23. Alcohol

2118 Words
Di bawah cahaya rembulan yang begitu indah, Anna terdiam tanpa kata saat Roger mendekapnya dalam pelukan yang begitu hangat. Anna tahu kalau tidak baik menerima semua yang Roger beri di saat-saat seperti ini. Ayolah, Anna juga perempuan normal. Mereka bisa saja lepas kendali dan melakukan sesuatu yang tidak-tidak jika terus berdekatan sepeda ini. Pernah mendengar kalau ada dua orang lawan jenis sedang bersama, maka ketiganya adalah setan? Iya, itu semua bisa saja terjadi. Dan seharusnya baik Anna maupun Roger bisa menghindari hal itu. Kini, udaranya kian menusuk, langitnya yang berawan pun, menampilkan kabut-kabut acak tapi indah dalam pandangan. Seperti halnya dengan Anna yang terdiam, Roger juga sama terdiamnya. Dia menikmati ciptaan Tuhan yang tidak ada tandingannya. Sungguh Maha Besar Tuhan Pencipta Alam Semesta. "Na?" Anna hanya bergumam pelan sebagai jawaban. Dia belum mengantuk, hanya saja malas untuk menjawab panggilan Roger. "Kau tahu kalau ini salah. Kenapa membiarkannya?" Roger berujar lirih, "aku bisa saja menyakitimu, Na." "Kalau begitu, lakukan saja, Kak." Roger diam untuk waktu yang lama. Yang ada, dia semakin mempererat pelukannya agar Anna tidak kedinginan. "Aku takut kalau kau membenciku." Anna berbalik sampai akhirnya rebahan sambil menatap Roger. Mata pria itu terlihat sayu di matanya. Sayangnya, Anna sendiri juga tidak bisa membantu banyak. Dia malah ingin semuanya cepat berjalan dan dirinya bisa hidup bersama dengan Roger. "Kakak tahu kan caranya mempercepat pernikahan kita?" Roger tentu saja melotot tajam. "Anna!" tegurnya. "Aku hanya bercanda. Kakak serius sekali." Tawanya. "Lagi pula, kalau Kakak sampai melakukan itu, aku tidak mau menikah denganmu." "Ya, ya, ya, aku tahu itu. Ngomong-ngomong, kau mau minuman hangat?" "Boleh." "Sebentar, aku akan mengambilkannya untukmu." Roger sudah bangkit saat Anna ingin menahannya. Alhasil, Anna hanya diam saja dan kembali mengagumi ciptaan Tuhan dalam diam. Sampai waktu berlalu, Anna kembali tersenyum melihat Roger datang dan membawakan minuman hangat untuknya sementara Roger sendiri membawa minuman yang tentu saja untuk dirinya sendiri. "s**u hangat." Roger duduk, meletakkan nampan itu di bawah, Anna jadi ikut duduk. Dengan tangan yang meraba samping, Anna asal mengambil gelas yang berisi minuman itu dan meneguknya sampai tandas. "Astaga Anna!" Roger memekik saat menoleh malah mendapati Anna meminum wine miliknya. "Kenapa mengambil minumanku?" Anna hanya meringis. "Maaf, Kak. Aku tidak sadar." Sayangnya, Anna malah menuangkan minuman di gelasnya lagi. "Anna, hentikan! Kau ini kenapa?" tanya Roger menuntut. Masalahnya, Roger khawatir tentang kesehatan Anna. Dia tahu kalau alkohol tidak baik untuk kesehatan. Sayangnya, itu sudah menjadi kebiasaan Roger sedari dulu. "Ini enak, Kak." Anna tersenyum manis ke arah Roger yang membuat pria itu meringis. Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang buruk? Roger buru-buru merebahkan Anna ke ranjang lagi agar perempuan itu tertidur. Sayangnya, Anna malah mengalungkan kedua tangannya di leher Roger, seperti perempuan penggoda saja. "Anna, ini-" Roger terkesiap saat Anna tahu-tahu mengangkat kepalanya dan mencuri ciuman di bibirnya. Sadar diri karena tahu itu perbuatan tercela, buru-buru Roger menahan tangan Anna agar tidak bergerak kemana-mana. "Kita tidak boleh melakukan ini, Na. Ini kesalahan!" Roger menatap Anna nanar. Sayangnya, Anna malah cosplay seperti perempuan murahan. Dia malah terang-terangan menggoda Roger. Semuanya gara-gara minuman. Karena itu Anna jadi tidak sadar plus tidak waras seperti ini. Meskipun tangannya sudah ditahan oleh Roger, Anna tetap memajukan kepalanya untuk menciumi bibir Roger lagi, lebih keras dari sebelumnya yang membuat Roger meringis pelan merasakan bagian tubuh bawahnya yang menegang. Dia bisa gila kalau seperti ini. "Anna, tidur saja, tanganmu hati-hati." Kalau saja sudah sah menjadi suami istri, dengan senang hati Roger memberikan apa yang Anna minta. Masalahnya, mereka baru tunangan tidak kurang tidak lebih, masih ada batasan di antara keduanya yang tidak boleh dilanggar. Dan Roger sadar betul, Anna sedang tidak sadar. Amat sangat biadab sekali kalau dia menyentuh Anna di saat perempuan itu dalam keadaan mabuk aka tidak sadar. Bisa-bisa, pernikahannya batal karena Anna marah meskipun Anna sendiri yang memintanya. Namanya saja orang mabuk, mau diapakan pun tidak sadar. "Kakak tampan sekali. Kai tahu itu, Kak?" Roger berdecak pelan. Seandainya saja Anna sadar, Roger pasti senyam-senyum sendiri dipuji tampan seperti itu. Kalau keadaannya seperti ini mah, lebih baik Roger diam saja. "Terserah saja lah kau, Na. Semerdeka kau saja. Katakan lagi, aku apa? Ayo?" Sedikit melonggarkan tangan Anna, Roger khawatir kalau tangan Anna sakit lagi atau bagaimana. Karena itu dia cari aman saja. "Kakak tampan, juga pintar hehe. Aku suka." Katanya seperti anak kecil. "Ke sini, Kak, kenapa menjaga jarak dariku, hm? Nanti kalau aku diambil orang, jangan menyesal yaaaa," Garuk-garuk menambah pusing kepala, Roger hanya meringis. Tidak menyangka kalau menyenangkan juga mendengarkan Anna yang pendiam menjadi banyak bicara karena pengaruh alkohol. "Kenapa kau tidak mabuk setiap hari saja, Na?" "Karena alkohol tidak sehat. Nanti Kakak sakit kalau minum terus. Jangan ya, tidak boleh minummm..." Sudahlah, Roger sampai menahan nafas karena tangan kanan Anna bergerak tak tahu aturan. Pulang dari berlibur, bisa-bisa perempuan itu dipondokkan di rumah sakit lagi kalau tangannya sampai kenapa-kenapa. "Sayang?" Roger hanya diam. "Sayang?" "Iy-" "Sayangnya ku tak punya. Aduh aduh jan ganggu, sa itu punya jan ganggu." Niat hati sudah percaya diri sekali kalau Anna memanggilnya. Ternyata, Anna malah menyanyi lagu yang tidak Roger mengerti artinya. Karena geregetan sendiri, Roger membungkus tubuh Anna seperti anak kecil agar tidak banyak tingkah. Dia sungguh khawatir kalau tangan Anna bertambah cideranya lagi. Daripada Anna yang sakit, lebih baik Roger saja yang kenapa-kenapa. "Kenapa..." "Tsk, diamlah,Na. Ini semua demi kebaikanmu." Roger kembali melanjutkan kegiatannya untuk membungkus tubuh Anna, menyisakan wajahnya saja yang menurutnya lucu di mata Roger. Begitu selesai, Roger menggeleng tidak habis pikir. "Kau memang ratunya perusak suasana. Dasar. Anna... Anna..." Karena sudah malam juga, Roger memaksakan dirinya sendiri untuk tidur meski dia tidak bisa tidur sekalipun. Direbahkannya tubuhnya di samping Anna, menjaga jarak aman. Lantas, memejamkan matanya dalam-dalam meski apapun yang Anna ocehkan, Roger tidak peduli. "Lingkaran kecil lingkaran kecil namanya cincin. Lingkaran besar lingkaran besar, namanya beruang." "Kak Roger mancung Kak Roger mancung tapi ambekan. Suka mencebik, suka mencebik minta ditampar." "Alisnya tebal alisnya tebal, seperti tarzan." "YA! Itu lagu macam apa?" Roger memprotes, tidak Terima dikatai seperti itu. "Orang tampan seperti ini dikatai seperti Tarzan. Kalau aku tidak pakai baju, boleh saja kau katai Tarzan. Enak saja." "Kalau begitu, buka baju saja, biar persis Tarzan. Auuuu...." "Ya Tuhan, kenapa aku harus menginginkan perempuan ini?" Roger menatap langit nanar. "Karena aku cantik. Apa lagi? Iya kan, Kak? Kau tidak akan mendapatkan yang seperti diriku. Kau tahu itu?" "Iya Tuan Putri Anna Abraham Gustavo. Kau memang perempuan tercantik yang pernah aku kenal selain Mama." "Mama?" Anna terlihat nampak berpikir keras. "Mamanya Kak Roger? Kakak merindukan Bibi Merry? Aku juga merindukannya. Tolong buka... Aku ingin bicara denganmu." "Astaga, kau ini kenapa merepotkan sekali kalau mabuk? Pasti pertama kali, kan? Aku bisa ditinjau kedua kakakmu Na kalau mereka berdua sama tahu. Mati aku." "Shtt, jangan bicara seperti itu. Kita kan belum menikah, Kakak tidak boleh mati dulu." "Ya Tuhan..." "Cepatlah, bukakan, aku tidak bisa bernafas." Anna kembali berulah, bergerak seperti cacing kepanasan di dalam selimut yang digunakan untuk membungkusnya tadi. Roger tidak punya pilihan lain selain mengiyakan saja permintaan Anna. Urusannya tidak akan selesai kalau dia mengabaikan Anna yang makin malam makin jadi saja. Roger tidak paham. Anna adalah sosok perempuan yang lemah lembut, pasti tidak pernah menyentuh minuman haram seperti ini. Sekalinya tidak sengaja minum, malah latihan seperti orang gila. Dengan kehati-hatian pasti Roger melepaskan tubuh Anna dari gulungan selimut yang seperti kepompong itu. Begitu terlepas, Anna tertawa renyah dengan mata terpejam dan wajah yang memerah karena suhu rendah di sekitar. "Aku minta maaf untuk semua air mata yang Kakak keluarkan. Aku minta maaf meski keluargaku tidak salah sedikitpun." Anna bergumam pelan. "Apa Kakak belum puas?" Roger menyerngit bingung dengan perkataan Anna. "Maksudmu apa?" Perlahan tapi pasti, Anna membuka matanya. Dia mengulurkan tangan untuk mengusap rahang Roger yang tegas. Lantas berujar lirih. " Kakak pasti menderita selama ini. Aku minta maaf karena tidak bisa membantumu. Seharusnya, Kakak tidak perlu pergi. Kenapa semua orang jahat?" Pada awalnya, Roger ingin menghentikan celotehan Anna. Namun, Roger rasa dia harus mendengarkan perkataan perempuan itu. Siapa tahu ada hal besar yang ingin Anna katakan. Biasanya, seseorang yang mabuk tanpa sadar sudah mengatakan kebenaran yang dirinya ketahui. Roger berupaya mencari peruntungan. Mungkin ini ada hubungannya kenapa Anna menolak menikah dengannya di awal. Harus drama-drama dia dicelakai dulu baru Anna setuju menikah dengan Roger. "Anna?" Roger memanggil perempuan itu pelan yang langsung membuat Anna seakan tersadar. Mengikuti apa yang Anna lakukan, Roger juga mengusap sisi wajah Anna sayang. "Kenapa kau menangis?" "Hm? Benarkah? Aku tidak tahu." Kata Anna tersenyum. Padahal benar kalau Anna menangis, Roger jelas tidak tahu masalahnya apa, makanya dia bertanya. "Kenapa sulit sekali bagimu untuk percaya padaku, Na? Apa aku sudah melakukan kesalahan tanpa aku sadari dan membuatmu selalu menatapku penuh keraguan?" Anna menggeleng pelan sebagai balasan. Sepertinya dia setengah sadar di detik ini. Buktinya, dia kembali mengusap wajah Roger sayang, kemudian menggeleng yang entah untuk beberapa kalinya. "Kakak tidak salah, tapi orang di sekitar Kakak yang salah." "Siapa yang kau maksud, Na?" Roger bertanya pelan, memegangi tangan Anna yang berulah lagi. Entah sampai kapan perempuan itu akan dipengaruhi alkohol seperti ini. Akan lebih baik kalau Anna pingsan saja daripada membuat Roger sakit kelapa. "Orang yang Kakak sayangi," gumam Anna lirih sebelum matanya terpejam begitu saja. Untung Roger masih sempat menahan berat badan Anna. Kalau tidak, perempuan itu pasti jatuh ke belakang. Di detik itu, Roger hanya meratapi wajah ayu Anna dalam diam. Dia tidak pernah menyangka kalau mimpi masa kecilnya bisa menjadi kenyataan seperti ini. Memiliki Anna adalah ketidakmungkinan yang menjadi mungkin bagi Roger sekarang. Saat keluarnya hancur dan Roger kehilangan segalanya, Anna, kedua kakaknya beserta keluarga Abraham yang ada untuk Roger dalam kurun waktu Roger masih di rumah. Namun kebersamaan mereka berakhir saat pamannya membawanya ke Singapura, karena memang keluarga ibunya berada di sana. Waktu itu Roger tidak mau. Dia bahkan sampai menangis tidak ingin pergi. Tapi karena sudah dipaksa dan tidak punya pilihan lain, pada akhirnya Roger pergi juga bersama dengan pamannya, memulai kehidupan baru yang penuh dengan rintangan hidup. Entah berapa kali Roger kena pukul. Bahkan bekas-bekas luka itu masih bisa dilihat pada tubuh Roger sampai sekarang. Dan kalau Anna sampai melihatnya, mungkin perempuan itu akan menangis. "Kau tahu, Na? Kau cantik sekali," Roger bergumam pelan seraya merapikan anak rambut Anna yang tergerak tertiup angin. Wajahnya damai sekali. Aku kan memang cantik, anaknya Mama Irish." Balas Anna tanpa sadar. "Kakak juga tampan, perpaduan Paman dan Bibi. Aku merindukan Bibi Mer. Kenapa dia meninggalkanku?" Pria ini jadi tidak paham. Jelas Roger yang anaknya, yang ditinggalkan, tapi Anna yang sedihnya sampai berlarut-larut. Roger bahkan tidak menangis saat kedua orang tuanya tidak ada. Justru Anna yang menangis sampai sesenggukan dan Roger yang sudah seperti kakak sendiri dengan senang hati menenangkan Anna. "Tugasnya sudah selesai di bumi, Na. Dia sudah bahagia di sana. Jangan ditangisi." Roger berujar pelan seraya membersihkan wajah Anna yang basah air mata. "Tapi aku merindukannya. Aku ingin mengatakan banyak hal padanya. Kenapa dia pergi cepat sekali. Kak Roger kan masih butuh Bibi Merry sampai kapanpun. Aku juga mau punya mertua seperti Bibi. Aku ingin Bibi kembali." "Anna dengar?" Dengan kesabaran tingkat dewa, Roger memberikan Anna pengertian meskipun perempuan yang tengah mabuk ini tidak akan sadar Roger mau mengatakan apapun juga. "Mamaku sudah bahagia di sana. Kalau kau menangisinya seperti ini, dia sedih. Jadi tolong, berhentilah menangis. Dia tahu kalau anak perempuannya sangat merindukannya. Jadi, doakan mamaku, ya. Kirim dia doa agar tenang di sana." "Berdoa bersama Kakak, kan? Iya ayo kita berdoa bersama. Bibi pasti senang sekali." Tadi memang Roger yang memerintahkan Anna agar mendoakan mamanya. Tapi begitu Anna berdoa sebisanya, Roger hanya menatap perempuan di depannya ini dengan pandangan nanar. Ada banyak hal yang berkecamuk dalam kepalanya. Sampai-sampai, Roger tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri dalam waktu yang cukup lama. Jiwanya seakan terkunci dalam dunia Anna yang tidak bisa ia mengerti. Mungkin, karena dirinya sudah lama pergi. Mungkin juga karena Roger sudah tidak sama lagi. Nyatanya, ada yang berubah. Roger tidak bisa menjadi Kakak Anna seperti dulu lagi. Karena sebentar lagi, Roger akan menjadi suami Anna. "Aku sudah selesai berdoa." Anna bergumam pelan lagi. "Iya," jawab Roger seadanya. Dia masih saja memandangi wajah ayu Anna dalam diam. Sampai waktu yang berlalu keasyikan mengusap puncak kepala Anna sayang, akhirnya perempuan itu tertidur lelap juga dengan tangan Roger yang didekap erat sekali oleh tangan kirinya. Sementara Roger sendiri sudah mengamankan tangan kanan Anna agar tidak terlalu banyak bergerak. Sudah dibilangkan, kalau Anna sampai kenapa-kenapa, bisa-bisa pernikahannya diundur dan yang lebih parahnya sampai dibatalkan. Roger bisa frustasi sendiri kalau hal itu sampai terjadi. "Selamat malam Kak Roger. Jangan mimpi buruk." Bisiknya. Roger tertawa lirih. "Aku selalu bermimpi buruk, Na." Rasanya seperti de javu. Saat di rumah sakit dulu, Anna yang mengatakan itu. Dan sekarang, Roger yang mengatakan kalau dirinya selalu bermimpi buruk. Entah sebenarnya apa yang terjadi di antara dua anak manusia ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD