang yang semasa hidupnya bergelimang harta akan didahului oleh orang-orang yang semasa hidupnya di dunia susah? Itu yang menjadi patokan Anna selama ini. Menjadi anak dari keluarga yang kaya raya tak lantas membuatnya gelap mata. Bahkan di saat ini, ketika dia diperbolehkan untuk lebih banyak berinteraksi dengan orang di luar sana, banyak yang berpendapat kalau Anna itu definisi dari down to earth. Dia kaya, selain memang dasarnya keluarganya kaya, Anna juga memiliki banyak uang karena kerja kerasnya sendiri. Butik yang dibangun itu memang benar-benar hasil jirih payahnya sendiri. Dia hanya meminjam modal beberapa pada Barack Abraham, kemudian menggunakannya untuk merintis usaha dan saat usahanya semakin berkembang dan maju, saat itu Anna mengembelakan dana yang telah diberikan oleh Barack. Dan Barack pun menerimanya dengan senang hati dan merasa bangga karena putrinya bisa berdiri sendiri. Padahal Barack juga tidak kenapa-kenapa meskipun uangnya dibawa Anna sekalipun. Tapi karena dasarnya putri satu-satunya ini sangat kompeten, jadi Barack menghargai kelutusannya. Apalagi sekarang Anna sudah menikah, berpindah sudah tanggung jawabnya pada Anna. Namun tidak akan pernah berpindah itu gelar anak dan bapak di antara mereka. Anna tetaplah putri satu-satunya dan kesayanganyya. Dan Barack adalah papa terbaik yang ada di dunia. Di dunia ini memang banyak anak perempuan yang mengatakan kalau papanya adalah sosok ayah terbaik di dunia. Karena bagi Anna memang seperti itu kenyataannya. Dia sangat bersyukur bisa memiliki papa seperti papanya. Bukti keberhasilan Barack dan Irish mendidik Anna beserata kedua anaknya adalah meskipun mereka dikenal bayak orang sebagai orang kaya yang punya segalanya, mereka tidak pernah menunjukkan ataupun koar-koar memamerkan harta yang dimilik. Selain itu mereka juga tidak pernah memilih, tak pernah terlihat paling menonjol juga dalam memakai sesuatu yang mewah. Mereka menonjol karena akhlak dan prestasinya sendiri. Banyak orang sering mangatakan juga jika mereka sedari lahir sudah ditakdirkan menjadi orang kaya. Jadi mau apa-apa enak. Bebas seminar di sana-sini dan mengangap itu semua karena kedua orang tua. Padahal tidak semua seperti itu. Privilage mereka banyak, tapi mereka tidak memilih untuk memanfaatkannya, tapi lebih memilih orang lain yang lebih membutuhkan untuk menjalankan sebuah acara yang dimaksud. Namun meskipun begitu, masih banyak yang berpendapat, bahkan tak segan berkata kasar karena merasa iri. Orang-orang tidak tahu saja kalau Anna yang dikenal begitu disayangi, sangat dijaga dan pasti mendapatkan segalanya, pernah terbesit dalam pikirannya untuk menjadi orang biasa, yang tidak perlu diekspos sana-sini karena memang pribadinya yang pendiam dan tidak terlalu suka berkerumun untuk membahas sesuatu yang menurutnya tidak bermanfaat. Setelah saling terdiam untuk waktu yang bisa dibilang lama, Roger menarik tangan Anna, balik menggenggamnya. Tatapannya lurus ke arah langit-langit. Entah apa yang tengah lelaki ini pikirkan. Meski wajahnya bengak sebelah, aura ketampanannya masih tetap berpancar dari sorot matanya yang damai. “Aku pikir, aku akan mati waktu kau datang semalam, Na. Aku pikir, kau malaikat penyabut nyawa.” “Hust, Kakak bicara apa?” Anna agak menekan kalimatnya, benar tidak suka dengan apa yang dikatakan oleh Roger. Bisa pingsan Anna kalau sampai terjadi sesuatu yang lebih buruk pada Roger dari ini. “Kalau itu sampai terjadi, semuanya yang berada di sini belum selesai. Aku bahkan belum menepari janjiku untuk konsultasi dengan dokter menemanimu. Kita bahkan belum mencapai satu bulan pernikahan, belum pindah ke rumah baru. Bagaimana kalau aku benar ma-“ “Kak Roger, Kak Roger sehat, sebentar lagi pulih, jangan berpikir sejauh itu.” Roger menoleh, menatap Anna tanpa ekspresi. “Kemari.” Ada jeda begitu panjang yang diambil Anna. Dia memilih menunggu membuat sesuatu dalam tubuhnya mereda sebelum akhirnya menghampiri Roger lebih dekat seperti yang diinginkan oleh lelaki itu. Begitu mendekat, Anna ditarik semakin dekat dan dihadiahi kecupan hangat di keningnya. “Aku beruntung sekali bisa memilikimu, Na.” “Aku juga,” “Aku mau pulang,” kata Roger kemudian. “Kalau itu Kakak sedang menjebakku. Aku tidak mau,” setelah tadi senyum, sekarang Anna cemberut. Roger kalau ada maunya ya begitu, segala pakai cium biar diperbolehkan pulang lebh cepat. Tidak, sebelum Anna mendengar perkataan dokternya sendiri, Anna tidak akan mengizinkan Roger pulang. Dia belum mengetahui hasil CT Scan Roger dari rumah sakit dan penjelasan dokter. “Aku kan tidak apa-apa, Na. Hanya bengkak, nanti pasti reda sendiri bengkaknya, minta dokter obat pasti sembuh.” “Akum au lihat hasil CT dan penjelasan langsung dari dokter, Kak. Kalau aku belum mendengarnya sendiri, tidak boleh pulang.” “Tapi Na, ak-“ Pembicaraan mereka terinterupsi karena suara pintu yang diketuk dari luar, Anna dan Roger saling tatap dengan alis terangkat seolah bertanya ada apa? Namun pintu segera terbuka, menampilan sosok perempuan yang sudah tidak asing lagi bagi keduanya tengah dipersilakan oleh ajudan. Sementara Anna tersenyum lebar, Roger hanya menatap datar sosok perempuan di seberang sana. Perempuan yang seharusnya tidak datang hari ini ataupun hari-hari setelahnya karena seharusnya, dia datang dan hadir sedari dulu. Semuanya sudah berakhir sekarang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD